Jakarta | EGINDO.com -Pemerhati masalah transportasi Budiyanto mengatakan banyaknya kejadian antara oknum petugas Polantas dengan oknum yang bersinggungan dengan tugas – tugas Polantas di lapangsn , antara lain yang berkaitan dengan tugas Polantas, dapat digunakan sebagai bahan renungan kita semua untuk masing-masing intropeksi.
Penegakan hukum terhadap pelanggaran lalu lintas, sudah diatur baik dalam KUHAP ( Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) maupun Undang – Undang – Undang Lalu lintas dan angkutan Jalan serta peraturan turunannya (aturan pelaksanaan) demikian juga masyarakat yang tertangkap tangan melakukan pelanggaran lalu lintas, baik oleh petugas yang sedang bertugas maupun Camera E-TLE (Electronic Traffic Law Enforcement) seharusnya mentaati kewajiban sesuai dengan ketentuan regulasi yang mengatur,ujarnya.
Ada hak dan kewajiban untuk dilaksanakan secara seimbang.
dalam pasal 265 ayat ( 3 ) secara eksplisit telah diatur mengenai kewenangan petugas Kepolisian ( Polantas ) pada saat melaksanakan pemeriksaan, antara lain :
a.Menghentikan kendaraan.
b.Meminta keterangan kepada pengemudi.
c.Melakukan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Dikatakan Budiyanto, dalam pasal 106 ayat ( 5 ) secara eksplisit mengatur kewajiban pengendara kendaraan bermotor pada saat ada pemeriksaan, wajib menunjukkan :
a.STNK atau STCK.
b.SIM.
c.Bukti lulus uji berkala.
d.Tanda bukti lain yang sah.
Dalam prespektif ini sering terjadi perbedaan persepsi, beda pendapat atau salah paham, yang kadang menimbulkan hal-hal yang bersifat demintratif adu mulut, debat kusir yang berujung pada tindakan melawan hukum ( pukul-pukulan, saling menghina, saling ancam dan sebagainya).
Hal ini seharusnya tidak perlu terjadi apabila masing- masing paham akan dan kewajibannya. Karena perbuatan melawan hukum merupakan tindakan atau perbuatan kontra produktif.
Petugas Kepolisian memiliki hak diskresi yang melekat pada
setiap anggota yang diatur dalam pasal 18 ayat ( 1 ) Undang – Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolsian. Hak Diskresi hak untuk.melakukan penilaian sendiri terhadap permasalahan yang dihadapi di Lapangan,jelas Budiyanto.
Penegakan hukum terhadap pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan dapat dengan Represif justice/ tilang maupun non justice / tegoran. Dengan dasar ini pelaksanaan diskresi konteknya dengan penegakan hukum dapat dinilai dilapangan, apakah pelanggaran ini, masuk dalam golongan ringan, sedang atau berat, sehingga petugas dapat menilai dengan sendiri apakah pelanggaran ini perlu ditilang atau cukup dengan tegoran,tegasnya.
Pada saat petugas menentukan pilihan yang tepat konteknya dengan cara penegakan hukum, akan menimbulkan rasa simpatik masyarakat kepada Petugas. Tentunya hal ini perlu dibarengi dengan komunikasi yang baik, dan petugas dapat menilai rasa kebatinan atau empati yang dirasakan oleh pelanggar,ucap Budiyanto.
Dengan penegaksn hukum secara bijak dengan dasar nilai-nilai filosofis diharapkan dapat mengurangi konflik- konflik yang terjadi saat terjadi proses penegakan hukum,tutup Budiyanto.@Sn