Medan | EGINDO.co – Kunci keberhasilan program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) terletak pada ketersediaan bibit. Hal itu karena program PSR biasa disebut dengan replanting sawit, merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mengembangkan perkebunan kelapa sawit.
Hal itu dikatakan Direktur Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), Dr. Ir. Edwin Syahputra Lubis, M.AgrSc kepada EGINDO.co kemarin tentang program Peremajaan Sawit Rakyat di Indonesia.
Dijelaskannya melalui program PSR, pemerintah akan membantu para petani kelapa sawit untuk melakukan penggantian tanaman tua yang sudah tidak produktif lagi dengan tanaman baru. Hal ini tentu sesuai dengan prinsip-prinsip GAP (good agricultural practices).
Program PSR dilatarbelakangi oleh permasalahan produktivitas perkebunan kelapa sawit rakyat yang rendah. Hal itu tentu akan berpengaruh pada pendapatan perkebunan kelapa sawit. Dengan adanya program tersebut, perkebunan kelapa sawit rakyat yang produktivitasnya hanya 3 ton per hektare nantinya dapat dikembangkan menjadi 7 hingga 8 ton per hektare.
Dr. Ir. Edwin Syahputra Lubis mengatakan PPKS selain sebagai lembaga riset perkebunan yang melakukan penelitian pada sektor hulu (pra panen) dan hilir (pasca panen) kelapa sawit, juga sebagai sumber benih yang mampu menyediakan bahan tanaman berupa kecambah untuk pekebun kelapa sawit.
Dalam 5 tahun terakhir sejak tahun 2016 hingga tahun 2020, PPKS telah menyalurkan kecambah kelapa sawit sebanyak 45,5 juta butir kepada pekebun sawit rakyat (petani). Persentase penyaluran kecambah terbanyak ada di pulau Sumatera (73,7%) diikuti pulau Kalimantan, Sulawesi-Papua dan Jawa masing-masing 20,2%, 5,8%, dan 0,3%. “Jadi kunci keberhasilan PSR terletak pada bibit,” kata Edwin.
Sejalan dengan itu tujuan utama program PSR adalah untuk meningkatkan produktivitas perkebunan kelapa sawit rakyat. Sehingga apabila pemilihan bibit tidak sesuai maka produktivitas perkebunan kelapa sawit tidak akan meningkat sesuai dengan yang diharapkan, seperti tujuan program tersebut. “Pemakaian bibit unggul adalah mutlak. Zero tolerance, tidak ada toleransi terhadap bibit palsu, untuk kesuksesan PSR. Sehingga yang terpenting adalah memang harus benar-benar menggunakan bibit yang unggul untuk keberhasilan PSR,” katanya menegaskan.
Untuk itu kata Edwin, sinergitas stakeholders sangat diperlukan untuk pemenuhan bibit agar tepat waktu. Selain itu sistem informasi manajemen dan database juga sangat diperlukan untuk mendukung ketepatan waktu dan lokasi pembibitan kelapa sawit. Saat ini PPKS juga sedang mendorong kelembagaan petani untuk ikut andil dalam melakukan pembibitan kelapa sawit dengan tetap harus berada di bawah pengawasan PPKS.
Caranya, PPKS mendorong kelembagaan petani sebagai penangkar. Kelompok tani atau gapoktan saat ini juga diminta untuk menjadi penangkar atau pewaralaba. Sehingga bisa terpenuhi benih untuk sebanyak 500 ribu hektare perkebunan yang masuk dalam program PSR.@
Fd/TimEGINDO.co