Oleh: Ir. Fadmin Malau
Lingkungan hidup adalah keseimbangan. Imbang berimbang adalah irama kehidupan. Artinya keseimbangan yang ada di bumi ini sebagai kunci dari kelestarian lingkungan hidup. Tuhan, Allah SWT telah menciptakan semua yang ada di bumi ini secara berpasang-pasangan. Ada laki-laki, ada perempuan. Ada siang, ada malam. Makna yang terkandung bahwa keseimbangan harus ada di bumi ini agar bumi terhindar dari kehancuran.
Berdasarkan peneliti dalam kajian ilmiah bahwa luas lahan di dunia ini hampir mencapai “batas aman” yakni seluas 58 persen dari jumlah tanah (lahan) dunia sudah dipergunakan. Apa bila batas aman itu dilanggar maka kerusakan lingkungan bakal terjadi. Dikhawatirkan jika sampai 60 persen lahan di dunia ini sudah dipergunakan maka kerusakan lingkungan terparah bakal terjadi. Bencana besar akan melanda dunia.
Kerusakan lingkungan yang berat itu akan mengancam kehidupan makhluk hidup, termasuk manusia. Bila lebih dari 60 persen lahan di dunia ini sudah dipergunakan untuk pemukiman, pabrik, gedung perkantoran, pusat bisnis dan lainnya maka dikhawatirkan bencana besar terus terjadi yang membawa bumi kepada kehancuran.
Hal yang sama juga terjadi pada sektor pertanian, bila lahan pertanian semakin berkurang maka daya dukung alam terhadap tanaman semakin lemah dan akhirnya bahan pangan untuk makhluk hidup, hewan dan manusia akan berkurang.
Mengutip tulisan dalam Jurnal Ilmiah Internasional, “Science” memaparkan padang rumput di Amerika Serikat (AS), Argentina, Afrika Selatan atau Afrika Tengah merupakan ekosistem alami yang paling banyak terdampak berkurangnya jumlah hewan dan tumbuhan akibat aktivitas manusia, tulis peneliti dalam jurnal “Science.”
Kemudian dalam jurnal ilmiah itu menyebutkan hutan Pinus dan Tundra di bagian utara merupakan kawasan yang kurang begitu terdampak. Kajian itu menjelaskan, secara keseluruhan ragam hewan dan tumbuhan menempati 58 persen lahan di dunia, berikut rumah dari 71 persen manusia telah berkurang melampaui batas aman yang ditetapkan.
Faktor utama penyebabnya perluasan pemukiman penduduk, pembangunan jalan, infrastruktur kota besar dan lainnya. Para peneliti membuat tanda “aman” sebagai tempat yang masih memiliki hewan dan tumbuhan dengan jumlah melimpah, setidaknya nilainya mencapai 90 persen dari total spesies di wilayah yang tak tersentuh aktivitas manusia.
Hasil riset tersebut didasari atas 2,38 juta catatan dari 39.123 spesies di 18.659 wilayah. Kemudian dikaji laju penurunan spesies setiap tahun yang dikaitkan dengan peningkatkan risiko atas berkurangnya proses alamiah seperti penyerbukan serangga bagi tanaman penghasil pangan, tingkat kesuburan tanah dan kemampuan hutan menyerap karbon dioksida sebagai penghambat alami perubahan iklim.
Tim peneliti Newbold dari Universitas College London juga meneliti tentang daya dukung lingkungan hidup di dunia yang menyimpulkan jika tingkat keseimbangan alam atau ekosistem terus terganggu maka sektor pertanian akan gagal karena terus terjadi pengurangan tingkat keragaman sehingga tanaman kesulitan menerima daya dukung alam atau tanaman tidak dapat tumbuh subur.
Kondisi lahan dalam skala internasional sangat dipengaruhi oleh kondisi lahan dalam skala nasional dan regional. Kondisi lahan secara nasional di Indonesia juga ditentukan oleh batas aman lahan yang tersedia. Kajian ilmiah yang akurat dan terukur harus dilakukan di Indonesia apakah batas aman lahan untuk penyelamatan lingkungan hidup. Kondisi lingkungan hidup aman apa bila masih dibawah capaian “batas aman” yakni seluas 58 persen dari jumlah tanah (lahan) di Indonesia yang sudah dipergunakan.
Hal yang sama juga berlaku untuk skala regional seperti Provinsi Sumatera Utara dan Kota Medan misalnya. Kondisi lingkungan hidup aman dibawah capaian “batas aman” yakni seluas 58 persen dari jumlah tanah (lahan) di Kota Medan yang sudah dipergunakan patut menjadi perhatian.
Pemerintah Indonesia sebaiknya mengawasi regulasi (Undang-Undang) yang mengatur lingkungan hidup. Pengawasan dan penindakkan sangat dibutuhkan agar lingkungan hidup dapat diselamatkan. Hal ini penting karena menyelamatkan lingkungan hidup berarti menyelamatkan manusia dari kematian. Regulasi mutlak dilaksanakan, mulai dari yang paling bawah yakni Peraturan Daerah (Perda) sampai kepada Undang-Undang. Misalnya, Perda yang mengharuskan adanya Ruang Terbuka Hijau (RTH) minimal 30 persen dari luas wilayah mutlak diwujudkan sebab kata minimal yang menandakan batas bahaya apa bila tidak diwujudkan. Sebaiknya bukan minimal 30 persen akan tetapi di atas 30 persen.
Faktanya hari ini RTH di Kota Medan sudah kurang dari batas minimum 30 persen. Artinya secara regional, lingkungan hidup di Kota Medan dalam kondisi bahaya. Wajar jika hari hujan Kota Medan dilanda banjir. Wajar jika banyak daerah kabupaten/kota di Indonesia yang acapkali dilanda banjir bandang dan tanah longsor. Para pembuat kebijakan harus tegas menegakkan aturan yang ada demi hilangnya nyawa manusia dan kerugian harta benda. Kerusakan ekologis memiliki konsekuensi sangat berbahaya dan selalu tidak sebanding dengan keuntungan ekonomi sesaat yang diperoleh.
Ekonomi berkelanjutan harus menjadi tujuan utama sebab lingkungan dan semua planet dalam batas aman bagi aktivitas pembangunan manusia terhadap keragaman, perubahan iklim, tingkat keasaman laut dan air bersih. Kunci penyelamatan lingkungan hidup menguatkan hubungan antara keberlangsungan ekosistem dengan keragaman spesies dan aktivitas manusia serta pertumbuhan ekonomi.
Menyelamatkan lingkungan bukan berarti mematikan perekonomian dan pembangunan akan tetapi perekonomian dan pembangunan harus berjalan seiring, selaras dan seimbang dengan keseimbangan alam. Bila ini dilakukan maka lingkungan hidup akan lestari dan manusia bisa hidup dari generasi ke generasi.@
***
Penulis adalah Wakil Ketua Majelis Lingkungan Hidup PD. Muhammadiyah Kota Medan Provinsi Sumatera Utara