Emas Masih Dalam Ketidakpastian: Analis Terpecah, Ritel Tetap Optimistis

ilustrasi
ilustrasi

Jakarta|EGINDO.co  Proyeksi jangka pendek terhadap harga emas masih terbagi. Dari survei mingguan Kitco News (disiarkan oleh Kitco Metals), para analis menunjukkan pandangan yang terbagi antara bearish dan netral, sementara investor ritel mempertahankan keyakinan kuat akan penguatan harga logam mulia ini.

Darin Newsom, Analis Senior dari Barchart.com, memperkirakan harga emas akan bergerak datar (sideways) dalam waktu dekat. Menurutnya, tidak ada pemicu signifikan untuk penurunan drastis, meskipun minat pembelian mungkin bergeser ke logam seperti perak dan tembaga secara perlahan. “Namun kekuatan utama emas sebagai lindung nilai terhadap gejolak global tetap kokoh.” Ia juga menyinggung kemungkinan pembelian emas dalam jumlah besar oleh China, namun belum terlihat dampaknya terhadap pasokan pasar dalam waktu dekat.

Di sisi lain, analis Commerzbank mengambil posisi netral. Mereka menyatakan bahwa harga emas sedang berada dalam fase mencari arah, seiring semakin dekatnya beberapa kesepakatan dagang yang dapat mengurangi daya tarik emas sebagai aset aman. Menurut mereka, harga saat ini sudah berada di tingkat kejenuhan.

Menurut Reuters, harga emas spot melemah sekitar 0,38% pekan lalu ke kisaran US$3.338,36 per troy ounce, sementara emas berjangka Comex di AS turun 0,68% ke US$3.335,60 per troy ounce reuters.comreuters.com. Penguatan indeks dolar AS juga menambah tekanan karena membuat emas lebih mahal bagi pembeli internasional.

Masih Ada Peluang Naik: Strategi The Fed dan Sentimen Pasar

Presiden & COO Asset Strategies International, Rich Checkan, menyatakan bahwa penurunan pekan lalu justru menjadi dasar penguatan pada pekan ini. Dalam pandangannya, jika The Fed mempertahankan suku bunga, harga emas dan perak tetap akan menguat; dan jika terjadi pemangkasan suku bunga, keduanya bisa melonjak lebih tinggi.

Sependapat, Kevin Grady dari Phoenix Futures menyebut koreksi kali ini bersifat teknikal saja, dengan kemungkinan mundur ringan namun tidak sampai ke level US$2.700. Ia menyebut algoritma perdagangan lebih sensitif terhadap sentimen berita, sehingga volatilitas bisa terjadi ketika pasar saham menguat. Fokus pekan ini berada pada pernyataan The Fed, data inflasi PCE, dan laporan ketenagakerjaan nonfarm payrolls sebagai penentu arah kebijakan bank sentral. Grady yakin bahwa sinyal dovish dari The Fed akan mendukung reli emas, bahkan jika saham juga meningkat karena faktor yang berbeda.

Ia juga mencatat tren global bahwa bank‑bank sentral tetap aktif membeli emas, sebagai strategi diversifikasi dari dominasi dolar AS — dan tren tersebut masih akan berlanjut.

Sisipan dari Reuters: Emas Meraih Puncak Lima Pekan

Menurut laporan Reuters, pada 22 Juli 2025 harga emas sempat mencapai level tertinggi lima pekan, karena ketidakpastian perdagangan dan penurunan imbal hasil obligasi AS menciptakan minat terhadap aset aman reuters.com. Situasi tersebut mempertegas peran emas sebagai pelindung nilai dalam kondisi pasar yang tidak menentu.

Kesimpulan

Ringkasnya, meskipun sentimen jangka pendek masih ambigu — terbagi antara sikap netral dan agak bearish — pandangan jangka menengah hingga investor ritel tetap menunjukkan optimisme. Faktor penentu berikutnya adalah sikap kebijakan The Fed, pergerakan indeks dolar, dan dinamika negosiasi dagang global. Dengan inflasi yang relatif stabil dan ancaman gejolak geopolitik yang belum sepenuhnya hilang, fondasi penguatan harga emas tetap kuat.

Sumber: Bisnis.com/Sn

Scroll to Top