Buka Puasa Bersama dalam Tradisi dan Kajian Islam

Fadmin Malau
Fadmin Malau

Oleh: Fadmin Malau

KETIKA bulan Puasa Ramadan, banyak muncul penjual makanan dan minuman, hampir di semua kota di Indonesia. Seiring banyaknya muncul penjual makanan dan minuman ketika menjelang berbuka puasa bulan Puasa Ramadan muncul pula tradisi Berbuka Bersama (Bukber). Kurang diketahui secara pasti siapa dan kapan dimulai kebiasaan (tradisi) berbuka puasa bersama ini ada pada masyarakat Indonesia. Kini bukber dilakukan banyak kelompok masyarakat, komunitas rekan sekantor, sekampus, sekampung, seperkumpulan, selembaga pendidikan, semarga, sekomunitas keagamaan dan berbagai komunitas lainnya.

Aktivitas bukber hampir sama, diisi dengan berbuka puasa bersama sembari berbincang, bersilaturahim, mendengarkan tausyiah, membagikan makanan kepada masyarakat yang melintas di jalan ketika menanti waktu berbuka puasa. Tradisi membudaya yang ada hari ini ternyata sudah ada sebelum ada negara Indonesia. Tradisi membudaya di nusantara berbuka puasa bersama (ifthar jamai) merupakan tradisi yang juga ada diberbagai negara meskipun bentuknya berbeda.

Mengapa berbuka puasa bersama menjadi tradisi membudaya diberbagai negara? Jawabnya boleh jadi dari memaknai hadist Nabi Muhammad Saw yang artinya, “Barangsiapa memberikan hidangan berbuka puasa bagi yang berpuasa, maka baginya seperti pahala yang berpuasa tanpa mengurangi sedikitpun pahala yang berpuasa” (HR. At-Tirmidzi).

Mengapa harus berbuka puasa bersama? Mengapa tidak hanya memberikan makanan untuk berbuka puasa saja? Awalnya hanya memberikan makanan berbuka puasa tetapi dari kebiasaan memberikan makanan berbuka puasa berkembang menjadi berbuka puasa bersama. Tradisi membudaya ini seiring dengan budaya kearifan lokal masyarakat Indonesia yang hidup saling tolong menolong, bergotongroyong, bersatu, berkelompok dalam rasa, senasib dan sepenanggungan.

Disamping kearifan lokal juga diperkuat dengan hadist Nabi Muhammad Saw yang artinya “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kita makan tapi tidak kenyang.” Rasulullah lalu menjawab, “Mungkin kalian makan dengan tidak berkumpul. Berkumpullah kalian ketika makan dan sebutlah nama Allah maka makanan kalian akan diberkahi.”

Baca Juga :  Puluhan Tentara Rusia Tewas Dalam Serangan Ukraina

Berbuka puasa bersama memiliki kesamaan yang dianjurkan Rasulullah Muhammad Saw, terkandung nilai-nilai spiritual, terjalin ikatan persaudaraan (ukhuwah), kebersamaan sebagai budaya kearifan lokal masyarakat Indonesia. Budaya kearifan lokal yang berkolaborasi dengan nilai-nilai spiritual mendatangkan manfaat dari tradisi yang membudaya tentang berbuka puasa bersama. Manfaat yang terkandung di dalamnya mempererat emosionalitas (ukhuwah), meningkatkan semangat membantu sesama, menjadi media fastabiqul khairat (berlomba-lomba dalam kebaikan). Namun, tradisi membudaya berbuka puasa bersama bisa bergeser dari nilai-nilai spiritual apa bila tidak berada dalam koridor budaya kearifan lokal.

Budaya Berlandaskan Agama

Hal yang harus diingat dan dicermati bahwa sesungguhnya tradisi, budaya yang ada dalam masyarakat muslim harus berlandaskan syariat Agama Islam. Apa bila tradisi, budaya yang berkembang pada masyarakat muslim tidak berlandaskan syariat Agama Islam maka tradisi budaya itu bukan islami. Begitu banyak tradisi membudaya di masyarakat Indonesia ketika bulan puasa Ramadhan, berbagai aktivitas tradisi yang membudaya ketika menyambut datangnya bulan puasa Ramadhan, berlanjut ketika puasa bulan Ramadhan.

Tradisi membudaya itu terus dilakukan meskipun teknologi telah berkembang pesat. Tradisi ziarah kubur yang terus membudaya ketika akan tiba bulan puasa Ramadhan dan terus berkembang dengan aktivitas yang ada ketika bulan puasa Ramadhan. Semua tradisi budaya itu harus dilandasi dengan syariat Agama Islam yang jelas yakni berdasarkan Alqur’an dan hadist Nabi Muhammad Saw.

Bila saja tradisi membudaya itu tidak memiliki landasan syariat Agama Islam yang kuat atau tidak ada dalam Alqur’an dan hadist Nabi Muhammad Saw maka tradisi membudaya itu bukan budaya yang islami. Konsep ini mutlak dipahami oleh semua umat Islam tanpa terkecuali. Kajian tentang setiap tradisi, budaya yang berkembang dalam masyarakat muslim harus memiliki landasan, rujukan yang jelas dalam syariat Islam.

Baca Juga :  Jokowi Senang Investasi Di Luar Jawa Meningkat

Konsep Budaya Islam atau budaya yang islami selalu rujukannya Alqur’an dan hadist Nabi Muhammad Saw. Bila saja rujukannya Alqur’an dan hadits Nabi Muhammad Saw maka umat Islam tetap dalam koridor budaya yang islami. Dalam berbagai kesempatan penulis yang dinilai orang mengetahui tentang kebudayaan acapkali ditanya tentang apa itu Budaya Islam. Pertanyaan ini jawabannya semua tradisi yang membudaya pada satu daerah, negara sesuai dengan tuntutan Alqur’an dan hadist Nabi Muhammad Saw. Bila tidak maka itu bukan budaya islami atau bukan Budaya Islam.

Konsepnya tradisi budaya yang berlandaskan ajaran Agama Islam adalah budaya yang islami. Nilai-nilai budaya yang ada dalam tradisi budaya itu sejalan dengan tuntunan Alqur’an dan hadist Nabi Muhammad Saw. Tidak sulit untuk menentukan satu tradisi membudaya dalam satu daerah atau negara apakah budaya islami atau Budaya Islam. Bila dirujuk kepada Alqur’an dan hadist Nabi Muhammad Saw tidak bertentangan maka itu budaya yang islami dan boleh dilakukan dalam kehidupan umat Islam.

Tradisi budaya berbuka puasa bersama memiliki unsur-unsur yang ada dalam Alqur’an dan hadist Nabi Muhammad Saw. Lantas bagaimana implementasi atau pelaksanaannya, masihkah sesuai dengan Alqur’an dan hadist Nabi Muhammad Saw. Bila masih maka itu pertanda baik sebagai tradisi yang membudaya di masyarakat Indonesia. Berbuka puasa bersama memosisikan sebagai tradisi yang baik maka layak dilestarikan dan ditingkatkan kwalitasnya. Berbuka puasa dilakukan secara kolektif (berjamaah) memiliki unsur ukhuwah (mempererat silaturrahim sesama muslim) dengan dasar hukum Agama Islam yakni hadist Nabi Muhammad Saw yang meminta kepada umat Islam agar melakukan ukhuwah.

Baca Juga :  Faktor Calon dan Teknis Jadi Fenomena Golput Setiap Pemilu

Hadist Nabi Muhammad Saw yang artinya, “Seorang Muslim bersaudara dengan Muslim lainnya. Dia tidak menganiaya, tidak pula menyerahkannya (kepada musuh). Barangsiapa yang memenuhi kebutuhan saudaranya, Allah akan memenuhi pula kebutuhannya. Barangsiapa yang melapangkan dan seorang Muslim suatu kesulitan, Allah akan melapangkan baginya satu kesulitan pula dan kesulitan-kesulitan yang dihadapinya di hari kemudian. Barangsiapa yang menutup aib seorang Muslim, Allah akan menutup aibnya di hari kemudian.”

Tradisi membudaya yang ada dalam kehidupan umat Islam pada bulan puasa Ramadan harus dicermati dengan arif bijaksana dengan terus berpedoman kepada tuntutan Alqur’an dan hadist Nabi Muhammad Saw. Tradisi membudaya berbuka puasa bersama terus eksis pada setiap bulan Ramadan. Sebaiknya terus dijaga budaya kearifan lokal yang ada didalamnya dan menjaga nilai-nilai ibadah puasa sehingga aktivitas berbuka puasa bersama tidak bertentangan dengan nilai-nilai ibadah puasa yakni tetap melaksanakan tuntutan Nabi Muhammad Saw ketika berbuka puasa jangan berlebih-lebihan.

Tradisi budaya berbuka puasa bersama memang dianjurkan Nabi Muhammad Saw akan tetapi juga Nabi Muhammad Saw mengajarkan cara berbuka puasa yang sebenarnya maka keduanya harus diperhatikan dan dilaksanakan. Semoga tradisi membudaya berbuka puasa bersama terus eksis bisa meraih hikmah atau manfaat untuk membangun masyarakat, bangsa dan negara Indonesia. Wassalam.

***

Penulis Wakil Ketua Majelis Lingkungan Hidup PD. Muhammadiyah Kota Medan dan mantan Sekretaris Majelis Kebudayaan PW. Muhammadiyah Sumatera Utara.

 

Bagikan :
Scroll to Top