Geotourism Berbasis Konservasi di Toba Caldera UNESCO Global Geopark: Belum Tampak Aksi Nyata di Geosite

Dr. Wilmar Eliaser Simandjorang, Dipl._Ec., M.Si
Dr. Wilmar Eliaser Simandjorang, Dipl._Ec., M.Si

Oleh: Dr. Wilmar Eliaser Simandjorang, Dipl.Ec., M.Si
Kawasan Danau Toba, sebagai salah satu danau vulkanik terbesar di dunia, menyimpan kekayaan geologi, budaya, dan ekologi yang luar biasa. Kawasan ini diakui sebagai UNESCO Global Geopark, namun implementasi nyata geotourism berbasis konservasi di lapangan—khususnya di geosite-geosite penting—masih minim terlihat. Keberadaan papan nama saja belum cukup; tanpa aksi nyata yang berpihak pada konservasi dan pemberdayaan masyarakat lokal, nilai strategis geopark akan tergerus oleh praktik pariwisata yang eksploitatif.

Geotourism: Pilar Konservasi dalam Pariwisata Berkelanjutan

Geotourism merupakan pendekatan pariwisata yang menekankan pelindungan warisan geologi, geomorfologi, serta integrasi nilai budaya dan edukasi. Berbeda dengan masstourism yang menitikberatkan pada jumlah kunjungan dan kontribusi ekonomi, atau ecotourism yang fokus pada pelestarian hayati, geotourism memberi perhatian khusus pada aspek abiotik yang kerap terabaikan. Geotourism mendorong pemahaman terhadap proses geologi dan mitigasi risiko bencana alam, sekaligus menjadikan wisatawan sebagai agen edukasi. Namun, hingga kini, banyak geosite di Kawasan Danau Toba belum memperlihatkan implementasi nyata konsep ini. Minimnya jalur edukatif, lemahnya pelibatan masyarakat sebagai pemandu, serta belum adanya sistem pengawasan yang efektif menunjukkan bahwa geotourism masih sekadar wacana.

Sinergi Geotourism, Ecotourism, dan Masstourism

Ketiga konsep pariwisata ini tidak seharusnya berjalan sendiri-sendiri. Masstourism bisa menjadi sumber pendapatan yang besar jika dikelola dengan prinsip keberlanjutan. Ecotourism mengutamakan konservasi dan pemberdayaan lokal. Sedangkan geotourism menjadi fondasi pelestarian warisan bumi dan budaya. Sinergi ketiganya memungkinkan terbentuknya sistem pariwisata yang adil, edukatif, dan berkelanjutan.

Toba Caldera: Potensi Besar, Aksi Kecil

Sebagai kawasan UNESCO Global Geopark, Toba Caldera seharusnya menjadi percontohan dalam pengembangan geotourism. Namun kenyataan di lapangan berbicara lain. Banyak geosite yang belum memiliki infrastruktur memadai, tidak ada papan interpretasi geologi yang edukatif, dan kurangnya kontrol terhadap aktivitas wisata yang merusak lingkungan. Bahkan, beberapa area sensitif justru dijadikan lokasi pembangunan fasilitas yang mengabaikan prinsip konservasi.

Strategi Pengelolaan Berbasis Konservasi

Diperlukan strategi yang terukur dan berbasis konservasi agar geotourism di Toba Caldera tidak hanya menjadi jargon. Strategi tersebut meliputi:

  1. Zonasi Wisata dan Pembatasan Pengunjung

Menetapkan daya dukung lingkungan dan menerapkan sistem pembatasan kunjungan di area rawan dan sensitif.

  1. Pemberdayaan Masyarakat Lokal

Melibatkan masyarakat sebagai pemandu wisata, pengelola homestay ramah lingkungan, serta pelaku konservasi aktif.

  1. Pembangunan Jalur Edukatif

Mengembangkan rute geowisata yang mengintegrasikan narasi geologi, sejarah budaya, dan kearifan lokal.

  1. Perlindungan Geositus Prioritas

Inventarisasi dan penetapan geosite yang wajib dilindungi, serta penerapan sanksi terhadap aktivitas yang merusak.

  1. Monitoring dan Evaluasi Rutin
  2. Melakukan pemantauan berkala terhadap dampak pariwisata dan penyesuaian kebijakan konservasi berbasis data.

Belajar dari Jeju Island Geopark

Jeju Island di Korea Selatan berhasil menjadikan geotourism sebagai ujung tombak pariwisata berkelanjutan. Di sana, edukasi dan konservasi berjalan seiring melalui pelibatan komunitas, pembatasan kunjungan, dan penyediaan informasi geologi yang lengkap. Pendekatan seperti ini dapat diadopsi dan disesuaikan untuk Kawasan Danau Toba.

Penutup: Saatnya Bertindak Nyata

Geotourism bukan sekadar label atau papan nama di geosite. Ia menuntut aksi konkret, dari perlindungan geositus, pemberdayaan masyarakat, hingga edukasi wisatawan. Konservasi harus menjadi landasan dari setiap langkah pengembangan pariwisata di Toba Caldera. Tanpa itu, status UNESCO Global Geopark akan kehilangan maknanya. Saatnya beralih dari deklarasi ke implementasi.

***

Penulis adalah Ketua Pusat Studi Geopark Indonesia / Penggiat Lingkungan

Scroll to Top