Medan | EGINDO.com – Dari Training Online Forum Kepala Tata Usaha (KTU) Indonesia terungkap era baru Coretax mengubah cara melapor, mengontrol dan mengamankan data pajak dimana system perpajakan digital Indonesia mengubah cara melapor, mengontrol dalam satu data, satu sistem dan mengamankan data pajak.
Hal itu disinggung Subaryanto, seorang praktisi Finance, Accounting & Tax dalam Training Online Pengenalan Dasar Perpajakan di Perkebunan Kelapa Sawit pada Minggu pekan ini yang dilaksanakan Forum Indonesia.
Ketika disinggung Subaryanto tentang era baru system perpajakan digital Indonesia perserta Training Online para kasie, KTU, koorditir KTU, finance, accounting, teknisi, freshgraduate, mahasiswa dan praktisi mempertanyakan tentang era baru Coretax dalam perpajakan digital Indonesia. Apa itu Coretax?
System perpajakan digital Indonesia bertransformasi besar dimana semua layanan pajak mulai dari pembuatan NPWP, pelaporan, pembayaran, faktur, data wajib pajak akan terintegrasi dalam satu sistem utama. Semua perlu memahami konsep dasarnya agar dapat diimplementasikan sebab PPh 23 disebut-sebut ada di dalam system Coretax yang akan langsung terhubung dengan data vendor, billing, dan laporan SPT. “Jadi sistem akan bisa mendeteksi kalau ada invoice yang belum dipotong pajak,” katanya.

Dalam Training Online Pengenalan Dasar Perpajakan di Perkebunan Kelapa Sawit yang dilaksanakan Forum KTU Indonesia dengan didukung oleh mySAP365 & LAT Trisakti Subaryanto menjelaskan bahwa mau tidak mau, harus mau mengikuti system era baru itu karena harus beradaptasi dengan setiap kondisi yang ada dengan menyetir apa yang dikatakan Charles Robert Darwin seorang geologi, natularis asal Inggeris dengan teori evolusinya bahwa spesies yang bertahan hidup dalam seleksi alam adalah yang bertahan bukan yang paling kuat, tapi yang paling cepat beradaptasi. “Dan dalam dunia perpajakan, adaptasi itu bernama Coretax,” kata Subaryanto menekankan.
Diakuinya sistem perpajakan di Indonesia menganut Self Assessment System yang artinya wajib pajak menghitung, menyetor, dan melapor sendiri pajaknya dan pihak DJP hanya melakukan pembinaan dan pengawasan.
Pada sesi kedua Training Online Pengenalan Dasar Perpajakan di Perkebunan Kelapa Sawit dipaparkan tentang berbagai studi kasus yang ada dalam perpajakan, mulai dari teknis perhitungan pajak, bagaimana cara perhitungan pajak dengan berbagai posibility yang acapkali terjadi di lapangan.
Dijelaskan juga tentang penghasilan tidak kena pajak sesuai dengan ketentuan Pasal 7 UU PPh, pada dasarnya yang dapat menjadi tanggungan siapa saja. Kemudian tentang ketentuan khusus PTKP Wanita dimana mengacu kepada pasal 8 UU PPh, terdapat beberapa pengaturan yang berkaitan dengan wanita kawin, yaitu dalam UU PPh, keluarga ditempatkan sebagai unit kesatuan ekonomis. Artinya secara prinsip dalam satu keluarga cukup dibutuhkan 1 (satu) NPWP saja (atau cukup NIK Suami saja yang diaktivasi sebagai NPWP, sedangkan NIK istrinya cukup divalidasi). Adapun penghasilan atau kerugian dari seluruh anggota keluarga (suami, istri, dan anak yang belum dewasa) digabungkan sebagai satu kesatuan yang dikenai pajak dan pemenuhan kewajiban pajaknya dilakukan oleh kepala keluarga.
Sementara itu Marvell C. Siregar, salah satu penggagas Forum KTU Indonesia menjawab pertanyaan EGINDO.com seusai Training Online Pengenalan Dasar Perpajakan di Perkebunan Kelapa Sawit mengatakan Forum KTU Indonesia menggelar kegiatan Training Online Pengenalan Dasar Perpajakan di Perkebunan Kelapa Sawit untuk memberikan pencerahan dan pemahaman yang baik dan benar masalah perpajakan karena masalah perpajakan merupakan aspek krusial yang tidak bisa dipisahkan dari kegiatan administrasi kebun maupun PKS.
“Kami juga terus meng-update tentang materi training yang terdepan dan yang dibutuhkan para KTU Indonesia agar bisa dipahami secara baik, termasuk system baru perpajakan digitalisasi yang dilakukan pemerintah seperti Coretax. Kita mau tahu seperti apa itu Coretax sehingga perlu ada training yang berkesinambungan,” kata Marvel C Siregar menegaskan.@
Fd/timEGINDO.com