BI Naikkan Batas RPLN Bank Jadi 35 Persen, PLM Turut Dilonggarkan Mulai 1 Juni 2025

ilustrasi
ilustrasi

Jakarta|EGINDO.co  Bank Indonesia (BI) akan memperkuat kebijakan Rasio Pendanaan Luar Negeri (RPLN) bagi perbankan nasional. Mulai 1 Juni 2025, batas maksimal RPLN yang sebelumnya sebesar 30 persen dari modal bank akan ditingkatkan menjadi 35 persen.

Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI, Solikin M. Juhro, menjelaskan bahwa kebijakan ini disertai dengan penerapan parameter kontrasiklikal sebesar 5 persen. Artinya, porsi RPLN dapat dinaikkan atau diturunkan hingga 5 persen, menyesuaikan dengan dinamika dan kebutuhan ekonomi.

“Relaksasi ini diterapkan secara hati-hati. Ketika ekonomi melemah, bank dapat memperoleh kelonggaran hingga batas 35 persen. Namun jika kondisi ekonomi menguat, RPLN bisa saja diturunkan kembali hingga 5 persen,” ujar Solikin dalam Taklimat Media yang digelar pada Senin (26/5).

Menurut Solikin, kebijakan kontrasiklikal memperhitungkan siklus perekonomian baik di dalam negeri maupun secara global. Ia menekankan bahwa bank tidak dapat secara sembarangan menambah porsi pendanaan luar negeri tanpa memperhatikan berbagai risiko yang mungkin timbul.

“Bank harus mempertimbangkan risiko kredit, risiko pasar, serta kemampuan permodalannya. Selain itu, hanya bank dengan kinerja yang baik yang dapat memperoleh relaksasi RPLN,” ungkapnya. Bank dengan rasio kecukupan modal rendah atau tingkat kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) di atas 5 persen tidak akan mendapatkan kelonggaran ini.

Dengan peningkatan batas RPLN ini, BI berharap likuiditas perbankan dapat meningkat, sehingga mendorong pertumbuhan penyaluran kredit dan mendukung penguatan aktivitas ekonomi nasional.

Selain penguatan RPLN, BI juga akan melakukan pelonggaran rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM). Untuk bank umum konvensional, rasio PLM akan diturunkan sebesar 100 basis poin, dari sebelumnya 5 persen menjadi 4 persen. Sementara untuk bank umum syariah, PLM diturunkan dari 3,5 persen menjadi 2,5 persen.

Penurunan ini bertujuan memberikan ruang gerak yang lebih fleksibel bagi bank dalam mengelola likuiditasnya dan memperkuat fungsi intermediasi perbankan melalui peningkatan penyaluran kredit ke sektor riil.

Kebijakan makroprudensial ini, menurut BI, merupakan bagian dari strategi untuk menjaga stabilitas sistem keuangan sekaligus memperkuat momentum pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Sumber: rri.co.id/Sn

 

Scroll to Top