BUMN: Penyebab Bengkaknya Biaya Proyek KA Jakarta-Bandung

Pekerja proyek kereta api cepat KCIC melakukan pemasangan atap pelindung pada jembatan penyeberangan orang yang melintasi rel kereta di Stasiun Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, Rabu (16/09/2020). Posisi jembatan penyeberangan yang baru mencapai ketinggian tidak kurang 15 meter nantinya akan tersambung dengan jembatan lama. Warga yang biasa melintas perlu tenaga lebih besar setelah kereta cepat Jakarta-Bandung mulai beroperasi.
Pekerja proyek kereta api cepat KCIC melakukan pemasangan atap pelindung pada jembatan penyeberangan orang yang melintasi rel kereta di Stasiun Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, Rabu (16/09/2020). Posisi jembatan penyeberangan yang baru mencapai ketinggian tidak kurang 15 meter nantinya akan tersambung dengan jembatan lama. Warga yang biasa melintas perlu tenaga lebih besar setelah kereta cepat Jakarta-Bandung mulai beroperasi.

Jakarta | EGINDO.com       – Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir membeberkan alasan dana pembangunan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung membengkak.

Melalui Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga mengatakan, pembengkakan ini dikarenakan berbagai hal.

Pertama, mulai adanya wabah Covid-19 membuat arus kas perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam konsorsium proyek terganggu.

Gangguan arus kas tersebut turut berdampak kepada aliran dana untuk pembangunan proyek kereta cepat, yang kemudian pembangunannya menjadi terhambat.

Sebagai informasi, saat ini porsi pemerintah di perusahaan patungan PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) adalah 60 persen, yakni melalui PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI).

PT PSBI terdiri dari empat BUMN yakni PT Kereta Api Indonesia (KAI), PT Wijaya Karya, PTPN VIII, dan PT Jasa Marga.

Baca Juga :  Penempatan U-Turn, Pertimbangkan Variabel Macroscopic

Sedangkan untuk 40 persen porsi saham lainnya dimiliki China Railway International.

“Problemnya adalah corona datang, ini membuat terhambat,” ucap Arya kepada awak media, Minggu (10/10/2021) malam.

“Yang pertama, bahwa para pemegang sahamnya seperti Wijaya Karya itu terganggu cash flow-nya. Kita tahu banyak perusahaan karya juga pada terganggu (di masa pandemi ini). Kemudian kita juga tahu KAI karena corona penumpangnya turun semua sehingga membuat mereka tidak bisa menyetor dananya,” sambungnya.

Arya juga melanjutkan, bengkaknya dana pembangunan Kereta Cepat juga disebabkan adanya faktor lain, yaitu perubahan desain proyek, hingga harga tanah yang kian naik di setiap tahunnya.

“Ketika membuat Kereta Api Cepat atau jalan tol atau sebagainya, di tengah perjalanan yang panjang pasti ada perubahan desain karena (faktor) kondisi geografis. Perubahan-perubahan desain ini membuat pembengkakan biaya,” papar Arya.

Baca Juga :  Menteri BUMN Akan Ubah PFN Jadi Lembaga Pembiayaan Film

“Kemudian juga harga tanah seiring berjalannya waktu ada perubahan dan itu wajar. Itu yang membuat pembengkakan,” ujarnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah merestui penggunaan APBN untuk pendanaan proyek pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang diketahui membengkak dari rencana awal.

Bengkaknya budget proyek ini diketahui dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021.

Aturan baru tersebut diteken Jokowi pada 6 Oktober 2021 dan menggantikan Perpres 107 Tahun 2015. Salah satu yang diubah Jokowi adalah Pasal 4 soal pendanaan.

Seperti dilansir Kompas, dalam aturan lama, pendanaan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung hanya boleh bersumber dari penerbitan obligasi oleh konsorsium BUMN atau perusahaan patungan.

Lalu opsi lainnya dari pinjaman konsorsium BUMN atau perusahaan patungan dari lembaga keuangan, termasuk lembaga keuangan luar negeri atau multilateral, dan pendanaan lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Baca Juga :  Per Agustus 2021, BUMN Setor Dividen Rp 29 Triliun

Sumber: Tribunnews/Sn

 

Bagikan :
Scroll to Top