Indonesia Menetapkan, Korsel Tidak Menerapkan Pajak Karbon

Korea Selatan
Korea Selatan

Jakarta | EGINDO.co – Indonesia menetapkan, akan tetapi Korea Selatan (Korsel) tidak menerapkan Pajak Karbon. Pemerintah Korea Selatan tidak menerapkan Pajak Karbon di negaranya akan tetapi sudah memulai sistem perdagangan karbon (carbon trading) sejak 2015 melalui The Korea Emissions Trading Scheme (KETS).

Menteri Lingkungn Hidup Korea Selatan Han Jeoung-ae mengatakan dengan berlakunya UU Netral Karbon, Korsel memiliki dasar untuk mengejar kebijakan netral karbon selama 30 tahun ke depan. “Setelah melakukan diskusi sosial, target pengurangan emisi gas rumah kaca jangka menengah panjang akan ditetapkan dalam kisaran yang ditentukan oleh UU. Sementara itu, kami akan melakukan yang terbaik untuk merancang dan mengimplementasikan kajian dampak iklim dan langkah-langkah kebijakan baru lainnya,” kata Han dalam keterangan pers yang dikutip dari situs resmi Kementerian Lingkungan Hidup Korea Selatan.

Baca Juga :  Mencegah Penuaan Dini dengan Antioksidan Natural

Dengan skema tersebut, KETS diperkirakan mengikat sekitar 530 perusahaan dari berbagai sektor sebagai entitas yang memiliki kewajiban untuk melakukan carbon trading. Kementerian Lingkungan Korsel mencatat lebih dari 70% GHG Emissions merupakan subjek terhadap KETS.

Perdagangan karbon di Korea dilakukan lewat bursa sejalan dengan pembentukan Platform Informasi Pasar Emisi yang operasikan oleh Korea Exchange (KRX). Perdagangan karbon dengan kode Korean Allowance Units (KAU21) tercatat sebanyak 10.272 ton dengan harga 30.100 won Korea per ton sehingga nilai perdagangannya mencapai 307,6 juta won Korea atau setara dengan Rp3,68 miliar dengan asumsi kurs Rp12 per won. Chung Suh Yong, Director of Center for Climate and Sustainable Development Law and Policy Korea University.

Baca Juga :  Inovasi Masa Depan APP, Berkelanjutan Dan Netral Karbon

Disebutkan sejalan dengan ambisi Korsel untuk mengejar netral karbon pada 2050, The Korea Emissions Trading Scheme (KETS) telah memasuki fase kedua yang berlangsung pada 2018-2021. Mengutip laporan Environmental Defence Fund (EDF) pada 2018, KETS menetapkan batas atas jumlah emisi tahunan perusahaan sebanyak 125.000 ton CO2e atau lebih sebagai subjek. Perusahaan dengan tempat bisnis yang total emisi tahunannya mencapai 25.000 ton CO2e atau lebih juga menjadi subjek KETS. Sementara itu, perusahaan dengan emisi di bawah threshold dapat berpartisipasi secara volunter.

Fokus lainnya penggunaan lahan, laut, dan kota yang rendah karbon, mempromosikan industri rendah karbon, mengembangkan ekosistem ekonomi hijau untuk perusahaan rintisan, mengembangkan ekonomi sirkuler, transisi, pendekatan berbasis komunitas dan lokal, serta membangun kesadaran masyarakat.

Baca Juga :  Batal, Pajak Karbon Diterapkan Pada 1 April 2022

Kata Chung, Korsel terbuka untuk menjalin kesepakatan dengan negara lain untuk kerja sama alih teknologi maupun hibah untuk memperoleh kredit karbon. Menurutnya, Indonesia punya peluang besar untuk memanfaatkan celah tersebut terutama di bidang kehutanan karena Indonesia memiliki hutan alam yang terbentang luas.

Menyoal perdagangan karbon, Chung menyebut sistem harga (carbon pricing) harus diperkenalkan. Dalam konteks tersebut, ada dua cara yang bisa dilakukan, melalui penerapan pajak karbon dan menggunakan sistem perdagangan emisi (emission trading system/ETS).@

Bs/TimEGINDO.co

 

Bagikan :
Scroll to Top