Jakarta | EGINDO.com  -Pemerhati masalah transportasi AKBP (Purn) Budiyanto SSOS.MH, mengatakan perkara penyelesaian pelanggaran lalu lintas telah diatur dalam Undang – Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP Pasal 211 tahun 2016 , Undang Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang LLAJ (lalu lintas angkutan jalan) pasal 267 sampai dengan pasal 269 dan Perma Nomor 12 tahun 2016 tentang tata cara penyelesaian pelanggaran lalu lintas.
Penegakan terhadap pelanggaran lalu lintas dan angkutan Jalan ,dapat dilakukan oleh Petugas Kepolisian maupun Penyidik Pegawai Negeri Sipil ( Dishub ) ,sesuai dengan kewenangan masing – masing,ujarnya.
Pelanggaran lalu lintas dan angkutan Jalan diperiksa menurut acara pemeriksaan cepat dalam arti tidak diperlukan berita acara pemeriksaan , hanya dalam bentuk catatan untuk segera diserahkan ke Pengadilan selambat lambatnya pada kesempatan hari sidang pertama berikutnya.
Dalam perkara pelanggaran lalu lintas masih terikat pada sistem CJS (Criminal Justice System ) yang melibatkan Penyidik ,Penuntut umum dan Pengadilan yang masing memiliki kewenangan yang tidak boleh dintervensi,tegas Budiyanto.
Penyidik mengirim berkas dan atas kuasa PU (Penuntut Umum) demi hukum menghadapkan terdakwa, Barang bukti , saksi ahli dan juru bahasa ke Pengadilan Negeri. Penuntut umum kewenangannya , antara lain : melaksanakan putusan dalam perkara lalu lintas.
Pengadilan Negeri memiliki kewenangan memeriksa dan menetapkan putusan terhadap pelanggaran lalu lintas.
Masing – masing Instansi memiliki kewenangan yang tidak boleh di intervensi yang dijamin oleh Undang – Undang. Didalam Undang – Undang Lalu lintas dan Angkutan Jalan telah diatur ketentuan pidana Pelanggaran lalu lintas, baik Pidana Penjara, kurungan dan / atau ancaman denda maksimal,sebutnya.
Selama ini penetapan putusan dalam Pidana pelanggaran lalu lintas dan angkutan Jalan hanya diberlakukan hukuman denda. Berdasarkan pengamatan secara empiris , bahwa selama ini penetapan putusan denda dari Pengadilan masih jauh dari ancaman denda maksimal, sebagai contoh :
Pelanggaran rambu- rambu atau marka jalan , ancanan denda maksimal Rp 500.000 ( lima ratus ribu rupiah ) namun dalam Putusan masing masing Pengadilan masih bervariasi , ada yang memutuskan Rp 200.000 ( dua ratus ribu ) atau Rp 150.000 ( seratus lima puluh ribu ) , demikian pula dalam pelanggaran lalu lintas yang lainnya.
Ringannya putusan denda dalam pelanggaran lalu lintas dan angkutan Jalan berdampak pada sulitnya membangun rasa jera terhadap para pelanggar lalu lintas dan angkutan Jalan. Perlu dibangun semangat dan spirit yang sama terhadap para stakeholders dalam menyikapi pelanggaran lalu lintas sehingga dapat menciptakan disiplin berlalu lintas.
Dengan disiplin berlalu lintas akan dapat terhindar dari resiko kecelakaan. Ingat bahwa berbicara masalah lalu lintas dan angkutan jalan memiliki dimensi yang luas karena akan berkaitan dengan urat nadi kehidupan, Budaya tertib dan modernitas,tutup Budiyanto.@Sn