Cerita Menembus Ring Satu Beijing

Petugas penjagaan di halaman Gedung Balai Agung Rakyat menjelang pembukaan Sidang NPC
Petugas penjagaan di halaman Gedung Balai Agung Rakyat menjelang pembukaan Sidang NPC

Oleh: M. Irfan Ilmie

Di bawah suhu udara 4 derajat Celcius, suasana Kota Beijing pada bulan Maret masih gelap, meskipun relatif hangat dibandingkan bulan Februari dan Januari yang memang puncak-puncaknya musim dingin di wilayah timur laut daratan China. Situasi lalu lintas masih lengang. Temaram lampu kota berselimutkan kabut mempertegas suasana sepi. Foto raksasa pendiri Republik Rakyat China Mao Zedong di dinding gapura museum Kota Terlarang yang ikonik itu juga terlihat samar-samar.

Hanya lorong yang tepat berada di tengah bangunan bersejarah itu terlihat dari kejauhan karena bantuan bohlam-bohlam gantung. Sepinya suasana Ibu Kota China pada Kamis (4/3/2021) itu kontras dengan hiruk-pikuk di salah satu hotel tak jauh dari kawasan Tian’anmen. Beberapa orang sibuk mendata setiap pengunjung, padahal bukan hal yang lazim bagi hotel menerima banyak tamu di pagi hari.
Setelah mendengarkan arahan, beberapa orang mengikuti langkahnya menuju lantai dua hotel tersebut. Di salah satu ruangan berukuran besar sudah menunggu dua petugas medis mengenakan alat pelindung diri lengkap. Seorang di antara mereka mengecek daftar nama, sedangkan rekannya menunggu di kejauhan. “Tolong yang lain jangan mendekat. Kalau mau ambil gambar dari jauh saja,” kata seorang perempuan petugas medis yang tengah bersiap menggelar tes usap untuk para jurnalis asing tersebut.
Beberapa awak media asing yang berkantor di Beijing, termasuk ANTARA ikut dalam rombongan jurnalis yang menjalani tes usap sebagai syarat wajib sebelum melakukan liputan pembukaan Sidang Tahunan Parlemen China di Balai Agung Rakyat (Renmin Dahuidang). Otoritas China menerapkan protokol kesehatan yang sangat ketat kepada siapa saja yang akan mengikuti sidang parlemen terbesar di dunia itu.
Memang terbesar karena jumlah anggota parlemen yang mengikuti sidang tahunan yang populer dengan sebutan “Lianghui” itu mencapai 2.953 orang sesuai dengan tingkat keterwakilan di negara berpenduduk terbanyak di dunia itu. Lianghui yang secara harfiah berarti dua pertemuan, yakni Majelis Permusyaratan Politik Rakyat China (CPPCC) dan Kongres Rakyat Nasional (NPC), itu merupakan momen sakral dalam sistem politik dan ketatanegaraan China sejak 1949.
Sidang tahunan Lianghui ini biasanya digelar setiap awal Maret. Hanya pada tahun 2020, Lianghui diundur hingga Mei setelah kerja kerasnya menghadapi pandemi COVID-19 mulai terlihat hasilnya yang ditandai dengan dibukanya kembali akses di Wuhan setelah dikunci rapat-rapat (lockdown) selama 77 hari sejak 23 Januari. Partai Komunis China (CPC) sudah barang tentu mendominasi jalannya sidang, termasuk tingkat keterwakilanya, karena memang sejak 1949 menjadi partai penguasa tunggal.
Lainnya merupakan perwakilan dari beberapa kelompok nonpartai, termasuk kelompok etnis minoritas, kelompok agama, dan kelompok profesi, yang sejatinya hanya sebagai pelengkap karena bukan bagian dari penentu segala kebijakan. Makanya, tambah sakral lagi karena Lianghui tahun ini bersamaan dengan peringatan 100 tahun berdirinya CPC dan 110 tahun Revolusi China. Liputan Lianghui tahun ini terasa sangat eksklusif bagi beberapa media asing yang memiliki perwakilan di Beijing.
Dari sekitar 650 awak media asing yang terdaftar di China, hanya 20 saja yang mendapatkan kesempatan meliput persidangan yang agenda utamanya adalah membahas program pemerintah dalam jangka pendek (tahunan), jangka menengah (2021-2025), dan jangka panjang (2021-2035). Kantor Berita ANTARA Perwakilan Beijing merupakan salah satu dari 20 media asing yang mendapatkan undangan khusus itu.
Protokol kesehatan melalui tes usap dan karantina seharian tidak saja diterapkan terhadap awak media, melainkan juga para peserta sidang yang datang dari berbagai daerah di China. Tamu undangan dari kalangan duta besar, diplomat, dan utusan asing lainnya yang memiliki kantor perwakilan di Beijing juga tidak luput dari prokes tersebut. Pengamanan pun sangat ketat. Sudah bukan rahasia lagi, pengamanan objek vital di China sangat sulit ditembus. Terlebih pengamanan di Balai Agung Rakyat yang berada di ring satu sekaligus nol kilometer Beijing yang menjadi tempat digelarnya Sidang Tahunan Parlemen itu.
Tidak terhitung sudah berapa kali ANTARA Beijing mendapatkan kesempatan menghadiri kegiatan di dalam gedung yang dikenal “angker” itu, termasuk saat meliput kunjungan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla kepada Presiden China Xi Jinping pada 25 April 2019. Namun ketatnya pengamanan Balai Agung Rakyat pada Lianghui ini sangat super. Mulai dari hotel sudah terlihat, ketika pihak panitia mengecek keabsahan paspor, kartu pers yang dikeluarkan Kementerian Luar Negeri China, dan tentu saja hasil tes negatif COVID-19. Setelah semua persyaratan dipenuhi, panitia baru memberikan dua ID Card Sidang Dua Sesi itu.
Bus yang memasuki areal parkir antara bangunan tua Qianmen dan Tugu Tian’anmen pun harus terdaftar. Keluar dari lapangan Tian’anmen petugas memeriksa nama-nama jurnalis itu. Setelah itu harus mengantre dulu di pagar luar halaman Balai Agung Rakyat. Di sini para jurnalis sudah mulai banyak yang gelisah karena udara dingin di bawah suhu udara 4 derajat sudah menembus tubuh, sedangkan petugas keamanan tak kunjung membuka pagar sampai ada perintah dari atasannya.
Di tengah halaman, para jurnalis kembali dikumpulkan dan didata satu-persatu. Sampai di tangga gedung utama, para jurnalis dari berbagai negara di Asia, Eropa, dan Amerika itu harus terlibat antrean panjang lagi. Perangkat elektronik yang tidak didaftarkan kepada panitia pada H-5 tidak diperkenankan dibawa masuk. Telepon selular hanya satu unit yang diizinkan. Selebihnya dan baterai pengisi daya harus disimpan di dalam laci yang disediakan di teras gedung itu.
Dalam hal ini, jurnalis tergolong “umat” yang beruntung karena semua peserta sidang dan tamu undangan dari perwakilan negara sahabat sama sekali tidak diizinkan membawa ponsel selama acara pembukaan tersebut berlangsung. Namun lolos dari pemeriksaan di lobi gedung tersebut bukan berarti tidak ada pemeriksaan lagi. Pemeriksaan di lorong menuju balkon ruang pertemuan utama Balai Agung Rakyat lebih ketat. Seorang jurnalis yang sudah mengantongi ID Card dari panitia harus tereliminasi hanya gara-gara namanya tidak tercantum dalam catatan petugas keamanan, padahal dia sudah lolos dari pemeriksaan di tiga pintu sebelumnya sejak di Lapangan Tian’anmen.
Suatu ketika dalam obrolan santai dengan ANTARA, seorang diplomat dari salah satu negara di Afrika yang baru pulang berpindah tugas dari Amerika Serikat membandingkan ketatnya sistem pengamanan di China. Seorang diplomat Mongolia nyaris tertinggal kereta api saat satu rombongan bersama ANTARA dalam perjalanan dari Wuhan menuju Beijing pada November 2020 hanya gara-gara visa di paspornya dipersoalkan petugas stasiun. Pada Oktober 2017, seorang Duta Besar Yunani dipaksa mencopot sepatunya oleh petugas pemeriksaan di Terminal VVIP Bandar Udara Internasional Ibu Kota Beijing (BCIA) saat hendak mengikuti kegiatan di Chengdu dan Chongqing bersama ANTARA.
Sidang CPPCC digelar sehari lebih dulu daripada Sidang NPC. Namun keduanya sama-sama dihadiri oleh Presiden Xi Jinping selaku pimpinan tertinggi CPC. Dalam pembukaan Sidang Umum CPPCC, Kamis (4/3) sore, di Balai Agung Rakyat, Ketua Komite Nasional CPPCC sekaligus anggota Komite Tetap Biro Politik Komite Sentral CPC Wang Yang menyampaikan program kerja tahunan.
Sementara Perdana Menteri sekaligus orang nomor dua di Komite Tetap Biro Politik Komite Sentral CPC Li Keqiang menyampaikan program kerja pemerintah pada pembukaan Sidang Umum NPC di tempat yang sama pada Jumat (5/3) pagi. Pidato PM Li berlangsung hampir satu jam. Sampai-sampai beberapa kali pidatonya disela-selai dengan minum, terutama pada saat suaranya hampir habis. Memang pidato PM Li dalam sidang tersebut banyak mendapatkan aplaus dari peserta sidang. “Pada 2021, China akan terus menghadapi beberapa risiko dan tantangan pembangunan, namun fundamental ekonomi yang trennya tumbuh dalam jangka panjang tidak akan berubah,” ujarnya disambut tepuk tangan ribuan.
Saat itu, politikus kelahiran Hefei, Provinsi Anhui, 65 tahun silam dengan sangat yakin menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi nasionalnya bakal mencapai lebih dari 6 persen pada 2021. Pada 2020, pertumbuhan ekonomi China mencapai 2,3 persen, satu-satunya negara di dunia yang mengalami pertumbuhan ekonomi positif di tengah bencana pandemi COVID-19. Padahal pada kuartal pertama 2020 saat awal-awal China diempas pandemi, pertumbuhan ekonominya minus 6,8 persen, terburuk dalam 28 tahun terakhir. Dalam kesempatan itu, PM Li menyatakan kesediaannya untuk selalu membuka tangan kepada pihak asing guna memberikan kesempatan berusaha seluas mungkin. “China akan memperbaiki dan menyesuaikan kebijakan tarif impor guna meningkatkan produk impor,” ujarnya. @

Baca Juga :  Senat AS Voting Untuk Memblokir Mandat Vaksin Presiden Biden
ant/TimEGINDO.co
Bagikan :
Scroll to Top