Horee….Aek Sirahar Naik, Itu Cerita 50 Tahun Lalu

Kondisi Aek Sirahar ketika tidak meluap. (Foto: Fadmin Malau)
Kondisi Aek Sirahar ketika tidak meluap. (Foto: Fadmin Malau)

Catatan: Fadmin Malau

“Horee….Aek Sirahar naik,” suara senang dari anak-anak kala itu yang kini sudah berusia 60 tahun keatas. Begitu hujan turun anak-anak itu bergegas mengambil ember, menampung air hujan. Orangtua mereka menyuruh air hujan yang turun untuk ditampung itu dimasukkan ke dalam tong besar.

Anak-anak zaman itu bersorak gembira Aek Sirahar naik sebab akan mengambil udang di sungai atau Aek Sirahar itu dan berenang mengambil ranting-ranting kayu yang laput hanyut. Hanya ranting-ranting kayu yang lapuk maka dengan mudah memungutnya, bukan kayu balok besar bekas tebangan menghantam apa yang menghalanginya.

Itu cerita Aek Sirahar 50 tahun yang lalu. Aek Sirahar yang mengalir di Kampung Mudik Kecamatan Barus Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng) Provinsi Sumatera Utara (Sumut). Berbeda dengan Rabu (3/12/2025) dan Sabtu (6/12/2025) lalu, permukaan air Aek Sirahar naik tidak ada lagi seruan gembira. Horee….Aek Sirahar naik, Horee….Aek Sirahar naik. Tidak ada lagi ramai-ramai menampung air hujan.

Dahulu tidak ada jembatan penyeberangan, kini sudah ada di atas Aek Sirahar. (Foto: Fadmin Malau)

Kini berganti dengan kecemasan, was-was dan kepanikan. Ramai-ramai menyelematkan diri dan mengungsi menjauhi daerah tepian Aek Sirahar. Mengapa itu terjadi?

Aek Sirahar yang ada sekarang ini bukan seperti Aek Sirahar 50 tahun yang lalu. Kini Aek Sirahar sudah berubah total, tidak terlihat lagi air mengalir di sela-sela batu besar, tidak terlihat lagi perempuan mencuci pakaian di atas batu besar di sungai atau Aek Sirahar itu.

Semuanya telah berubah, kini tidak terlihat lagi anak-anak mandi malompek (red bahasa daerah Kampung Mudik: mandi melompat). Kini tidak lagi terlihat pada pagi hari orang atau penduduk kampung ramai mandi di Aek Sirahar dan saling berceritaria, satu dengan yang lainnya. Bertanya apa kabarnya, apa yang mau dikerjakan hari itu.

Kemudian ramai terlihat pulang dari Aek Sirahar membawa air di dalam bambu atau di dalam ember yang ditenteng. Kini tidak terlihat lagi orang-orang menyeberangi sungai atau Aek Sirahar itu dengan menjunjung beban di kepala dan tangan menjinjing barang dan baju atau celana diangkat keatas.

Semua telah berubah dan Aek Sirahar juga kini tidak berliku-liku lagi akan tetapi sudah lurus seperti jalan tol yang sangat lebar dengan air yang mengalir dengan kecepatan tinggi. Bebas hambatan sebab bebatuan di sungai Aek Sirahar itu tidak banyak lagi.

Aek Sirahar di Barus, Tapanuli Tengah, lebih dikenal karena signifikansi sejarah maritim dan perannya dalam penyebaran Islam awal di Nusantara, bukan karena cerita rakyat atau legenda spesifik mengenai asal usul sungai itu sendiri. Hal itu karena tidak menemukan adanya kisah cerita rakyat atau legenda yang khusus mengisahkan asal usul Aek Sirahar.

Sungai Aek Sirahar lebih sering disebutkan dalam konteks geografis dan bencana alam. Kini Aek Sirahar adalah nama sungai yang kondisi airnya dapat meluap dan menyebabkan banjir bandang di wilayah sekitarnya, seperti Kecamatan Andam Dewi dan Kecamatan Barus, terutama saat curah hujan tinggi atau terjadi longsor yang membendung alirannya.

Dalam konteks sejarah lokal sungai Aek Sirahar merupakan bagian dari lanskap alam di wilayah Barus, sebuah kota pelabuhan kuno yang terkenal sebagai pusat perdagangan kapur barus dan rempah-rempah sejak abad ke-7. Barus juga diakui sebagai gerbang masuknya Islam pertama di Indonesia, dengan bukti adanya makam-makam ulama kuno.

Kini bagaimana mengembalikan kembali Aek Sirahar pada kondisi 50 tahun yang lalu, indah, nyaman memesona dan rindu untuk mandi di Aek Sirahar yang airnya jernih, sejuk dan dingin. Pertanyaan ini menjadi tugas besar untuk menjawabnya agar jangan lagi permukaan air Aek Sirahar hobby meluap membuat rasa cemas dan was-was. Bersahabatlah Aek Sirahar seperti 50 tahun yang lalu. Semoga!

***

Penulis adalah Wakil Ketua Majelis Lingkungan Hidup Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Medan

Scroll to Top