Jakarta|EGINDO.co Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada awal pekan ini, Senin (7/7/2025), mengalami tekanan dan bergerak melemah. Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG terpantau berada di zona negatif di level 6.861 pada pukul 10.30 WIB.
Penurunan IHSG ini memperpanjang koreksi yang terjadi sejak akhir pekan lalu, di mana indeks turun 0,19 persen. Tekanan jual asing juga tercatat cukup signifikan dengan nilai penjualan bersih (net sell) sebesar Rp239 miliar. Saham-saham berkapitalisasi besar seperti PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM), dan PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) menjadi yang paling banyak dilepas oleh investor asing.
Fanny Suherman, Kepala Riset Ritel BNI Sekuritas, mengungkapkan bahwa pergerakan IHSG pada hari ini cenderung mendatar (sideways) dengan rentang antara 6.830 hingga 6.950. “Pelaku pasar saat ini masih menantikan kejelasan mengenai kebijakan tarif Presiden Trump terhadap produk asal Indonesia,” ujarnya dalam riset pagi yang dikutip dari Kontan.
Secara teknikal, IHSG diprediksi berada di level support 6.780 hingga 6.830, dengan resistance pada kisaran 6.950 hingga 7.000. Analis menyarankan investor agar tetap berhati-hati dan selektif dalam memilih saham, sambil mencermati sentimen eksternal yang berkembang.
Di sisi lain, pasar saham Asia-Pasifik menguat pada perdagangan akhir pekan lalu, menyusul sentimen positif dari bursa saham Amerika Serikat. Penguatan ini dipicu oleh data tenaga kerja AS yang menunjukkan kondisi pasar kerja yang lebih solid dari perkiraan.
Indeks Dow Jones Industrial Average menguat 0,77 persen, S&P 500 naik 0,83 persen, dan Nasdaq Composite melonjak 1,02 persen. Data Departemen Tenaga Kerja AS mencatat adanya penambahan 147.000 lapangan kerja non-pertanian (nonfarm payrolls) selama Juni 2025, melampaui konsensus pasar sebesar 110.000 pekerjaan.
Tingkat pengangguran pun mengalami penurunan ke level 4,1 persen, lebih baik dari perkiraan sebelumnya yang sebesar 4,3 persen. Menurut analis CNBC International, laporan ketenagakerjaan yang solid ini mendorong naiknya imbal hasil obligasi pemerintah AS dan meredam ekspektasi pasar terhadap pemangkasan suku bunga oleh The Federal Reserve dalam waktu dekat.
Catatan Tambahan:
-
CNBC Indonesia menambahkan bahwa ketidakpastian tarif dari AS terhadap produk Indonesia terkait status negara berkembang dalam skema Generalized System of Preferences (GSP) masih menjadi sorotan pelaku pasar.
-
Bloomberg menyebutkan bahwa investor global kini lebih fokus pada outlook kebijakan moneter The Fed menyusul pemulihan pasar tenaga kerja AS.
Sumber: rri.co.id/Sn