Jakarta|EGINDO.co Desakan buruh agar pemerintah menaikkan batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dari Rp54 juta per tahun atau Rp4,5 juta per bulan menjadi Rp90 juta per tahun atau Rp7,5 juta per bulan dinilai wajar dan mendesak. Tuntutan tersebut muncul seiring kian tergerusnya daya beli pekerja akibat potongan pajak serta iuran wajib yang membebani penghasilan.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara, menilai kebijakan menaikkan PTKP sangat rasional karena dapat menghidupkan kembali daya beli masyarakat sekaligus memperkuat konsumsi rumah tangga. “Kenaikan PTKP menjadi Rp7,5 juta per bulan sangat penting dalam menjaga kemampuan belanja kelompok menengah bawah. Efek berganda dari meningkatnya konsumsi justru dapat menutup potensi penurunan penerimaan PPh 21 melalui kenaikan penerimaan PPN dan pajak lain,” ujarnya, Senin (8/9/2025).
Bhima menjelaskan, tren penurunan rasio pendapatan bebas pakai (disposable income) terhadap produk nasional bruto (GNP) sejak pandemi Covid-19 memperlihatkan urgensi penyesuaian PTKP. Menurutnya, pekerja kini menanggung beban berlapis, mulai dari PPh 21, iuran BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, hingga pungutan lain yang menekan upah riil.
Apabila PTKP dinaikkan, konsumsi rumah tangga diperkirakan bisa tumbuh di kisaran 4,9–5% pada kuartal IV/2025. Namun, jika tetap pada level sekarang, pertumbuhan diperkirakan hanya 4,6% meski terdapat momen musiman seperti Natal dan Tahun Baru.
Isu ini diperkirakan akan masuk dalam agenda pembahasan pemerintah dan DPR dalam waktu dekat. Sejalan dengan itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya menegaskan bahwa pemerintah terus menyiapkan langkah menjaga konsumsi masyarakat agar pertumbuhan ekonomi tetap solid. Pada triwulan II/2025, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat konsumsi rumah tangga menyumbang lebih dari 50% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), menjadikannya penopang utama ekonomi nasional (Tempo, 7/8/2025).
Sumber: Bisnis.com/Sn