Berkurban Spiritual dan Sosial, Bukan Upacara Persembahan

Berkurban
Berkurban

Oleh: Fadmin Malau

Abdullah Yusuf Ali, seorang pakar tafsir kontemporer dalam masterpicenya The Holy Qur’an; Translation andf commentary, menjelaskan bahwa ibadah kurban memiliki makna spiritual dan dampak sosial. Secara vertikal, ibadah kurban merupakan ungkapan syukur. Makna dari pendapat Abdullah Yusuf Ali berkurban merupakan manifestasi keimanan seseorang, maka penyembelihan hewan bukan berarti tumbal kepada sang khaliq akan tetapi hanya ketakwaan. Ibadah kurban mengisyaratkan agar manusia mampu meminimalisir sifat-sifat dan perilaku hewani yang ada pada diri manusia dan saat yang sama manusia merefleksikan ketakwaan si pemberi kurban. Kurban dalam Bahasa Arab berasal dari akar kata qaraba – yuqaribu – qurbanan yang artinya menghampirkan atau mendekatkan. Berkurban menurut Syariat Islam berarti menyembelih binatang seperti kambing, unta, sapi atau karbau dalam upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Fadmin Malau

Hari Raya Idul Adha disebut juga Hari Raya Kurban pada 10 Dzulhijah. penyebutan Hari Raya Kurban karena pada hari itu umat Islam melaksanakan ibadah kurban. Penyembelihan hewan kurban pada Hari Idul Adha merupakan puncak ketaatan Nabi Ibrahim AS kepada Allah SWT dimana melalui mimpi Allah SWT memerintahkan Nabi Ibrahim AS untuk menyembelih putra kesayangannya, Ismail. Ternyata berkat ketaatan Nabi Ibrahim AS kepada Allah SWT, atas kekuasaan Allah SWT apa yang dilakukan Nabi Ibrahim AS ternyata anak kesayangan yang disembelihnya digantikan dengan seekor hewan Qibas. Kini penyembelihan hewan merupakan sarana dan cara pelestarian agama Ibrahim.

Menurut sejarah perintah berkurban telah ada pada zaman Nabi Adam AS. Ketika itu dua anak Nabi Adam AS yakni Qabil dan Habil sudah diperintahkan untuk berkurban sebagai bentuk kepatuhan atau taat kepada Allah SWT. Setelah itu berlanjut perintah berkurban kepada Nabi Ibrahim AS. Perintah berkurban ada dalam Al-Qur’an Surah Al-Kautsar ayat 1 sampai 3 yang artinya, “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka, dirikanlah salat karena Tuhanmu dan berkurbanlah.”

Baca Juga :  Gedung BI Menjadi Pusat Heritage Medan

Disamping firman Allah SWT hadist Nabi Muhammad SAW yang artinya, “Barangsiapa yang memperoleh kelapangan, namun ia tidak berkurban, janganlah ia menghampiri tempat salat kami.”

Dari firman Allah SWT dan hadist Nabi Muhammad SAW para ulama berpendapat bahwa menyembelih hewan kurban hukumnya sunnah muakkadah atau sunnah yang sangat dianjurkan bagi setiap muslim yang mampu atau memiliki kemampuan untuk menyembelih hewan qurban pada hari Raya Idul Adha dan ditambah tiga hari tasyriq untuk setiap tahunnya. Sunnah muakkadah menunjukkan semangat berkurban dalam ajaran Agama Islam bertujuan menguji nilai keimanan seorang Muslim tentang harta benda yang diperoleh manusia itu sesungguhnya karena Allah SWT. Manusia memiliki kecintaan kepada harta dan anak-anaknya merupakan fitrah dari manusia itu sendiri akan tetapi kecintaan kepada harta benda dan anak-anak yang dimiliki sesungguhnya milik Allah SWT.

Kata kunci ibadah kurban adalah ketakwaan seorang Muslim sedangkan menyembelih hewan dan mendistribusikan daging hewan kurban merupakan ibadah sosial (sedekah) yang tak tergantikan dengan uang. Ibadah kurban secara vertikal ketaatan atau ketakwaan seorang Muslim kepada Allah SWT dan secara horisontal upaya menumbuhkan kepekaan sosial terhadap sesama manusia. Ibadah kurban juga mengajarkan manusia untuk rela berkorban demi kepentingan yang besar yakni kepentingan buat agama, bangsa dan kemanusiaan. Berkurban bukan upacara persembahan sebab hewan kurban tidak dibuang dalam altar pemujaan atau tidak dihanyutkan ke sungai atau ke laut akan tetapi daging kurban dinikmati bersama baik oleh orang yang berkurban maupun orang-orang miskin di sekitarnya.

Baca Juga :  Dampak HET Minyak Goreng, Terhadap Harga TBS Sawit

Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surah Al-Hajj ayat 37 yang artinya, “Daging (hewan qurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu”

Jelas bahwa berkurban bukan upacara persembahan tetapi ketakwaan dan kepekaan sosial. Berkurban harta benda bagian dari kecintaan, ketaatan kepada Allah SWT. Para sahabat Nabi Muhammad SAW telah membuktikan ketaatan dan kecintaan kepada Allah SWT dengan rela berkurban harta dan nyawa demi tegaknya Agama Islam berperang di medan perang. Dalam sejarah Islam, banyak sahabat Nabi Muhammad SAW berkurban demi mendapatkan cinta Allah dan rasul-Nya, mereka berperang dengan nyawa taruhannya dan mengorbankan harta benda, emas permata yang dimiliki mereka.

Contonya Utsman bin Affan, pada zaman Abu Bakar Al Shiddiq, terjadi musim paceklik yang sangat memprihatinkan. Banyak orang kesulitan mendapatkan bahan makanan dan Khalifah Abu Bakar Al Shiddiq mengetahui perihal kondisi masyarakat yang dipimpinnya saat itu. Sang Khalifah meminta bersabar. Kemudian dalam waktu yang tak lama datang iring-iringan unta dari Kota Syam membawa gandum, kurma dan bahan pangan lainnya. Lalu Utsman bin Affan membagi-bagikan gandum dan hartanya itu secara cuma-cuma tanpa ada pretense atau pesan ingin menjadi Khalifah kepada penduduk yang sedang kekurangan dan kelaparan.

Seharusnya pada saat ini ada orang seperti Utsman bin Affan yang berkurban meminimalkan kesusahan masyarakat terhadap kebutuhan pokok tanpa ada maksud lain selain ketakwaan kepada Allah SWT. Ulama besar Imam Al Ghazali mengingatkan bahwa penyembelihan hewan kurban yang dilakukan umat Islam menyimbolkan penyembelihan sifat kebinatangan manusia. Berkurban itu bukan hanya sebatas seekor kambing, tetapi yang lebih penting adalah mengorbankan hawa nafsu kebinatangan yang membelenggu setiap manusia yakni nafsu serakah, sifat kikir, egoisme personal maupun komunal dan nafsu menerabas menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan.

Baca Juga :  Euro Melemah, Sementara Indeks Dolar Naik Tipis Setelah Rilis Data PMI

Bila mencermati apa yang diingatkan Imam Al Ghazali ini ternyata sangat dibutuhkan pada era ini yakni mempertajam kepekaan dan tanggungjawab sosial (social responsibility). Artinya berkurban agar timbul rasa kebersamaan di masyarakat sehingga bisa menggalang solidaritas, kesetiakawanan sosial dan introspeksi diri untuk kemaslahatan bersama. Sekali lagi apa yang diingatkan Imam Al Ghazali kini sangat dibutuhkan bangsa Indonesia, dimana kondisi ekonomi bangsa lagi melemahnya.

Angka kemiskinan terus bertambah maka ibadah kurban bisa menjadi momentum strategis untuk memupuk rasa kesetiakawanan. Ibadah kurban bisa menjadi pelajaran berharga untuk menghilangkan sifat hewani yang ada dalam diri manusia yakni sifat rakus, tamak dan korupsi. Apa bila mengamalkan ibadah kurban secara ikhlas dan benar maka akan mampu melawan syetan dan hawa nafsu yang ada dalam diri setiap manusia itu yakni rakus akan harta dan kekuasaan. Ibadah kurban akan menghilangkan sifat-sifat yang tidak baik dalam diri manusia itu.

***

Penulis Wakil Ketua Majelis Lingkungan Hidup PD. Muhammadiyah Medan dan mantan Bendahara Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Tapanuli Utara Provinsi Sumatera Utara

Bagikan :
Scroll to Top