IHSG Tembus Rekor 8.602, Didukung Optimisme Ekonomi dan Kepastian Program Pembangunan

Investor mengamati pergerakan harga saham pada salah satu platform di Main Hall PT Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta.
Investor mengamati pergerakan harga saham pada salah satu platform di Main Hall PT Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta.

Jakarta|EGINDO.co Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali mencetak sejarah dengan mencapai rekor tertinggi 8.602, memperkuat tren penguatan pasar saham Indonesia sepanjang tahun. Lonjakan ini sekaligus membawa indeks kian mendekati target 9.000 yang sebelumnya disampaikan oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa sebagai level yang dapat dicapai dalam waktu dekat.

Kenaikan IHSG terutama ditopang oleh reli saham-saham berkapitalisasi besar di sektor perbankan, pertambangan, energi, dan telekomunikasi. Arus masuk dana asing ikut mendorong penguatan, seiring meningkatnya kepercayaan investor terhadap stabilitas ekonomi dan konsistensi kebijakan pemerintah.

Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa antusiasme pasar tidak hanya dipicu oleh faktor global, tetapi juga oleh keyakinan investor bahwa program pembangunan pemerintah kini berjalan sesuai rencana, bukan lagi sebatas konsep. Menurutnya, kepastian pelaksanaan tersebut meningkatkan keyakinan pasar bahwa prospek ekonomi ke depan akan lebih solid. Investor melihat ekonomi membaik dan agenda pembangunan mulai terealisasi, sehingga ekspektasi pertumbuhan otomatis meningkat, ujar Purbaya, Rabu (26/11/2025).

Selain faktor kebijakan, pelaku pasar turut merespons positif proyeksi pertumbuhan ekonomi kuartal IV yang diperkirakan lebih kuat, inflasi yang terkendali, serta peningkatan konsumsi menjelang akhir tahun. Kombinasi faktor-faktor ini menambah energi positif pada pergerakan indeks.

Dalam perspektif jangka panjang, sejumlah analis melihat peluang pertumbuhan IHSG masih terbuka lebar. Proyeksi optimistis menyebut IHSG berpotensi mencapai 30.000–35.000 pada 2030, didorong percepatan transformasi ekonomi, pendalaman pasar keuangan, serta meningkatnya kontribusi kelas menengah dan sektor digital.

Meski demikian, pelaku pasar tetap diminta mencermati risiko global, termasuk kebijakan suku bunga dunia dan dinamika ekonomi negara-negara besar yang berpotensi memicu volatilitas pasar. (Sn)

Scroll to Top