Efendy Naibaho: Samosir Dilanda Kemarau Panjang, Pemkab Pesta Pora

Pendistribusian Air Bersih di Desa Dosroha Kecamatan Simanindo oleh Pemkab Samosir
Pendistribusian Air Bersih di Desa Dosroha Kecamatan Simanindo oleh Pemkab Samosir

Medan | EGINDO.com – Kondisi kemarau panjang melanda Kabupaten Samosir, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) justru menjadi sorotan akibat menggelar berbagai acara hiburan yang dinilai tidak sensitif terhadap situasi masyarakat.

Tokoh masyarakat Samosir, Efendy Naibaho, dengan tegas mengkritik langkah Pemkab yang disebutnya lebih sibuk berpesta pora daripada memikirkan kesulitan warga yang terdampak kekeringan. “Kita sedang mengalami kemarau panjang. Sumur warga mulai kering, tanaman mati, bahkan beberapa desa mulai kesulitan mendapatkan air bersih. Tapi apa yang dilakukan pemerintah? Mereka justru menggelar acara besar-besaran,” ujar Efendy, pada Jumat (25/7/2025) dalam siaran persnya yang diterima EGINDO.com.

Efendy menyinggung gelaran acara budaya bertajuk Tao Toba Jou-Jou yang rencananya dilangsungkan pada 25–27 Juli 2025. Menurutnya, kegiatan tersebut tidak tepat waktu dan terkesan mengabaikan kepentingan dasar masyarakat. Ia menilai, pemerintah seharusnya mengarahkan anggaran untuk penanggulangan dampak kekeringan, seperti penyediaan air bersih, irigasi darurat, dan bantuan kepada petani yang gagal panen.“Ini bukan soal menolak budaya, tetapi soal prioritas. Saat rakyat kesulitan, pemerintah justru menari di atas penderitaan mereka,” lanjut Efendy.

Warga di sejumlah desa, seperti Desa Tanjungan, Hatinggian, dan Limbong, dilaporkan mulai membeli air bersih dari luar desa karena sumber mata air mereka mengering sejak akhir Juni 2025. Beberapa petani mengaku mengalami gagal panen akibat tidak adanya air untuk mengairi sawah dan ladang. Bahkan, tanaman kopi dan jagung yang menjadi andalan di wilayah Harian dan Simanindo mulai menguning dan mati.

Efendy mempertanyakan keberpihakan pemerintah terhadap masyarakat. Ia mengaku heran dengan sikap Bupati Samosir yang lebih memilih mengejar pencitraan melalui festival, ketimbang turun langsung mendengar keluhan rakyat. “Ini bukan kali pertama. Hampir setiap ada perayaan atau event besar, selalu diadakan tanpa mempertimbangkan situasi masyarakat. Padahal anggarannya bisa dialihkan untuk kebutuhan mendesak,” katanya.

Dalam situasi normal, Efendy menyebut dirinya mendukung penuh pelestarian budaya Batak dan pariwisata Tao Toba. Namun saat ini, ia menekankan perlunya empati dari pejabat publik terhadap penderitaan warga. Kritik Efendy mendapat dukungan dari sejumlah tokoh adat dan masyarakat di Kecamatan Nainggolan dan Palipi. Mereka menilai pemerintah perlu lebih peka dan membuka ruang dialog sebelum menetapkan agenda hiburan skala besar. “Banyak warga sekarang sedang berpikir bagaimana caranya bisa mendapatkan air. Tapi pemerintah justru fokus pada panggung musik dan tari-tarian. Ini mencederai rasa keadilan,” ujarnya.

Dalam pernyataannya, Efendy meminta agar Pemkab meninjau ulang kegiatan Tao Toba Jou-Jou, atau setidaknya menyesuaikan pelaksanaannya agar lebih sederhana dan bernuansa kepedulian sosial. “Kalau pun tetap digelar, minimal ada aksi nyata Pemkab membantu warga terdampak kekeringan. Jangan sampai rakyat merasa ditinggalkan,” tegasnya.

Ia mendorong DPRD Kabupaten Samosir untuk segera memanggil pihak eksekutif guna menjelaskan kebijakan anggaran dalam menghadapi musim kemarau 2025 ini. Sementara itu, Kepala Dinas Sosial Kabupaten Samosir belum memberikan tanggapan resmi atas desakan tersebut. Namun sejumlah pejabat terpantau mengikuti gladi resik pembukaan acara di Pangururan sejak Rabu malam. Kegiatan Tao Toba Jou-Jou disebut-sebut menelan anggaran hingga miliaran rupiah, dengan menghadirkan artis nasional dan parade budaya dari berbagai daerah.

Kondisi ini sangat kontras dengan kenyataan di lapangan, di mana beberapa sekolah di Kecamatan Sianjur Mulamula dan Ronggur Nihuta sudah kekurangan air bersih untuk sanitasi. “Kalau untuk event bisa disiapkan segalanya, kenapa untuk air bersih rakyat malah dibiarkan?” ujar Efendy.

Ia juga menyampaikan kekhawatiran akan dampak jangka panjang kekeringan terhadap ketahanan pangan dan kesehatan masyarakat, terutama anak-anak dan lansia. Efendy berharap Pemkab segera membentuk satuan tugas darurat kekeringan yang bertugas mendistribusikan air, menyediakan tandon di desa-desa, serta memberi bantuan bagi petani dan pelaku UMKM terdampak. “Jangan tunggu bencana meluas baru sibuk. Cegah sejak dini. Tugas pemerintah itu bukan berpesta, tapi melayani,” pungkas Efendy.

Sampai berita ini diturunkan, hujan belum mengguyur kawasan Samosir secara signifikan dalam dua bulan terakhir. BMKG memprediksi musim kemarau akan berlangsung hingga awal September 2025.@

Rel/timEGINDO.com

Scroll to Top