Oleh: Ir. Fadmin P Malau
Peraturan Menteri Pedagangan (Permendag) Indonesia Muhammad Lutfi, Nomor 6 Tahun 2022 tentang ada Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Sawit tanggal 26 Januari 2022.
Sebelumnya pemerintah menerapkan larangan terbatas (Lartas) pada ekspor produk sawit melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Permendag Nomor 19 Tahun 2021 tentang Kebijakan Pengaturan Ekspor.
Dalam poin XVIII Lampiran I beleid itu tertulis bahwa 9 kode HS produk dalam kategori CPO, RBD palm oil dan minyak jelantah harus mengantongi persetujuan ekspor (PE) untuk pengajuan permohonan pemuatan barang untuk ekspor.
Adapun syarat yang harus dipenuhi pelaku usaha untuk memperoleh PE mencakup Surat Pernyataan Mandiri bahwa eksportir telah menyalurkan CPO, RBD palm olein dan minyak jelantah untuk kebutuhan dalam negeri yang disertai dengan kontrak penjualan, rencana ekspor dalam jangka 6 bulan, dan rencana distribusi dalam jangka 6 bulan.
Kebijakan pemerintah yang mewajibkan pencatatan untuk ekspor produk CPO, RBD palm olein dan minyak jelantah dinilai bisa memengaruhi ekspor dan bernuansa untuk memengaruhi ekspor produk dalam kategori CPO, RBD palm oil dan minyak jelantah harus mengantongi persetujuan ekspor (PE).
Dua Permendag dalam tahun 2022 ini akan mempengaruhi kinerja para stakeholder kelapa sawit mulai dari para petani sawit, industri perkebunan kelapa sawit, perusahaan industri sawit serta industri hilir kelapa sawit seperti untuk produk minyak goreng, mentega dan lainnya.
Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Permendag Nomor 19 Tahun 2021 tentang Kebijakan Pengaturan Ekspor itu cenderung pemerintah ingin menerapkan Domestic Market Obligation (MDO) dan Domstic Price Obligation (DPO) untuk minyak sawit.
Kini, dengan adanya Peraturan Menteri Pedagangan (Permendag) Indonesia Muhammad Lutfi, Nomor 6 Tahun 2022 tentang ada Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Sawit akan memengaruhi tata niaga kelapa sawit, mulai dari data niaga kelapa sawit pada tingkat petani yakni harga Tanda Buah Segar (TBS) kelapa sawit.
Adanya Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng membuat harga TBS pada tingkat petani terkoreksi dimana selama ini harga TBS pada tingkat petani mulai bagus. Namun, ketika adanya penetapan HET Minyak Goreng membuat harga TBS turun draktis, tercatat pada Jum’at 28 Januari 2022 di Banda Aceh harga TBS Sawit Rp.2680 per Kilogram pada Sabtu 29 Januari 2022 menjadi Rp2700 per Kilogram, ada penurunan Rp.1000 per Kilogram.
Beberapa daerah yang dipantau EGINDO.co kemarin Sabtu (29/1/2022) setelah keluar Peraturan Menteri Pedagangan (Permendag) Indonesia Muhammad Lutfi, Nomor 6 Tahun 2022 tentang ada Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Sawit yang mulai berlaku pada 1 Februari 2022 mendatang akan tetapi ternyata harga TBS Sawit di Sumatera Utara pada Jum’at 28 Januari 2022 Rp.2500 per Kilogram pada Sabtu 29 Januari 2022 menjadi Rp.1500 per Kilogram, ada penurunan Rp.1000 per Kilogram.
Harga TBS Sawit di Provinsi Aceh pada Jum’at 28 Januari 2022 Rp.2680 per Kilogram pada Sabtu 29 Januari 2022 menjadi Rp.1700 per Kilogram. Begitu juga di Provinsi Riau pada Jum’at 28 Januari 2022 Rp.3130 per Kilogram pada Sabtu 29 Januari 2022 menjadi Rp.2130 per Kilogram, ada penurunan Rp.1000 per Kilogram.
Hampir semua daerah di Indonesia mengalami penurunan harga TBS sawit rata-rata Rp.1000 per Kilogram. Terkoreksinya harga TBS pada tingkat petani akibat adanya patokan kepada HET minyak goreng pada retail (konsumen) sebab dalam penentuan HET harus berpedoman atau disesuaikan dengan cost produksi atau biaya produksi untuk menghasilkan minyak goreng per kilogram dari pabrik hingga kepada konsumen.
Semua biaya produksi, mulai dari bahan baku (CPO) hingga alat produksi dan tenaga kerja serta biaya distribusi sebagai dasar penetapan Harga Eceran Tertinggi minyak goreng pada tingkat konsumen.
Bahan baku CPO dari TBS kelapa sawit yang diproduksi oleh para petani sawit juga harus ditetapkan untuk HET TBS Kelapa Sawit berdasarkan biaya produksi kelapa sawit mulai dari lahan perkebunan kelapa sawit, biaya pemeliharaan tanaman, pupuk dan tenaga kerja serta biaya angkut TBS Kelapa Sawit sampai ke Pabrik Kelapa Sawit (PKS).
Semua biaya produksi kelapa sawit, mulai dari lahan, bibit, pupuk, tenaga kerja serta biaya angkut TBS Kelapa Sawit sampai ke PKS menjadi dasar HET TBS Kelapa Sawit pada tingkat petani.
Tataniaga Sawit
Peraturan Menteri Pedagangan (Permendag) Indonesia Muhammad Lutfi, Nomor 6 Tahun 2022 tentang ada Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Sawit bila diterapkan dapat merusak tataniaga sawit. Hal itu karena harga CPO sebagai bahan baku minyak goreng menjadi terkoreksi sementara biaya produksi Kelapa Sawit untuk menghasilkan TBS tidak berubah dan cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya harga pupuk.
Penetapan HET Minyak Goreng harus dikaji ulang dengan melihat kondisi yang ada dimana biaya produksi kelapa sawit dan biaya produksi CPO yang ada sekarang ini maka baru ditentukan HET Minyak Goreng.
Bila kajian tata niaga kelapa sawit tidak singkron dengan HET minyak goreng maka dikhawatirkan industri hilir kelapa sawit seperti minyak goreng tidak bisa berproduksi yang akhirnya pasokan minyak goreng tidak tersedia pasar atau langka akibatnya masyarakat tidak mendapat minyak goreng untuk kebutuhan sehari-hari.
Solusi HET Minyak Goreng
Adanya dua Permendag yakni pertama, Peraturan Menteri Pedagangan (Permendag) Indonesia Muhammad Lutfi, Nomor 6 Tahun 2022 tentang ada Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Sawit tanggal 26 Januari 2022.
Kedua, Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Permendag Nomor 19 Tahun 2021 tentang Kebijakan Pengaturan Ekspor.
Maka untuk solusi HET Minyak Goreng agar tetap tersedia di pasar maka pemerintah harus menkaji ulang atau menghitung ulang biaya produksi kelapa sawit hingga menghasilkan TBS kelapa sawit pada tingkat petani.
Pemerintah juga harus menghitung ulang biaya produksi CPO sebagai bahan baku minyak goreng sawit dan menghitung ulang biaya produksi minyak goreng hingga sampai kepada konsumen.
Sedangkan solusi global kelapa sawit agar Indonesia bisa menguasai Kelapa Sawit di dunia pertama, pemerintah harus mendorong ekspor Crude Palm Oil (CPO) minyak sawit karena harga ekspor bagus mengapa harus menyetop ekspor hanya untuk pasar domestik.
CPO harusnya dieskpor dengan harga yang bagus karena itu mendatangkan devisa bagi negara dan kesempatan baik bagi CPO Indonesia maka ekspor jangan dihambat atau dibatasi.
Ekspor CPO Indonesia yang besar maka negara/pemerintah akan mendapatkan devisa yang besar maka dari dana devisa yang besar itu bisa melakukan mensubsidi, membantu petani dan untuk produk hilir CPO seperti minyak goreng sehingga harga minyak goreng harganya murah, dapat terjangkau oleh semua lapisan masyarakat.
Kesimpulan
Penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng berdampak besar kepada para petani sawit dimana akan mengorbankan petani sawit, terutama petani sawit kecil. Hal itu karena akan membuat harga Tanda Buah Segar (TBS) ditingkat petani akan anjlok.
Menghambat ekspor CPO dan membuat HET minyak goreng berdampak kepada petani sawit karena industri perkebunan sawit, hampir 40 persen stakeholder adalah para petani sawit swadaya dan roda perekonomian nasional.
***
Penulis Pemimpin Redaksi EGINDO.co Jakarta, mantan Dosen Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) Medan