Bus Pariwisata Tidak Memiliki Izin, Pengawasan Lemah dan Tidak Ada Ketegasan

Pemerhati masalah transportasi dan hukum AKBP (P) Budiyanto,SH.SSOS.MH
Pemerhati masalah transportasi dan hukum AKBP (P) Budiyanto,SH.SSOS.MH

Jakarta|EGINDO.co Pemerhati masalah transportasi dan hukum Budiyanto mengatakan, Peraturan perundang – perundangan mengamanahkan bahwa setiap angkutan umum harus berbadan hukum dan memiliki izin operasional, termasuk bus Pariwisata non trayek. Perizinan sebagai salah satu fungsi kontrol agar kendaraan Bus angkutan umum selalu dalam keadaan prima sebagai persyaratan bahwa angkutan umum yang dioperasionalkan di jalan harus laik jalan. Perizinan dari setiap perusahaan yang bergerak dalam bidang transportasi dapat dikontrol melalui aplikasi SPIONAM ( Sistem Perizinan Online Angkutan Darat dan Multimoda ).

“Dari aplikasi tersebut dapat terlihat berapa jumlah Perusahaan angkutan umum dan armada yang sudah mendapatkan izin dan dioperasionalkan,”ujarnya.

Dari data yang didapat Budiyanto, bahwa jumlah perusahaan yang mengoperasionalkan Bus pariwisata berjumlah: 854 Perusahaan dengan jumlah kendaraan sekitar: 13.659 unit. Dari jumlah tersebut yang sudah berizin: 7802 unit dan sebanyak: 5.857 tidak berizin ( 47 % ).

Baca Juga :  Diskusi Terbatas Sinergitas Seni Budaya Dan Dunia Usaha

“Banyaknya kendaraan pariwisata yang tidak mengantongi izin menurut Budiyanto, sebagai bentuk kelemahan Pengawasan dan ketidak tegasan dari Pemangku kepentingan yang memiliki kewenangan untuk itu. Ada terkesan pembiaran dan kurang mampu mendisiplinkan para PO ( Perusahaan Otobus ) tersebut,”tandasnya.

Dikatakan Budiyanto, Kurangnya atau lemahnya pengawasan berakibat pada banyaknya mobil non trayek ( bus Pariwisata ) yang tidak laik jalan dipaksakan untuk operasional. Kasus Bus pariwisata yang mengalami kecelakaan di Ciater Subang yang mengakibatkan 11 orang meninggal dunia dan puluhan penumpang mengalami luka – luka sebagai salah satu bentuk kelemahan pengawasan.

Mantan Kasubdit Bin Gakkum AKBP (P) Budiyanto,SH.SSOS.MH menjelaskan, Indikatornya jelas bahwa kendaraan tersebut tidak berizin, Kir mati sejak Desember 2023 dan kondisi kendaraan tidak laik jalan ( mesin pernah mati saat disewa dan sistem rem tidak berfungsi ). Sarana kontrol berupa Aplikasi SPIONAM untuk mengetahui perusahaan angkutan umum Pariwisata berizin atau tidak jangan hanya sebagai perlengkapan kontrol formalitas semata tapi seharusnya ada tindak lanjut yang konkrit bila terdapat PO. Pariwisata yang tidak terdaftar. Kepedulian menindak lanjuti temuan dan memberikan sanksi bagi PO ( Perusahaan Otobus ) yang tidak berizin sebagai bentuk keseriusan dan tanggung jawab.

Baca Juga :  Makna Imlek Dalam Ketahanan Pangan Indonesia

Lanjutnya, Apa tidak malu dan empati melihat masih kerap terjadinya kecelakaan lalu lintas dengan penyebab yang sama ( rem blong dan sebagainya ). Kejadian Kecelakaan Bus maut di Subang sebagai pengalaman duka yang tak terlupakan termasuk kejadian sebelumnya dengan penyebab yang sama.

Ungkapnya, Kejadian ini seharusnya sebagai momentum untuk perbaikan transportasi umum di Indonesia sekaligus untuk melakukan upaya penegakan hukum yang tegas dan konsisten. Kasihan kepada mereka yang menjadi korban kecelakaan akibat dari moda transportasi umum yang tidak laik jalan dan dipaksakan untuk operasional karena akibat dari kelemahan Pengawasan para pihak. Para pihak yang dimaksud disini adalah dari Perusahaan, Pemangku kepentingan yang bertanggung jawab di bidangnya.

Baca Juga :  Mensesneg: Wakil Menteri Diisi Hanya Antisipasi Situasi

“Sepanjang tidak ada pemberian sanksi yang tegas terhadap Perusahaan yang mengoperasionalkan Bus Pariwisata yang mengalami kecelakaan akan memberikan ruang kejadian tersebut akan berulang.” Budaya permisif akan terbangun “, “pungkasnya. (Sn)

Bagikan :
Scroll to Top