Jakarta|EGINDO.co Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa tingkat inflasi Indonesia pada Maret 2025 mencapai 1,65% secara bulanan (month to month/MtM). Deputi Bidang Statistik Produksi BPS, M. Habibullah, menjelaskan bahwa pada Maret 2025 terjadi kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 105,48 pada Februari menjadi 107,22.
Secara tahunan (year on year/YoY), inflasi tercatat sebesar 1,03%, sedangkan secara tahun kalender (year to date/YtD) dari Januari hingga Maret 2025, inflasi mencapai 0,39%. “Tingkat inflasi pada Maret 2025 lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya maupun Maret tahun lalu,” ujar Habibullah dalam konferensi pers yang digelar pada Selasa (8/4/2025).
Kelompok pengeluaran yang memberikan andil terbesar terhadap inflasi bulanan adalah kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga, dengan laju inflasi sebesar 8,45% dan kontribusi terhadap inflasi keseluruhan sebesar 1,18%. Kenaikan tarif listrik menjadi penyumbang utama dari kelompok ini dengan andil sebesar 1,18%.
Selain itu, beberapa komoditas lain yang turut mendorong inflasi antara lain bawang merah (0,11%), cabai rawit (0,06%), emas perhiasan (0,05%), serta daging ayam ras (0,03%).
Sebelumnya, konsensus dari 20 ekonom yang dihimpun oleh Bloomberg menunjukkan median proyeksi inflasi tahunan sebesar 1,18% YoY, meningkat tajam setelah Indonesia mencatatkan deflasi sebesar 0,09% YoY pada Februari 2025. Estimasi tertinggi datang dari ekonom JP Morgan Chase Bank, Sin Beng Ong, yang memprediksi inflasi sebesar 2,3% YoY, sedangkan estimasi terendah sebesar -0,02% YoY disampaikan oleh Fikri C. Permana dari KB Valbury Sekuritas.
Sementara itu, Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk., Josua Pardede, memperkirakan inflasi tahunan pada Maret 2025 mencapai 1,37%. Ia juga memproyeksikan inflasi inti meningkat dari 2,48% menjadi 2,51% YoY, seiring dengan meningkatnya permintaan selama bulan Ramadan dan menjelang Idulfitri, serta naiknya harga emas. Untuk inflasi bulanan, Josua memperkirakan akan mencapai 1,89% MtM, setelah sebelumnya terjadi deflasi sebesar -0,48% MtM pada Februari 2025.
Menurut Josua, pendorong utama inflasi adalah berakhirnya program diskon tarif listrik bagi pelanggan prabayar, yang diperkirakan menyumbang inflasi sebesar 1,47 poin persentase. Selain itu, kenaikan harga bahan bakar minyak nonsubsidi juga turut memberikan tekanan terhadap inflasi pada kelompok harga yang diatur pemerintah.
Namun demikian, penurunan tarif angkutan udara yang biasanya meningkat saat Idulfitri, justru meredam tekanan inflasi, seiring adanya diskon pemerintah sekitar 13% hingga 14%. Diskon serupa juga berlaku untuk tarif tol dan transportasi darat seperti bus.
Lebih lanjut, Josua menyebutkan bahwa permintaan musiman saat Ramadan turut menyebabkan kenaikan harga pangan. Namun, ia memperkirakan tekanan tersebut akan tetap terkendali mengingat pasokan pangan diperkirakan membaik pada kuartal I/2025. “Meski demikian, kami memperkirakan indeks harga yang bergejolak akan kembali mengalami inflasi pada Maret 2025,” tambahnya.
Secara kumulatif dari Januari hingga Maret 2025, Josua memperkirakan inflasi akan berada pada tingkat yang rendah, yakni sekitar 0,65%. Untuk sisa tahun ini, ia menilai bahwa tekanan inflasi akan dipengaruhi oleh efek basis rendah pada tahun 2024 serta membaiknya daya beli masyarakat. Selain itu, depresiasi nilai tukar rupiah juga berpotensi mendorong inflasi impor, sehingga memberikan tekanan tambahan terhadap harga secara keseluruhan.
Josua memperkirakan bahwa pada akhir 2025, tingkat inflasi Indonesia akan meningkat menjadi sekitar 2,33%, naik dari 1,57% pada akhir 2024.
Sumber: Bisnis.com/Sn