Jakarta|EGINDO.co Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah menyusun peraturan terkait pengolahan uranium dan thorium sebagai bahan bakar untuk Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), khususnya yang direncanakan akan dibangun di Kalimantan.
Potensi energi nuklir tersebut diketahui berada di Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat, dengan cadangan uranium diperkirakan mencapai 24.112 ton, sebagaimana tercantum dalam Atlas Geologi Sumber Daya Mineral dan Energi Kalimantan Barat.
Meski demikian, pemanfaatan energi nuklir sebagai sumber energi primer masih menanti kebijakan resmi pemerintah serta hasil studi kelayakan pembangunan PLTN.
Wakil Menteri ESDM, Yuliot Tanjung, menyampaikan bahwa pemerintah saat ini tengah menata skema perizinan di wilayah usaha yang mengandung zat radioaktif. Mengingat sifat uranium dan thorium yang sensitif dan berisiko tinggi, perizinannya harus dilakukan secara ketat. Untuk itu, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) serta Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) turut dilibatkan dalam penyusunan regulasi tersebut.
Selain itu, tata kelola pertambangan uranium dan thorium juga akan mengacu pada ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2025 tentang Perubahan Keempat atas UU Nomor 4 Tahun 2009 mengenai Pertambangan Mineral dan Batubara.
“Kami sedang mempersiapkan Peraturan Pemerintah (PP)-nya. Harapannya, PP ini nanti dapat mengatur proses pemurnian dan pengolahan bahan radioaktif agar dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi,” ujar Yuliot di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (20/6/2025).
Pemerintah menargetkan pembangunan PLTN dengan kapasitas total 500 megawatt (MW) dalam 10 tahun ke depan, sebagaimana tercantum dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) 2025–2035. Diharapkan, pasokan listrik dari pembangkit nuklir ini dapat masuk ke jaringan PLN pada 2032–2033. Rencana pembangunan meliputi PLTN di Sumatra dengan kapasitas 250 MW dan di Kalimantan sebesar 250 MW.
Lebih lanjut, Yuliot mengungkapkan bahwa pemerintah tengah mengkaji pemanfaatan teknologi Small Modular Reactor (SMR) dalam pengembangan PLTN. Teknologi SMR saat ini diketahui dimiliki oleh Rusia dan China.
Ia pun menantikan hasil kunjungan Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, yang turut mendampingi Presiden Prabowo dalam lawatan ke Rusia. Kunjungan tersebut disebut-sebut akan membahas peluang kerja sama dalam pengembangan PLTN.
“Teknologi yang ditawarkan berasal dari China atau Rusia. Mungkin kunjungan Pak Menteri ke Rusia membahas hal ini. Kita masih menunggu penjelasan resminya,” tambah Yuliot.
Berdasarkan data Bisnis, ketertarikan untuk berinvestasi dalam proyek PLTN di Indonesia telah disampaikan oleh sejumlah negara. Perusahaan nuklir asal Rusia, Rosatom, telah mengajukan tawaran investasi yang dianggap menarik. Selain itu, Westinghouse Electric Corporation dari Amerika Serikat serta China National Nuclear Corporation (CNNC) juga menyatakan minat untuk membangun PLTN di Indonesia.
Sumber: Bisnis.com/Sn