Curahan Hati, Cegah Tindakan Bunuh Diri

Curahan Hati
Curahan Hati

Oleh: Fatimahhakkki Salsabela M, S.Psi

Manusia adalah makhluk sosial, butuh interaksi dengan sesama manusia dan lingkungannya. Interaksi sosial membantu mencari solusi dari berbagai permasalahan yang dihadapi. Banyak cara berinteraksi, satu diantaranya menyampaikan apa yang dirasakan, apa yang mengganjal di hati. Istilah popularnya curahan hati (curhat) seseorang dengan orang lain.

Kini kasus bunuh diri sering terjadi, hampir setiap hari diberitakan media massa (suratkabar, majalah dan media online). Kasus bunuh diri selalu dilatarbelakangi dengan berbagai masalah hidup yang tidak mendapat solusi tepat.

Bila saja masalah hidup yang dihadapi seseorang itu mendapat solusi tepat maka kemungkinan besar tidak mengambil jalan pintas dengan bunuh diri. Tidak mampu mencari solusi dari masalah hidup yang dihadapi membuat orang mengakhiri hidupnya.

Mencurahkan isi hati atau curhat selalu diasumsikan kepada orang muda, remaja. Namun, sesungguhnya tidak demikian. Curhat berlaku untuk semua usia, tanpa terkecuali. Curhat secara psikologi ingin berbagi masalah yang dihadapi. Namun, tidak mudah untuk mencari tempat curhat. Alasannya karena yang mau disampaikan adalah masalah pribadi, bukan yang umum. Berdasarkan sifat masalah pribadi maka membagi masalah itu juga tidak sembarangan, harus juga spesial, kepada orang tertentu, tidak bisa dengan semua orang.

Tindakan bunuh diri juga masalah pribadi maka curhat bisa mencegah terjadinya tindakan pribadi yakni bunuh diri. Peran orang yang mendengarkan curhat seseorang sangat penting dan jawaban dari curhat seseorang kepada orang yang curhat itu juga sangat penting dan menentukan maka tidak sembarangan.

Baca Juga :  Badai Salju AS 31 Orang Tewas,Listrik Padam,Perjalanan Batal

Curhat dominan masalah pribadi maka secara psikologi mendengarkan curhat dengan baik dan benar dari seseorang bisa mencegah seseorang yang tadinya berniat ingin mengakhiri hidupnya. Beban psikologi orang curhat dan orang yang mendengarkan curhat pada dasarnya sangat berat. Orang yang curhat ingin mendapatkan perhatian spesial dalam mencari solusi yang dihadapinya. Sedangkan orang yang mendengarkan curhat memiliki beban psikologi bagaimana orang yang curhat itu masalahnya dapat diatasi.

Biasanya problem dihadapi orang yang curhat adalah problem umum seperti masalah ekonomi, keluarga, sosial dan asmara. Problem yang umum itu menjadi tidak umum bagi seseorang yang mengalami problem. Untuk itu bagi yang mendengarkan curhat harus memahaminya menjadi tidak umum meskipun problem yang disampaikan adalah umum. Untuk itu, orang yang mendengarkan curhat harus hati-hati dalam bersikap dan merespons orang yang curhat itu dengan baik.

Bagi orang yang mendengar curhat harus menanamkan pada dirinya bahwa dirinya terpilih sebagai orang yang dipercaya untuk mengetahui problem dihadapi orang yang curhat itu serta menilai orang yang mendengarkan curhat itu memiliki pengetahuan baik dalam menyelesaikan problem yang dihadapi seseorang itu.

Setidaknya orang yang mendengarkan curhat adalah orang hebat dimata orang yang curhat itu, menilai orang yang mendengarkan curhat itu sebagai dewa penolong. Untuk itu bagi orang yang mendengarkan curhat penting memberikan perhatian penuh kepada orang yang curhat tersebut. Bagi pendengar curhat harus memahami dirinya sebagai orang yang dibutuhkan dukungannya.

Baca Juga :  Partisipasi Masyarakat, Cegah Kekerasan Pada Anak

Hal itu karena secara psikologi orang yang curhat sangat membutuhkan dukungan. Ibarat orang yang hanyut di arus deras, ingin mencari pegangan agar tidak hanyut. Untuk itu tidak boleh menyepelekannya, mengacuhkannya akan tetapi harus memperhatikannya dengan baik dan benar.

Bagi orang yang curhat dengan menunjukkan perubahan perilaku, emosi dan cara berpikir prustasi tidak bisa diabaikan begitu saja. Perubahan perilaku itu seperti merasa hidupnya tidak berguna lagi. Merasa tidak memiliki orang-orang yang dicintai dan mencintai, tidak merasa sebagai makhluk sosial lagi. Perilaku semacam ini perlu dicermati oleh mereka yang terpilih sebagai tempat curhat.

Penerima curhat harus menghadapinya dengan maksimal perhatian dan memberikan dukungan sosial secara penuh. Bila menghadapi yang demikian ada baiknya segera menghubungi konsultan seperti psikiater dan psikolog untuk memberikan semangat hidup dan menemukan solusi masalah dengan tepat serta memberikan terapi yang sesuai dengan kondisi psikis yang curhat.

Gangguan Mood

Puncak dari tindakan bunuh diri dari seseorang apa bila terhambat pada gangguan mood atau putus asa dalam hidup. Terjadinya gangguan mood pada seseorang bisa terindikasi menjadi penyebab seseorang itu berkeinginan melakukan bunuh diri atau mengakhiri hidupnya. Memang tidak sepenuhnya gangguan mood, ada beberapa variabel yang mendukung sebelumnya seperti terjadi depresi berat yang berkepanjangan hingga merasa tidak berdaya, merasa tidak ada yang bisa menolongnya lagi.

Baca Juga :  China Peringatkan Kapal Perang AS Transit Di Selat Taiwan

Gangguan mood sangat dipengaruhi kepribadian seseorang seperti individu yang cenderung introvert, kurang gaul atau bermasyarakat, kurang percaya dengan orang lain, suka memendam masalah. Kemudian muncul gangguan psikis seperti depresi, rasa cemas berlebihan, trauma berat dan psikotik.

Seseorang memutuskan untuk bunuh diri apa bila seseorang itu merasa tidak memiliki alternatif solusi dari masalah yang dihadapinya dan menjadi karakter pribadi putus asa untuk bangkit dari masalah. Kondisi ini bisa dialami semua usia, dari remaja hingga orangtua mengalami kondisi serupa.

Kasus seperti ini banyak terjadi dan cenderung meningkat. Data dari WHO menyebutkan setiap 40 detik ada satu orang yang meninggal karena bunuh diri dan hampir 800 ribu orang bunuh diri dalam kurun waktu satu tahun sedunia tahun 2019. Sedangkan di Indonesia menurut WHO pada tahun 2010 kasus bunuh diri sebanyak 5.000 orang per tahun.

Angka yang tinggi ini bisa diminimalkan apa bila adanya pencegahan dini seperti curhat atas problem hidup yang dihadapi dan orang yang mendengarkan curhat bisa menerimanya dengan arif dan bijaksana. Semoga!

***

Penulis adalah sarjana Fakultas Psikologi UMA Medan dan kini mahasiswa pasca sarjana ilmu psikologi.

 

Bagikan :
Scroll to Top