Medan | EGINDO.co – Hari ini Rabu, 5 April 2023 merupakan puncak tradisi Cheng Beng yang sudah dimulai tiga pekan lalu. Informasi yang dihimpun EGINDO.co menyebutkan Cheng Beng merupakan tradisi ziarah kubur bagi masyarakat Tionghoa. Selain itu merupakan momen silaturahmi keluarga yang terpisah jauh. Chengbeng jatuh pada tanggal 5 April atau 4 April pada tahun kabisat.
Festival Chengbeng konon dihubungkan dengan festival makanan dingin (Han Shi Jie), festival itu sudah ada sejak periode musim semi musim gugur dinasti Zhou (771-476 SM).
Pantauan EGINDO.co pada jalan Stasiun tembus ke jalan Kongsi, Mariendal Medan adalah kuburan cina yang ada pada perbatasan kota Medan dengan Kecamatan Delitua Kabupaten Deliserdang.
Adapun kuburan itu persisnya di desa Suka Makmur Kecamatan Delitua Kabupaten Deliserdang. Pada dasarnya makam-makam tersebut berada di Mariendal Kota Medan dan di desa Suka Makmur Kecamatan Delitua Kabupaten Deliserdang Provinsi Sumatera Utrara.
Kemudian di lokasi itu terdapat juga kelenteng tua, dimana ada ucapan pada spanduk yakni selamat beribadah sembahyang Cheng Beng yang merupakan tradisi ziarah kubur dalam budaya tionghoa.
Cheng Beng memiliki arti terang benderang. Cheng Beng adalah ritual berjiarah arwah bagi masyarakat tinghoa. Berlangsung hingga selama tiga pekan yang puncaknya pada hari ini Rabu, 5 April 2023. Perayaan Chen Beng memiliki arti penting bagi keluara Tionghoa.
Selain menghormati arwah bagi anggota keluarga utama yang telah meninggal dunia, tradisi Cheng Beng juga mengharuskan keluarga yang terpisah jauh harus kembali menyatu dalam keluarga asal mereka untuk berziarah bersama-sama.
Jadi Cheng Beng adalah momen mempererat tali silaturahmi antar keluarga, karena pada hari Cheng Beng merupakan kesempatan bagi para perantau pulang kampung untuk kumpul bersama.
Ada sebuah tradisi dalam upacara ziarah makam pada saat festival Cheng Beng, yaitu menyebarkan kertas-kertas lima warna (pada beberapa daerah di Indonesia memakai kertas merang, kertas yang terbuat dari sekam padi berwarna kekuningan) di atas makam yang menandakan bahwa makam leluhur sudah selesai dibersihkan dan disembahyangi.
Ada kisah menarik dibelakang itu, tradisi menyebarkan kertas lima warna dipopulerkan selama masa dinasti Han (206 SM – 220 M). Liu Bang (247 SM – 195 SM) kaisar pertama dinasti Han sejak muda telah meninggalkan kampung halamannya meninggalkan kedua orang tuanya untuk pergi berperang melawan kekaisaran Qin. Setelah menumbangkan dinasti Qin dan mengalahkan rival terberatnya, Xiang Yu, Liu Bang diangkat sebagai kaisar pertama yang berasal dari kalangan rakyat jelata.
Setelah menjadi seorang kaisar, Liu Bang kembali ke kampung halamannya untuk menemui orang tuanya, namun sayang kedua orang tuanya telah lama meninggal dunia dan makam kedua orang tuanya tidak diketahui karena mereka sangat miskin sehingga nisanpun hanya terbuat dari kayu lapuk.
Selain itu Liu Bang tidak memiliki sanak saudara di kampung halamannya sehingga tidak ada keluarga yang merawat makam orang tua Liu Bang.
Liu Bang kemudian memerintahkan semua orang, pada saat Cheng Beng selain untuk mengunjungi dan membersihkan makam leluhurnya, pada setiap makam wajib diberikan kertas berwarna warni untuk menandakan bahwa makam itu sudah disembahyangi dan dibersihkan.
Lalu makam-makam yang tidak terawat yang tidak dipasangi kertas warna warni adalah makam kedua orang tua Liu Bang. Kemudian tradisi menyebarkan kertas warna warni menjadi tradisi pada saat ziarah makam Cheng Beng.@
Bs/fd/timEGINDO.co