Jakarta|EGINDO.co Pemerintah Indonesia memasuki fase baru dalam implementasi Article 6.2 Perjanjian Paris dengan meresmikan perdagangan karbon internasional berbasis teknologi. Tonggak penting ini ditandai melalui penandatanganan Framework Agreement antara PT PLN (Persero) dan Global Green Growth Institute (GGGI), sebagai bagian dari kemitraan bilateral Indonesia–Norwegia.
Dalam kerja sama ini, Indonesia akan mengekspor 12 juta ton CO₂e dari proyek energi terbarukan melalui skema Generation-Based Incentive (GBI) Programme. Kesepakatan tersebut menjadi landasan menuju Mitigation Outcome Purchase Agreement (MOPA) yang direncanakan tuntas pada Desember 2025. Bila diselesaikan sesuai target, Indonesia berpotensi menjadi negara pertama yang mengoperasikan perdagangan karbon internasional di bawah Article 6.2.
Langkah ini juga memperluas cakupan pasar karbon nasional ke sektor teknologi energi bersih, setelah sebelumnya terfokus pada Nature-Based Solutions (NBS) yang telah menghasilkan pendanaan sebesar USD 260 juta. Pemerintah menegaskan bahwa integritas, transparansi, dan manfaat bagi masyarakat akan tetap menjadi prinsip utama dalam pengembangan pasar karbon.
Pemerintah Norwegia menyambut baik kesiapan teknis Indonesia dalam mengembangkan instrumen perdagangan karbon. Sementara itu, PLN memastikan kesiapan transisi energi melalui RUPTL 2025–2034, termasuk rencana penambahan 69,5 GW kapasitas pembangkit, di mana 76% berasal dari energi terbarukan. Langkah ini menjadi bagian penting dalam upaya Indonesia mencapai Net Zero Emissions pada 2060 atau lebih cepat. (Sn)