Emisi Gas Buang dan Bising Knalpot Perlu Pembuktian

Pemerhati masalah transportasi dan hukum AKBP (P) Budiyanto SH.SSOS.MH.
Pemerhati masalah transportasi dan hukum AKBP (P) Budiyanto SH.SSOS.MH.

Jakarta|EGINDO.co Pemerhati masalah transportasi dan hukum Budiyanto mengatakan, Kepolisian sedang gencar-gencarnya melakukan pemeriksaan terhadap emisi gas buang dan bising knalpot. Pemeriksaan tersebut tentunya mengacu pada ketentuan atau regulasi Undang – Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nomor 22 Tahun 2009 ttg LLAJ dan aturan turunan lainnya.

Ia katakan, dalam pasal 48 ayat ( 3 ) persyaratan laik jalan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) ditentukan oleh kinerja minimal kendaraan bermotor yang diukur sekurang – kurangnya terdiri atas:

a. Emisi gas buang .

b. Kebisingan suara.

Tilang adalah bukti pelanggaran lalu lintas tertentu, yang kriterianya antara lain adalah pelanggaran Kasat mata. “Yang menjadi pertanyaan kita semua, apakah pelanggaran emisi gas buang termasuk pelanggaran kasat mata, jawabannya tentunya tidak,”kata Budiyanto. 

Baca Juga :  Ancaman Kebakaran Musim Panas Di Yunani Semakin Dekat

Bagaimana dengan penegakan hukum yang dilakukan oleh Polri terhadap pelanggaran tersebut, menurut Pemerhati Budiyanto, mengacu pada ketentuan pasal 48 yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 mengatakan bahwa setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan harus memenuhi persamyaratan teknis dan laik jalan. Ketentuan pidananya juga sudah diatur dalam pasal 285 ayat ( 1 ) dan ayat ( 2 ) Undang – Undang Nomor 22 Tahun 2009.

Ilustrasi uji emisi

Mantan Kasubdit Bin Gakkum AKBP (P) Budiyanto menjelaskan, Dalam penyidikan atau penindakan terhadap Peristiwa pidana tetap mengacu pada hukum acara pidana tentang persyaratan formal dan material. Persyaratan ini apabila dilanggar tentunya dapat berkonsekuensi terhadap masalah- nasalah hukum, misal: Pra Peradilan.
Pelanggaran emisi gas buang dan bising knalpot sekali lagi bukan pelanggaran kasat mata. Sehingga kita sarankan dalam proses penegakan hukum terhadap pelaggaran tersebut sebaikntnya melibatkan Intansi Dinas lingkungan hidup dan kehutanan yang memiliki kompetensi dibidangnya dan diperkuat dengan penyediaan alat yang terkaligrafi ( keakuratan hasil terjamin ).

Baca Juga :  Xi Bicara Dengan Zelenskyy; Beijing Akan Kirim Utusan Khusus

Kebisingan suara akan akan dipengaruhi oleh jenis knalpot: standart, aftermarket atau Ricing. “Masing – masing jenis knalpot tersebut tentunya akan berbeda terhadap suara yang dikeluarkan dan emisi gas buang yang dikeluarkan, “tandasnya.

Ilustrasi knalpot bising

Ungkapan Budiyanto, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 56 Tahun 2019 tentang ambang batas kebisingan kendaraan bermotor type baru dan kendaraan yang sudah lama diproduksi.
a. Kapasitas kendaraan 80 cc, kebisingan maksimal 77 db.
2. Kapasitas kendaraan 80 cc – 175 cc, kebisingan maksimal 80 db.
3. Kendaraan kapasitas distas 175 cc, maksimal kebisingan 83 db .

Lanjutnya, masalah emisi gas buang mengacu pada standart Euro 4:
Bensin : No x 150 mg/ km.
Diesel : No × 500 mg / km.
Diesel PM 50 mg / km Atau mengacu pada PM Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Standart baku mutu terkait kadar HC ( Hudrokarbon ) dan CO ( karbon monosikda ) yang keluar dari knalpot kendaraan, apabila karbon HC distas 2000 Ppm dan CO2:  4,5 % maka kendaraan tidak lulus uji.

Baca Juga :  Menkeu: Surplus APBN Tembus Rp153,5 Triliun Hingga Juli 2023

“Dengan demikian bahwa penentuan emisi gas buang dan kebisingan knalpot ada regulasi yang mengatur dan untuk menghitungan diperlukan alat dan kompotensi atau keahlian pemeriksa, ” tegas Budiyanto.

@Sadarudin

Bagikan :
Scroll to Top