Jakarta|EGINDO.co Pemerintah Indonesia bersiap membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) berkapasitas 500 megawatt (MW) sebagai langkah awal menuju pengembangan energi masa depan yang bersih dan andal. Proyek strategis nasional ini telah mendapat persetujuan langsung dari Presiden RI Prabowo Subianto, dan diproyeksikan berkembang hingga kapasitas 10 gigawatt (GW).
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Utusan Khusus Presiden Bidang Energi dan Lingkungan Hidup, Hashim Djojohadikusumo, saat berbicara dalam Forum Kadin dan Madef di Paris, Prancis, sebagaimana dikutip dari Kompas.com, Kamis (17/7/2025).
“Presiden sudah menyetujui, dan kami menargetkan tahap pertama sebesar 500 MW. Ke depan akan ditingkatkan menjadi 10 GW. Perusahaan Prancis berpotensi turut serta dalam proyek ini,” ujar Hashim.
Fokus di Wilayah Barat dan Timur, Terapung dengan Teknologi SMR
Hashim menambahkan, sebagian besar proyek PLTN akan dibangun di wilayah Indonesia bagian barat, menyesuaikan kebutuhan energi yang lebih tinggi. Sementara itu, wilayah timur Indonesia akan menggunakan pendekatan berbeda, yakni melalui Small Modular Reactor (SMR) yang dapat dioperasikan secara terapung di atas kapal atau tongkang.
“Untuk kawasan timur, kita akan menggunakan reaktor kecil modular yang kemungkinan besar akan terapung. Ini solusi untuk wilayah terpencil yang sulit dijangkau,” jelasnya.
Hashim juga menekankan bahwa tenaga nuklir adalah sumber energi yang tergolong sangat aman, dengan insiden besar yang terjadi dalam sejarah—seperti di Chernobyl, Three Mile Island, dan Fukushima—semuanya disebabkan oleh kesalahan manusia (human error). Oleh karena itu, ia menyebut pentingnya integrasi kecerdasan buatan (AI) guna mengurangi risiko kesalahan operator.
“Dengan bantuan AI, sistem dapat dikendalikan sepenuhnya oleh komputer. Peran manusia menjadi pendukung saja,” imbuhnya.
Menko Perekonomian: Indonesia Sudah Siapkan MoU dengan AS dan Jepang
Di tempat yang sama, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyampaikan bahwa Indonesia juga tengah menjajaki kerja sama teknologi nuklir dengan negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Jepang, termasuk dalam pengembangan reaktor modular berskala kecil.
“Kita sudah menandatangani MoU dengan Amerika dan Jepang, salah satunya untuk pengembangan PLTN skala kecil sekitar 80 MW. Ini akan menjadi proses pembelajaran dan pengembangan bertahap,” ujar Airlangga, seperti dikutip dari CNBC Indonesia.
Airlangga menambahkan bahwa biaya teknologi SMR relatif lebih murah dibanding sumber energi lainnya karena efisiensinya yang tinggi. Ia menyatakan bahwa Indonesia belum membahas aspek teknis secara mendalam dengan Eropa, tetapi potensi kerja sama tetap terbuka lebar.
“Fuel-nya bisa bertahan 10 tahun. Banyak negara sudah mengadopsinya seperti Korea, Jepang, dan negara-negara Eropa. Namun, kita masih dalam tahap awal penjajakan,” kata Airlangga.
Konteks Global: Kebangkitan Energi Nuklir sebagai Solusi Transisi Energi
Laporan dari IEA (International Energy Agency) menunjukkan bahwa banyak negara saat ini kembali melirik energi nuklir sebagai bagian dari strategi global mencapai net-zero emission. Teknologi SMR menjadi sorotan karena sifatnya yang modular, cepat dibangun, dan cocok untuk daerah dengan keterbatasan infrastruktur.
Bahkan menurut BloombergNEF, pada 2030 nanti, PLTN dengan teknologi SMR diperkirakan akan tumbuh pesat karena didorong kebutuhan energi bersih dan kestabilan pasokan yang tak tergantung cuaca.
Sumber: Tribunnews.com/Sn