Jakarta|EGINDO.co Pemerhati masalah transportasi dan hukum, Budiyanto, menanggapi dugaan pengoplosan bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax yang dilakukan oleh oknum di Pertamina. Menurutnya, jika dugaan ini benar, maka hal tersebut merupakan pengkhianatan terhadap bangsa dan rakyat, terutama bagi para pengguna kendaraan pribadi yang selama ini mengandalkan Pertamax sebagai bahan bakar utama.
Sebagaimana diketahui, bahan bakar berperan penting dalam mobilitas kendaraan, baik kendaraan pribadi maupun angkutan umum. Penyediaannya dapat berasal dari perusahaan negara seperti Pertamina maupun penyedia swasta. Kualitas bahan bakar sangat menentukan kinerja mesin kendaraan, kualitas emisi gas buang, serta dampak terhadap pencemaran udara.
Kontribusi Kendaraan terhadap Polusi Udara
Polusi udara di Jakarta masih menjadi permasalahan yang kompleks, di mana kendaraan bermotor menjadi penyumbang terbesar dengan kontribusi sekitar 47 persen dari total emisi polutan. Pertamax, sebagai bahan bakar dengan angka oktan (Research Octane Number/RON) tinggi, memiliki keunggulan dalam menghasilkan pembakaran yang lebih sempurna. Hal ini berdampak pada efisiensi mesin, usia pakai komponen kendaraan yang lebih panjang, serta tingkat emisi yang lebih rendah, sehingga dapat membantu mengurangi polusi udara.
Namun, dengan adanya dugaan pengoplosan Pertamax, dampak negatif yang ditimbulkan sangat luas. Konsumen yang membeli bahan bakar dengan kualitas yang tidak sesuai standar berisiko mengalami kerusakan mesin secara perlahan. Selain itu, emisi gas buang yang dihasilkan menjadi lebih buruk, sehingga dapat memperburuk kondisi pencemaran udara.
Kepercayaan Publik yang Dipertaruhkan
Budiyanto menegaskan bahwa dugaan pengoplosan bahan bakar ini sangat merugikan masyarakat, terutama pengguna kendaraan pribadi yang mengandalkan Pertamax sebagai bahan bakar utama. Kepercayaan konsumen terhadap Pertamina sebagai penyedia BBM berkualitas dapat hilang, dan mereka berpotensi beralih ke penyedia bahan bakar swasta seperti Shell, BP, atau Vivo, yang dinilai memiliki standar kualitas lebih terjaga.
Selain itu, ia juga menyoroti aspek pengawasan di dalam tubuh Pertamina. Jika praktik ini telah berlangsung lama, maka ada kelemahan dalam sistem pengawasan internal. Ia mempertanyakan bagaimana tindakan melawan hukum seperti ini bisa terjadi tanpa terdeteksi dalam waktu yang cukup panjang.
“Oleh karena itu, kasus ini harus diusut secara menyeluruh dan tidak hanya berhenti pada oknum yang telah tertangkap. Saya yakin masih ada pelaku lain yang terlibat. Integritas pejabat jangan sampai tergadai hanya demi keuntungan pribadi dan kelompok tertentu,” tegas Budiyanto.
Tuntutan Investigasi dan Transparansi
Masyarakat kini menanti langkah tegas dari pihak berwenang untuk mengusut tuntas dugaan pengoplosan Pertamax ini. Selain menindak pelaku yang bertanggung jawab, transparansi dari Pertamina mengenai kualitas bahan bakar yang mereka pasarkan juga menjadi hal yang sangat penting.
Jika tidak ada langkah konkret untuk memperbaiki masalah ini, kepercayaan publik terhadap Pertamina dapat semakin menurun, dan masyarakat berpotensi beralih ke produk bahan bakar alternatif yang dianggap lebih terpercaya. (Sadarudin)