Kuala Lumpur | EGINDO.co – Bea Cukai AS telah menemukan praktik kerja paksa dalam produksi sarung tangan sekali pakai Top Glove dan mengarahkan pelabuhannya untuk menyita barang dari pabrikan, dinyatakan pada Senin (29 Maret).
Dalam sebuah pernyataan semalam, US Customs and Border Protection (CBP) mengatakan pihaknya memiliki informasi yang cukup untuk menentukan pelanggaran ketenagakerjaan di pembuat sarung tangan medis terbesar di dunia itu.
CBP mengeluarkan perintah pada Juli tahun lalu yang melarang impor dari dua anak perusahaan Top Glove atas dugaan pelanggaran ketenagakerjaan.
Larangan itu sekarang meluas “ke semua sarung tangan sekali pakai yang berasal dari pabrik Top Glove di Malaysia”, katanya kepada Reuters.
Saham Top Glove turun hampir 5 persen dalam perdagangan dini hari.
Top Glove mengatakan kepada Reuters bahwa penasihat AS-nya bekerja sama dengan perwakilan dari CBP untuk mendapatkan kejelasan dan informasi lebih lanjut tentang masalah tersebut.
CBP mengatakan temuannya tidak memengaruhi sebagian besar sarung tangan sekali pakai yang diimpor ke Amerika Serikat yang sangat penting selama pandemi COVID-19.
“CBP telah mengambil langkah-langkah untuk memastikan bahwa tindakan penegakan hukum yang ditargetkan terhadap Top Glove ini tidak akan berdampak signifikan pada total impor sarung tangan sekali pakai AS,” kata John Leonard, Penjabat Asisten Eksekutif Komisaris CBP untuk Perdagangan dalam pernyataannya.
Top Glove telah mengatakan dalam beberapa bulan terakhir bahwa mereka telah mengambil tindakan perbaikan ekstensif untuk meningkatkan praktik ketenagakerjaannya.
Konsultan perdagangan etis, Impactt, yang ditunjuk oleh Top Glove untuk menilai praktik perdagangan dan perburuhannya, melaporkan awal bulan ini bahwa mulai Januari, mereka “tidak lagi” menemukan indikator kerja paksa sistemik di pabriknya.
Sumber : CNA/SL