Halal Bi Halal Hanya Ada Di Indonesia

Fadmin Malau
Fadmin Malau

Oleh: Fadmin Malau

Halal bi halal hampir seluruh masyarakat muslim di Indonesia melaksanakanya sejak awal sampai akhir Bulan Syawal. Kurang diketahui secara pasti asal-usul dan halal bi halal dari daerah mana pertama dilaksanakan halal bi halal, tapi kini sudah memasyarakat acara halal bi halal. Acara halal bi halal dilakukan berbagai kelompok masyarakat, organisasi masyarakat, organisasi politik, lembaga, instansi pemerintah, instansi swasta dan lainnya.

Hebatnya semakin keakhir Bulan Syawal semakin banyak yang melaksanakan acara halal bi halal sebuah tradisi saling meminta dan memberi maaf satu dengan lainnya dalam satu komunitas. Kata halal bi halal sepertinya Bahasa Arab akan tetapi di kalangan Bangsa Arab tidak mengenal kata halal bi halal.

Sementara semasa hidup Nabi Muhammad Saw tidak ada dilaksanakan halal bi halal. Kata halal bi halal ada dalam diserapan Bahasa Indonesia dengan arti maaf-memaafkan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadan. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ada kata Halal Bi Halal artinya hal maaf-memaafkan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadan, biasanya diadakan disebuah tempat oleh sekelompok orang, merupakan suatu kebiasaan khas Indonesia.

Mengutip tulisan Quraish Shihab, menjelaskan halal-bihalal merupakan kata majemuk dari dua kata Bahasa Arab halala yang diapit dengan satu kata penghubung ba (dibaca: bi) (Shihab, 1992: 317). Penjelasan Quraish Shihab tentang kata halal-bihalal berasal dari Bahasa Arab, akan tetapi masyarakat Bangsa Arab tidak mengenal dan melaksanakan tradisi yang ada di Indonesia acara halal bi halal.

Menurut Ensiklopedi Islam, (2000), hingga abad sekarang; baik di negara-negara Arab maupun di negara Islam lainnya (kecuali di Indonesia) memasyarakatnya tidak mengenal halal bi halal atau tidak ditemukan kegiatan halal bi halal.

Baca Juga :  Yakinlah, Wabah Ini Pasti Berlalu

Dalam Ensiklopedi Islam, (2000) itu kata halal bi halal bukan Bahasa Arab. Ensiklopedi Indonesia, (1978), menyebutkan halal bi halal berasal dari Bahasa (lafadz) Arab yang tidak berdasarkan tata Bahasa Arab (ilmu nahwu), sebagai pengganti istilah silaturahmi.

Ada cerita tentang halal bi halal yang katanya dimulai dari Keraton Surakarta, Mangkunegara I. Waktu itu ada pemikiran untuk menghemat waktu dan biaya maka para punggawa dan prajurit secara serentak datang ke istana untuk melakukan sungkem kepada raja dan permaisuri. Konon ceritanya apa yang dilakukan Pangeran Sambernyawa itu ditiru para organisasi Islam dengan memberi istilah halal bi halal. Aktivitas halal bi halal berkembang menjadi satu tradisi yang dilakukan ketika Hari Raya atau Idul Fitri.

Tidak ditemukan dalil yang kuat dalam ajaran Agama Islam tentang halal bi halal maka umat Islam harus cermat menyikapinya. Penulis menilai kata halal bi halal muncul dari kreativitas masyarakat muslim Indonesia dalam hal melahirkan bahasa serapan untuk memberi nama pada satu kegiatan yang bernuansa ke-Islam-an.

Untuk itu masyarakat muslim Indonesia harus menyikapi halal bi halal sebagai habdulminannas (hubungan manusia dengan manusia). Cermat menyikapi makna halal bi halal yang merupakan kreativitas umat Islam Indonesia dalam melahirkan satu bahasa serapan. Kata halal yang menjadi halal bi halal. Bila hanya kata halal saja berarti diperbolehkan atau diperkenankan. Makna kata halal merupakan lawan dari kata haram. Kemudian muncul kata bi halal yang memiliki arti diperbolehkan atau diperkenankan atau hal yang baik dilakukan pada hari yang baik.

Baca Juga :  Dampak HET Minyak Goreng, Terhadap Harga TBS Sawit

Secara umum halal bi halal dapat diartikan sebagai hubungan yang baik dilakukan manusia antar manusia (habdulminannas). Halal bi halal merupakan aktivitas manusia dalam hal yang baik pada hari dan bulan yang baik. Bila demikian maka halal bi halal bisa diartikan aktivitas manusia yang tidak dilarang (halal) dan dilakukan pada hari yang baik atau halal yakni pada Hari Raya Idul Fitri.

Cermat menyikapi karena tidak ditemukan dalil yang kuat dalam ajaran Agama Islam tentang halal bi halal maka umat Islam harus menyikapinya dengan tujuan yang jelas yakni silaturahmi. Hadist Nabi Muhammad Saw yang artinya, “Allah telah meletakkan dari umat ini tiga hal, yaitu kesalahan, lupa, dan perkara yang mereka tidak suka,” (HR. Ibnu Majah)

Dari hadist Nabi Muhammad Saw ini terlihat sifat lemah dari manusia yang tidak bisa luput dari kesalahan, manusia itu pelupa. Sifat lemah manusia ini bila dikaitkan dengan aktivitas halal bi halal bisa menjadi media atau tempat menjawab dari hadist tersebut.

Setidaknya manusia telah menyadari keberadaannya (eksistensi) di permukaan bumi ini bahwa dalam diri manusia itu memiliki dua kemungkinan sekaligus yaitu kemungkinan berbuat salah dan kemungkinan lupa maka manusia harus senantiasa meminta ampun kepada Allah Swt.

Hadist Nabi Muhammad Saw dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah Muhammad Saw bersabda yang artinya, “Barang siapa melakukan kezhaliman kepada saudaranya, hendaklah meminta dihalalkan (dimaafkan) darinya; karena di sana (akhirat) tidak ada lagi perhitungan dinar dan dirham, sebelum kebaikannya diberikan kepada saudaranya, dan jika ia tidak punya kebaikan lagi, maka keburukan saudaranya itu akan diambil dan diberikan kepadanya,” (HR. Al-Bukhari)

Baca Juga :  Dari Sibolga Menyatukan Pelabuhan Di Indonesia

Dari hadist Nabi Muhammad Saw ini apa yang dilakukan seorang muslim ketika melakukan salat maupun diluar salat seorang muslim harus senantiasa minta ampun atas kesalahan yang dilakukannya. Seorang muslim cenderung setiap hari melakukan kesalahan dan kelupaan maka manusia itu harus meminta ampun kepada Allah (istighfar) atas kesalahan yang dilakukannya.

Pada waktu yang bersamaan manusia melakukan kesalahan atas sesama manusia maka manusia itu harus meminta maaf atas kesalahan yang dilakukannya. Seorang muslim harus minta maaf kepada sesama muslim. Maaf atau memaafkan sesama kaum muslimin merupakan perintah Allah Swt dan Rasullullah Muhammad Saw.

Maaf dan memaafkan itu apa bila seorang muslim melakukan kesalahan atau kezhaliman kepada saudaranya, hendaklah meminta dihalalkan (dimaafkan) atas kezhaliman yang telah dilakukannya dan berjanji tidak akan melakukan hal yang sama. Maaf memaafkan sesama kaum muslimin tidak ditentukan waktu dan tempatnya akan tetapi ketika sadar melakukan kesalahan atau melakukan kezhaliman segera meminta maaf dan satu perbuatan mulia apa bila memberi maaf kepada orang yang meminta maaf atas kesalahannya.

Sedangkan aktivitas halal bi halal ditentukan waktunya yakni selama Bulan Syawal maka dari itu umat Islam perlu menyikapi halal bi halal secara cermat. Halal bi halal yang telah mentradisi dan membudaya pada masyarakat umat Islam Indonesia sesungguhnya dimaknai sebagai penghubung silaturahmi. Hal yang baik pada hari dan bulan yang baik dilakukan maka dilakukan sebagai pengikat silaturahmi. Halal bi halal harus dimaknai sebagai aktivitas manusia yang tidak dilarang (halal) dan dilakukan pada hari yang baik yakni Hari Raya Idul Fitri.

***

 

Bagikan :
Scroll to Top