IHSG Dibuka Menguat ke Level 7.102, Didukung Saham Komoditas

Ilustrasi
Ilustrasi

Jakarta|EGINDO.co Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melanjutkan tren penguatannya pada perdagangan Kamis, 5 Juni 2025. Berdasarkan data dari Bursa Efek Indonesia, IHSG dibuka naik sebesar 0,47 persen ke posisi 7.102, setelah pada penutupan perdagangan Rabu (4/6) ditutup menguat di level 7.069.

Analis pasar modal dari Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Rully Arya Wisnubroto, menyampaikan bahwa pergerakan IHSG pada hari ini diperkirakan akan tetap stabil di atas level support. “Peluang penguatan IHSG masih terbuka,” ujarnya.

Adapun level support IHSG diperkirakan berada di kisaran 7.021 hingga 6.973, sementara level resistance berada pada rentang 7.153 hingga 7.411.

Meskipun IHSG berhasil rebound pada perdagangan kemarin, tercatat masih terjadi aliran dana keluar dari investor asing. Sepanjang perdagangan Rabu, investor asing melakukan aksi jual bersih (net sell) sebesar Rp440,2 miliar.

Saham-saham yang menjadi penopang penguatan IHSG di antaranya adalah Amman Mineral Internasional (AMMN), Merdeka Battery Materials (MBMA), dan Merdeka Copper Gold (MDKA). Sementara itu, beberapa saham unggulan justru mengalami pelemahan, seperti Bank Rakyat Indonesia (BBRI), Bank Central Asia (BBCA), dan Astra International (ASII).

Menurut Rully, sikap investor asing yang masih cenderung berhati-hati disebabkan oleh sejumlah indikator ekonomi domestik yang menunjukkan tanda-tanda pelemahan. “Hal ini tercermin dari penurunan neraca perdagangan serta indeks PMI manufaktur yang mengalami kontraksi selama dua bulan berturut-turut,” jelasnya.

Salah satu faktor yang turut mendorong penguatan IHSG adalah kebijakan Bank Indonesia yang menurunkan suku bunga acuan (BI Rate) pada bulan Mei lalu. Namun, Rully menekankan bahwa dampak positif dari pelonggaran kebijakan moneter tersebut tidak dapat dirasakan secara instan. “Transmisi kebijakan moneter biasanya memerlukan waktu paling cepat satu semester untuk memberikan efek terhadap perekonomian,” katanya.

Di sisi lain, pemerintah dinilai masih berhati-hati dalam menggelontorkan stimulus fiskal di tengah prospek penerimaan negara yang cenderung menurun. Hingga saat ini, realisasi belanja negara baru mencapai 22,3 persen dari total anggaran.

Terkait dengan stimulus resmi pemerintah senilai Rp24,4 triliun, Rully berpendapat bahwa besaran tersebut belum cukup untuk mendorong pertumbuhan ekonomi secara signifikan. “Stimulus itu hanya berfungsi untuk menjaga agar perlambatan ekonomi tidak semakin dalam,” tutupnya.

Sumber: rri.co.id/Sn

Scroll to Top