Jakarta | EGINDO.co -Kecelakaan lalu lintas ( tertemper ) ,antara Kereta Api dengan kendaraan bermotor di perlintasan sebidang sangat sering terjadi ,terakhir di Perlintasan sebidang Tambun Bekasi, yang mengakibatkan Sopir Avanza tewas ditempat.
Pemerhati masalah transportasi dan hukum Budiyanto mengatakan, kejadian ini sebenarnya bisa ditekan, sepanjang ada komitmen yang kuat dari para pemangku kepentingan yang bertanggung jawab di bidangnya untuk melaksanakan tugasnya secara proporsional. Namun kelihatannya ada kesan saling lempar tanggung jawab pada permasalahan di lapangan yang memerlukan atensi segera, sebagai contoh : adanya perlintasan liar atau tidak di jaga. Regulasi telah mengatur bagaimana membuat perlintasan jalan Kereta Api dengan jalan yang ideal, siapa yang berwenang untuk membuat prasarana perlintasan, kewenangan untuk melakukan penutupan perlintasan liar, evaluasi dan mengusulkan pembangunan fasilitas pendukung untuk keselamatan, termasuk dalam aspek penegakan hukum.

Budiyanto menjelaskan, pasal 91 ayat ( 1 ) Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang perkeretaapian : perpotongan antara jalan Kereta Api dan jalan dibuat tidak sebidang.
ayat ( 2 ) pengecualian hanya dapat dilakukan dengan tetap mengutamakan kelancaran Kereta Api dan pengguna jalan. Pasal 94 ayat ( 1 ) untuk keselamatan perjalanan Kereta Api dan pemakai jalan, perlintasan sebidang yang tidak memiliki izin
harus ditutup ( hal ini juga diatur dalam Peraturan Menteri Perhub Nomor 94 Tahun 2018 .
Ayat ( 2 ) perlintasan sebidang sebagaimana dimaksud ayat ( 1 ) dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Pasal 124 pada perpotongan sebidang antara Kereta Api dan jalan pemakai jalan wajib mendahulukan perjalanan Kereta Api ( Hal ini juga diatur dalam pasal 114 Undang – Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ) dan pasal 296 tentang ketentuan pidananya dan dalam pasal 110 ayat ( 4 ) PP Nomor 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ)
Dalam Peraturan Menteri Nomor 94 Tahun 2018 tentang peningkatan perlintasan sebidang atas jalan Kereta Api dan jalan, dikatakan bahwa pembuatan perlintasan sebidang Kereta Api dan jalan yang menjadi tidak sebidang atau pemasangan pintu perlintasan merupakan wewenang Pemerintah pusat dan Daerah.
Ia katakan, dalam pasal 5 setiap perlintasan sebidang yang ada harus dilakukan evaluasi paling sedikit 1 tahun sekali oleh Dirjen Perkeretaapian Kemenhub untuk jalan Nasional, Gubernur untuk jalan Provinsi, Bupati dan Walikota untuk jalan Kabupaten atau Kota dan Desa.
Dalam regulasi secara jelas sudah diatur tentang Tupoksi dan wewenang para pemangku kepentingan secara gamblang namun apa yang terjadi masih sering terjadi kecelakaan lalu lintas ( tertemper ) pada perlintasan sebidang baik yang resmi maupun liar. Kemudian menjadi pertanyaan sejauh mana fungsi evaluasi dan langkah- langkah peningkatan keselamatan dilaksanakan. Bagaimana peran Pemerintah dan pemerintah Daerah untuk membangun perlintasan Kereta Api dan jalan menjadi tidak sebidang.
Dikatakannya bagaimana peran pemerintah untuk bertindak tegas menutup perlintasan liar dan sebagainya, peran memberikan pemahaman kepada masyarakat secara luas. Kecelakaan Kereta Api dengan kendaraan bermotor pada perlintasan sebidang dapat ditekan sepanjang ada komitmen yang kuat dari semua pemangku kepentingan yang bertanggung jawab di bidangnya secara proporsional.
Sebagai renungan semua pihak khususny para pemangku kepentingan, ditemukan sekitar 4.447 perlintasan sebidang yang tidak dijaga dari total 7.797 perlintasan sebidang. “Data ini kemungkinan bisa bertambah seiring dengan pertambahan populasi jumlah penduduk dan pengembangan pembangunan property / Perumahan, “tutup Budiyanto.
@Sadarudin