Jakarta | EGINDO.co – Indonesia dan Malaysia akan mulai merencanakan koridor perjalanan di tengah COVID-19, kata menteri luar negeri kedua negara saat konferensi pers bersama, Senin (18 Oktober).
Dalam jumpa pers virtual, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mencatat selama Januari-Agustus tahun ini nilai perdagangan kedua negara mencapai US$13 miliar.
Ini meningkat 44 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar US$9 miliar.
“Untuk menjaga momentum ini dan mempercepat pemulihan ekonomi kedua negara, kami memandang penting untuk memfasilitasi mobilitas pelaku bisnis yang aman.
“Untuk itu, kami sepakat untuk mendorong kesepakatan Travel Corridor Arrangement (TCA) bagi para pelaku bisnis esensial dari kedua negara dan akan kami bahas sebagai salah satu persiapan kunjungan Perdana Menteri Malaysia,” kata Mdm Marsudi.
Ia menambahkan, hal itu akan melengkapi implementasi Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) Travel Corridor Arrangement Framework (ATCAF) yang akan segera dilaksanakan.
Menteri Luar Negeri Malaysia Saifuddin Abdullah melakukan kunjungan resmi empat hari ke Jakarta, kunjungan pertamanya ke ibu kota Indonesia setelah diangkat kembali sebagai menteri luar negeri pada 30 Agustus.
Di pihaknya, Saifuddin mengatakan dalam konferensi pers bahwa diperlukan perencanaan yang matang sebelum membuka jalur perjalanan.
“Saya menyarankan bahwa mungkin ada beberapa fase. Mungkin fase satu, fase dua, dan ini tergantung pada sektor atau hal-hal yang harus didahulukan. Yang berikutnya yang kurang penting, tapi mungkin di fase kedua, ”katanya.
Saifuddin mengatakan, misalnya, kunjungan dinas harus diprioritaskan. Alternatif lain, sarannya, adalah memfasilitasi perjalanan hanya di antara titik-titik tertentu, sambil membuka secara bertahap.
Saifuddin juga mengatakan bahwa kedua belah pihak dapat mempertimbangkan langkah-langkah seperti jalur hijau timbal balik, pengaturan koridor perjalanan dan jalur perjalanan yang divaksinasi. Detailnya akan menyusul kemudian.
“Mudah-mudahan, meskipun dalam new normal, peluang bisnis dan kemudian sektor lain akan mengikuti seperti pendidikan, pariwisata dan sebagainya,” katanya.
Menteri Malaysia juga mengatakan bahwa kedua belah pihak telah sepakat untuk bekerja menuju pengakuan bersama atas sertifikat vaksinasi COVID-19.
Ia mencatat, kedua negara tersebut memiliki aplikasi untuk melacak status vaksinasi COVID-19, yakni MySejahtera di Malaysia dan PeduliLindungi di Indonesia. Ia mengatakan bahwa hal ini dapat digunakan sebagai dasar untuk saling pengakuan terhadap sertifikat vaksinasi.
Mdm Marsudi menambahkan bahwa kedua pemerintah telah sepakat bahwa vaksin yang telah diberikan Daftar Penggunaan Darurat (EUL) oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) harus diperlakukan sama dan tidak boleh ada diskriminasi terhadap jenis vaksin tertentu.
“PUTUSAN YANG TEPAT” UNTUK MENGUNDANG PERWAKILAN NON-POLITIK DARI MYANMAR KE KTT: MARSUDI
Kedua menteri luar negeri juga menyinggung perkembangan regional, termasuk situasi di Myanmar.
Mereka mencatat, belum ada perkembangan signifikan dalam implementasi Konsensus Lima Poin Pemimpin ASEAN yang disepakati di Jakarta enam bulan lalu.
Jumat lalu, para menteri luar negeri ASEAN sepakat untuk hanya mengundang perwakilan non-politik dari Myanmar ke serangkaian pertemuan puncak kelompok pada akhir bulan.
Mdm Marsudi mengatakan pada hari Senin: “Saya pikir keputusan ini adalah keputusan yang tepat.”
Namun, dia menegaskan hal itu tidak akan menghentikan komitmen ASEAN untuk memberikan bantuan, termasuk bantuan kemanusiaan.
“Rakyat Myanmar memiliki hak dan berhak atas perdamaian dan kemakmuran. Keselamatan dan kesejahteraan masyarakat Myanmar akan terus menjadi prioritas Indonesia,” ujarnya.
Saifuddin juga mengungkapkan kekecewaannya dengan situasi di Myanmar.
Para pemimpin ASEAN telah menyetujui Konsensus Lima Poin tetapi utusan khusus kelompok itu (Menteri Luar Negeri Brunei Erywan Yusof) tidak diizinkan untuk melaksanakan tugasnya, katanya, Senin.
“Pada 15 Oktober, selain satu atau dua negara lain, sebagai ASEAN, kami (Malaysia dan Indonesia) cukup vokal dalam pandangan kami, tetapi pada saat yang sama, kami tetap menjunjung piagam ASEAN dan tidak hanya melihat satu sudut tetapi dari berbagai sudut.”
Topik lain yang dibahas dalam pertemuan bilateral tersebut antara lain situasi di Afghanistan, perlindungan TKI di Malaysia, serta diplomasi budaya.
Saifuddin dijadwalkan akan menemui Presiden Joko Widodo pada Senin nanti. Dia juga akan bertemu dengan pejabat ASEAN serta mahasiswa dan diaspora Malaysia selama perjalanannya.
Sumber : CNA/SL