Indonesia Alami Deflasi pada Mei 2025, Surplus Dagang Menyusut Tajam

Ilustrasi
Ilustrasi

Jakarta|EGINDO.co  Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa Indonesia mengalami deflasi pada Mei 2025. Pada saat yang sama, neraca perdagangan Indonesia masih mencatatkan surplus, namun nilainya merosot tajam dibanding bulan sebelumnya.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, menyampaikan bahwa Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Mei 2025 menunjukkan angka negatif, yang menandakan terjadinya deflasi sebesar 0,37 persen secara bulanan (month-to-month/MtM). Angka ini mengalami penurunan signifikan dari kondisi April 2025 yang masih mencatat inflasi sebesar 1,17 persen (MtM).

Secara tahunan (year-on-year/YoY), inflasi Indonesia tercatat sebesar 1,60 persen, lebih rendah dibanding April 2025 yang berada pada level 1,95 persen. Sementara itu, secara kumulatif dari Januari hingga Mei 2025 (year-to-date), tingkat inflasi mencapai 1,19 persen.

Pudji menjelaskan bahwa kelompok pengeluaran yang memberikan kontribusi terbesar terhadap deflasi pada Mei 2025 adalah kelompok makanan, minuman, dan tembakau, yang mengalami deflasi sebesar 1,40 persen dan memberikan andil terhadap deflasi nasional sebesar 0,41 persen.

Hasil deflasi ini sejalan dengan proyeksi sejumlah ekonom yang memperkirakan akan terjadi deflasi pada Mei 2025, namun realisasi deflasi tersebut lebih dalam dari perkiraan. Berdasarkan survei Bloomberg terhadap 14 ekonom, median proyeksi deflasi hanya sebesar 0,14 persen (MtM). Secara tahunan, sebanyak 25 ekonom memperkirakan inflasi Mei 2025 sebesar 1,87 persen (YoY), sedikit lebih tinggi dari realisasi.

Surplus Neraca Perdagangan Capai 60 Bulan, Tapi Nilainya Turun Drastis

Dalam kesempatan yang sama, BPS juga mengumumkan bahwa neraca perdagangan Indonesia pada April 2025 kembali mencatatkan surplus sebesar US$160 juta. Dengan capaian ini, Indonesia telah membukukan surplus perdagangan selama 60 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.

Nilai ekspor pada April 2025 mencapai US$20,74 miliar, tumbuh 5,76 persen dibanding April tahun sebelumnya. Sementara itu, nilai impor tercatat sebesar US$20,59 miliar. Meskipun surplus tetap terjadi, jumlahnya menyusut tajam dibanding surplus pada Maret 2025 yang mencapai US$4,33 miliar.

Surplus yang lebih rendah ini juga berada di bawah ekspektasi para ekonom. Konsensus dari 22 ekonom yang dihimpun Bloomberg memperkirakan median surplus neraca perdagangan sebesar US$2,85 miliar. Prediksi tertinggi berasal dari ekonom Standard Chartered Bank, Aldian Taloputra, yang memperkirakan surplus sebesar US$4,69 miliar. Sementara itu, prediksi terendah datang dari ekonom Sucor Sekuritas, Ahmad Mikail Zaini, dengan estimasi US$4 juta.

Kepala Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., Andry Asmoro, menyatakan bahwa penurunan nilai surplus perdagangan sejalan dengan melambatnya kinerja ekspor akibat penurunan harga komoditas global. Meski demikian, ia menilai bahwa langkah pelaku usaha dalam mengantisipasi penundaan penerapan tarif resiprokal turut menjaga ekspor tetap tumbuh secara positif.

Sumber: Bisnis.com/Sn

Scroll to Top