Medan | EGINDO.com    – Dr Indra Irawan, ASN Pemprov Sumut yang melakukan jual beli vaksin jatah narapidana (Napi) Rutan Klas IA Tanjunggusta Medan divonis dua tahun penjara.
Hukuman ini jauh lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU), yang sebelumnya meminta agar dr Indra Irawan dihukum empat tahun penjara.
Dalam sidang pembacaan putusan di Pengadilan Negeri (PN) Medan, lelaki yang sempat menangis sesenggukan saat jalani sidang tuntutan kala itu dianggap terbukti melanggar Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dr Indra Irawan dengan pidana penjara selama dua tahun delapan bulan, denda Rp 50 juta, dengan ketentuan apabila tidak dibayar akan diganti dengan pidana penjara selama dua bulan,” kata hakim Saut Maruli Tua, Rabu (29/12/2021).
Dikatakan hakim, adapun yang memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah memberantas tindak pidana korupsi, perbuatan terdakwa tidak mendukung program vaksinasi gratis pemerintah, dan terdakwa pernah dihukum.
“Hal meringankan terdakwa berterus terang, terdakwa menyesali perbuatannya, dan terdakwa memohon keringanan,” ucap hakim.
Usai mendengar vonis, terdakwa dr Indra Irawan meminta waktu seminggu untuk berpikir apakah menerima atau banding.
“Beri waktu seminggu majelis, pikir-pikir,” ucapnya.
Dalam dakwaan jaksa disebutkan, keterlibatan dr Indra Irawan dalam perkara jual beli vaksin ini bermula saat ia dihubungi oleh Selviwaty (sudah divonis bersalah) atas suruhan dr Kristinus Saragih (berkas terpisah).
Dimana, uang tersebut kemudian akan diberikan kepada saksi dr. Kristinus dengan jumlah Rp 250.000 perorang sekali suntik dan dilaksanakan 2 kali suntik untuk satu orang sehingga uang yabg diperoleh Rp 500 ribu untuk satu orang.
Hal tersebut pun disepakati oleh saksi dr Kristinus dan telah dilaksanakan beberapa kali.
Bahwa ketika dr. Kristinus suatu ketika tidak sanggup lagi karena kehabisan stok vaksin, maka atas suruhan dr Kristinus Saragih menyuruh Selviwaty untuk meminta bantuan terdakwa.
Singkat cerita, selanjutnya saksi Selviwaty membuat kesepakatan dengan terdakwa dr. Indra untuk mau melakukan vaksin dengan orang-orang yang akan dikumpulkan oleh saksi Selviwaty dan membuat kesepakatan dimana kepada terdakwa dr Indra akan diberikan uang yang dikumpulkan oleh terdakwa Selviwaty dari orang-orang yang akan divaksin tersebut sebesar Rp.250.000 perorang untuk sekali suntik vaksin.
“Kesepakatan yang dibuat oleh saksi Selviwaty dengan terdakwa adalah bahwa dari uang sebesar Rp.250.000 yang dikutip dari setiap orang yang akan divaksin maka kepada terdakwa akan mendapat Rp 220.000 sedangkan sisanya Rp 30.000,- untuk saksi Selviwaty,” beber JPU.
Bahwa setelah ada kesepakatan antara saksi dengan terdakwa selanjutnya dilakukan kesepakatan waktu untuk pelaksanaan vaksin tersebut.
Cara terdakwa dr Indra memperoleh vaksin yang akan disuntikan kepada orang-orang yang dikoordinir oleh saksi Selviwaty dengan menggunakan jatah vaksin yang diajukan pihak Kemenkumham Sumut ke Dinkes Sumut.
“Bahwa dari vaksin-vaksin yang diterima oleh terdakwa dr. Indra dari saksi Suhadi selaku Kepala Seksi Surveilans dan Imunisasi Bidang Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, tidak seluruhnya digunakan untuk atau sesuai dengan surat permohonan yang disampaikan oleh terdakwa kepada Dinas Kesehatan Provinsi
Sumatera Utara, sebagian telah digunakan oleh terdakwa duntuk menvaksin orang-orang yang mau membayar yang telah dikoordinir oleh saksi Selviwaty di beberapa lokasi,” pungkas JPU.
Dikatakan jaksa, dalam perkara ini dr Indra memperoleh uang sekitar Rp 140 juta dengan jumlah orang yang divaksin sebanyak 500 orang.
Diketahui dalam perkara ini, Selviwaty sudah divonis 20 bulan penjara. Sedangkan dr Kristinus Saragih dituntut 3 tahun penjara.
Sumber: Tribunnews/Sn