Jakarta|EGINDO.co Budiyanto, seorang pemerhati masalah transportasi dan hukum, menyatakan bahwa pemerintah sedang menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang akan menjadi dasar bagi penerapan pajak karbon. Pajak karbon ini akan diberlakukan secara progresif, di mana kendaraan bermotor dengan kadar emisi karbon dioksida (CO2) tinggi akan dikenakan pajak lebih tinggi, sementara kendaraan dengan emisi rendah akan dikenakan pajak lebih rendah.
Ia menyoroti bahwa kebijakan ini memiliki sisi positif dan negatif yang perlu diantisipasi. Di satu sisi, penerapan pajak progresif ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan negara dari sektor pajak serta mendorong konsumen untuk beralih ke kendaraan dengan emisi karbon rendah atau bahkan kendaraan listrik. Pemerintah juga dapat memberikan subsidi dan fasilitas pendukung bagi kendaraan listrik.
Namun, kebijakan ini juga berpotensi menimbulkan dampak negatif, seperti penurunan produksi dan penjualan kendaraan bermotor berbahan bakar fosil akibat penurunan permintaan. Selain itu, penerapan pajak karbon yang progresif dapat memberatkan konsumen kelas menengah ke bawah yang memiliki pendapatan terbatas. Berdasarkan data, sekitar 40 persen kendaraan di Indonesia tidak melakukan pengesahan setiap tahun, dengan total pajak yang tertunda mencapai sekitar Rp 100 triliun.
Budiyanto menekankan pentingnya kajian mendalam sebelum Peraturan Pemerintah tentang pajak karbon diundangkan. Penerapan pajak karbon dapat meningkatkan biaya operasional perusahaan transportasi umum, yang pada akhirnya akan dibebankan kepada masyarakat dan dapat memicu inflasi. Langkah mitigasi risiko harus disiapkan dengan cermat, mengingat situasi transisi menuju pemerintahan baru hasil Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Persiapan mitigasi risiko yang matang sangat diperlukan untuk mengurangi dampak negatif yang dapat merugikan masyarakat. (Sn)