Jakarta | EGINDO.co – Beli rokok ketengan per batang itu satu bukti bahwa tingkat daya beli masyarakat sangat rendah dan pemerintah harus paham itu dan bukan melarang orang menjual rokok ketengan per batang karena itu bukan solusi untuk meningkatkan perekonomian masyarakat.
Hal itu dikatakan pengamat sosial, ekonomi kemasyarakatan Dr. Rusli Tan, SH, MM kepada EGINDO.co pada Rabu (31/7/2024) di Jakarta menanggapi dilarang jual rokok ketengan per batang dimana Presiden Joko Widodo telah menerbitkan aturan pelaksana dari Undang-Undang No.17/2023 tentang Kesehatan melalui Peraturan Pemerintah RI No. 28/2024. Dalam pasal 434 ayat 1 disebutkan larangan individu menjual produk tembakau dan rokok elektronik secara eceran atau per batang.
Menurut Rusli Tan, pemerintah sekarang ini yang usianya dalam waktu tiga bulan lagi sangat hebat dan kreatif mengeluarkan peraturan yang menghambat perekonomian masyarakat. Larangan menjual rokok ketengan per batang itu bukan solusi karena banyak penjual rokok ketengan per batang itu karena memang sangat membutuhkan pekerjaan, tidak ada pekerjaan yang dikerjakannya maka dengan pekerjaan halal menjual rokok per batang.
“Banyak masyarakat yang membeli rokok batangan seperti supir-supir dan lainnya karena daya beli masyarakat rendah maka membeli rokok ketengan. Pemerintah harus memikirkan bagaimana agar daya beli masyarakat itu tinggi sehingga perekonomian masyarakat meningkat, bukan membuat larangan larangan orang untuk berusaha, bekerja seperti para pedagang rokok ketengan,” kata Rusli Tan kesal.
Menurutnya pemerintah apa sudah siap menghadapi para pengangguran yang semakin meningkat dari para pedagang rokok, pekerja di pabrik rokok dan para petani tembakau yang juga nantinya akan kehilangan pekerjaan. “Harusnya pemerintah memikirkan agar pengangguran tidak terus meningkat karena akan membahayakan perekonomian. Pemerintah harusnya kreatif membuat peraturan untuk memberantas korupsi karena yang membuat perekonomian sulit berkembang karena ulah para koruptor,” kata Rusli Tan menegaskan.
Sementara itu pengusaha ritel memandang bahwa larangan penjualan rokok eceran bukan menjadi solusi tepat menekan angka prevalensi perokok anak. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey memandang bahwa penjualan rokok secara ketengan atau batangan bukan menjadi persoalan, selagi rokok yang dijual merupakan rokok legal bercukai. Menurutnya, persoalan utama yang terjadi saat ini adalah maraknya penjualan rokok ilegal tak bercukai di pasaran.
Menurut Roy kalau eceran, batangan, kalau selagi rokok itu legal tidak masalah dan tidak boleh dilarang. Roy mengatakan rokok ilegal tanpa cukai yang dijual dengan harga murah tidak terjamin dari segi kualitas dan keamanan bahan bakunya. Sebaliknya, rokok legal dengan cukai sudah pasti melalui pengecekan kualitas di pabrik secara prosedural. “Kita minta perhatian, itu ditutup dong pabrik rokok ilegal, yang enggak membayar pajak, dijual murah, kesehatannya juga enggak tau bahannya apa,” katanya menegaskan.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan aturan pelaksana dari Undang-Undang No.17/2023 tentang Kesehatan melalui Peraturan Pemerintah RI No. 28/2024. Pada pasal 434 ayat 1 disebutkan larangan individu menjual produk tembakau dan rokok elektronik secara eceran atau per batang, kecuali bagi produk tembakau berupa cerutu dan rokok elektronik.
Tak hanya itu, dalam beleid tersebut juga membatasi penjualan rokok yang dilarang dengan dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak. Pembatasan penjualan rokok juga menggunakan jasa situs web atau aplikasi elektronik komersial dan media sosial. Ketentuan ini dikecualikan jika terdapat verifikasi umur. Selanjutnya, dalam pasal 433 ayat 1 mengarahkan setiap orang yang memproduksi dan/atau mengimpor produk tembakau berupa rokok putih mesin dilarang mengemas kurang dari 20 batang dalam setiap kemasan.@
Bs/timEGINDO.co