Jakarta | EGINDO.co    -Direktur Eksekutif Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) Djamin Nainggolan mengatakan, BI-Fast hadir seiring tumbuhnya transaksi digital Indonesia.
Pertumbuhan uang elektronik di Indonesia meningkat 10 kali lipat sepanjang tahun 2016 sampai dengan tahun 2021. Tercatat tahun 2016 sebesar 51 juta dan tahun 2021 tercatat sekitar 575 juta transaksi elektronik.
Ditahap pertama Desember 2021 BI-Fast sudah kredit transper dan akan dilengkapi fitur-fiturnya, peserta akan bertambah lebih banyak. Tahap pertama 21 bank sekitar 128 peserta bank, masih terus bergerak, “katanya.
Diyakini Djamin Nainggolan, tren digitalisasi terus berkembang sehingga dapat mengurangi GAP antara bank besar maupun bank kecil di Indonesia. Sebab, pada akhirnya semua memiliki kesempatan yang sama untuk bisa memberikan kepuasan kepada nasabah.
“Sebagai pemain kita sama-sama bisa lihat bahwa banyak tren menggunakan uang elektronik chip maupun server base, karena onboarding yang gampang, customer experience-nya berbeda dan tidak ribet kalau buka account,” kata dia.
Sementara Kepala Pusat Inovasi dan Ekonomi Digital Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda mengatakan, BI-Fast menjadi jawaban dari perkembangan teknologi yang pesat saat ini.
Menurut dia, di ASEAN khususnya, cash memang masih menjadi alat pembayaran utama.
Namun demikian, alat pembayaran tersebut kini mengalami penurunan dan diprediksi pada tahun 2025 akan menurun, yakni hanya sebesar 49 persen.
“Adanya BI fast, QRIS dan sebagainya itu merupakan jawaban kebijakan yang menurut saya tepat dilakukan Bank Indonesia, untuk bisa beradaptasi atau mengadaptasikan teknologi ke dalam kebijakan yang ada di Indonesia,” jelas dia.
Sumber: Tribunnews/Sn