Banyak Wisatawan Tidak Tahu, Mengapa Menjadi Pulau Tidung

Raja Tidung XIII
Makam Raja Tidung XIII

Catatan: Fadmin Malau

PULAU TIDUNG, mengapa disebut namanya Pulau Tidung. Banyak wisatawan berkunjung ke Pulau Tidung yang merupakan salah satu kelurahan di kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, Kabupaten Kepulauan Seribu, Jakarta Utara itu tidak mengetahui mengapa jadi namanya Pulau Tidung. Hal itu terungkap saat EGINDO.co mengunjungi pulau wisata, Pulau Tidung bersama Firma Total Solution (FTS) dan Dekarbon Nusantara Unggul (DNU) yang mengadakan “Employee Gathering” selama dua hari di Pulau Tidung.

Umumnya para wisatawan yang berkunjung ke Pulau Tidung karena keindahan alam yang ditawarkan pulau tersebut. Pulau Tidung, satu kelurahan di kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, Kabupaten Kepulauan Seribu, Jakarta Utara memang indah dan oleh para pelaku wisata menata dan mengelolanya sebagai daerah tujuan wisata bahari.

Pantauan EGINDO.co selama dua hari di pulau punya sejarah itu banyak yang tidak peduli mengapa disebut dengan Pulau Tidung. “Tidak tahu bang, mengapa dinamakan Pulau Tidung, di Kepulauan Seribu ini berbagai macam nama, ada Pulau Bidadari, ada Pulau Payung, ada Pulau Pramuka dan lainnya,” kata Jujuk (27) seorang wisatawan di Dermaga Utara Pulau Tidung.

Para wisatawan muda usia banyak yang tidak mengetahui mengapa namanya Pulau Tidung, berbeda dengan para wisatawan berusia lanjut mengetahui mengapa dinamakan Pulau Tidung. Kurang diketahuinya mengapa namanya Pulau Tidung terlihat dengan sepinya para wisatawan melakukan wisata sejarah dengan mengunjungi makam bersejarah dan dikeramatkan di Pulau Tidung itu.

Baca Juga :  Berbuka Puasa Bersama (Bukber) Pada Bulan Ramadhan
Wisatawan di Pulau Tidung sedang membahas mengapa menjadi Pulau Tidung

Hal itu diakui Barkah (32) penduduk Kelurahan Pulau Pari di Pulau Tidung yang sehari-harinya sebagai nelayan tradisional. “Banyak yang tidak tahu tentang sejarah mengapa dinamakan Pulau Tidung, para pengelola wisata ke Pulau Tidung juga tidak memperkenalkannya,” kata Barkah agak kesal.

Apa yang dikatakan Bahkah ada benarnya sebab pengamatan EGINDO.co tidak banyak yang tahu dan peduli dengan makam di pojok barat pulau itu yang merupakan menjadikan pulau itu bernama Pulau Tidung.

Menurut Barkah, dalam tiga tahun terakhir makam raja pemberani itu semakin sepi sejak Coronavirus (Covid-19) melanda Indonesia. Makam yang ada di pojok barat pulau itu nyaris tidak ada yang mendatangi. “Berbeda ketika sebelum Covid makam itu sekali setahun sangat ramai dikunjungi oleh para turunan dari yang dimakamkan yakni memperingati hari meninggalnya yang dimakamkan, pada saat haul sangat ramai,” kata Barkah menjelaskan.

Dikatakannya banyak yang berziarah ke makam dan mengaji ketika memperingati haulnya. Diakui Barkah kedatangan para turunan yang dimakamkan itu membuat Pulau Tidung menjadi sangat ramai. Berbeda dengan ketika Covid-19 melanda para keturunan yang dimakamkan di pojok barat pulau itu tidak datang memperingati haulnya sehingga nyaris sepi. “Sekarang tidak ada Covid lagi, bisa jadi para keturunan yang dimakamkan akan datang lagi dan membuat Pulau Tidung menjadi ramai,” kata Barkah berharap.

Baca Juga :  Makna Imlek Dalam Ketahanan Pangan Indonesia
Wisatawan bersepeda mengelilingi Pulau Tidung karena mobil belum tersedia

Siapakah yang dimakamkan menurut Barkah itu? Ternyata yang dimakamkan itu merupakan kisah dari Pulau Tidung Besar, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta Utara. Nama Pulau Tidung berhubungan langsung dengan yang dimakamkan itu yakni daerah asal Raja Pandita pemimpin Kerajaan Tidung yang saat ini berlokasi di Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara.

Makam Sang Raja di pulau yang terkenal dengan pariwisatanya itu adala Raja Pandita bernama Aji Muhammad Sapu dengan nama kecil Kaca dilahirkan di Malinau, 20 Juli 1817. Raja Pandita adalah raja yang keras terhadap Belanda. Hal itu tertulis pada prasasti pembangunan makam yakni, “Di lokasi ini dibangun makam Raja Pandita, tokoh dan Raja Tidung dari Kabupaten Malinau yang diasingkan pada tahun 1892 karena menentang penjajahan kolonial Belanda.”

Prasasti itu ditandatangani Bupati Malinau dan Bupati Kepulauan Seribu. Cerita mengapa sang raja bisa sampai ke pulau itu karena sikap keras Raja Pandita terhadap Belanda dan akhirnya Belanda mengasingkannya dari rakyatnya.

Menurut sejarahnya bermula dari perseteruan Kerajaan Tidung dan Kerajaan Bulungan yang dipimpin Sultan Maulana Mohammad Kaharudin mengklaim telah menguasai Kerajaan Tidung dan berhak atas hasil penjualan komoditas hutan dan klaim Kerajaan Bulungan atas Kerajaan Tidung ditandatangani pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1878 secara sepihak tanpa diketahui Raja Pandita.

Baca Juga :  Hari AIDS se-Dunia, Pendekatan Agama bagi Penderita

Raja Tidung XIII merasa tetap berdaulat dan menyerahkan kekuasaan kepada cucunya bernama Sayid Abdurrahman Syarif Panamban, tetapi Sultan Bulungan tidak terima dengan penyerahan kekuasaan itu karena merasa dirinya berhak atas pajak dari Kerajaan Tidung. Pandita tidak mau, sehingga diasingkan ke Banjarmasin Kalimantan Selatan.

Kemudian Raja Pandita diasingkan lagi ke Batavia, selanjutnya oleh Belanda dari Batavia dilakukan pengasingan ke pulau yang ada di Batavia, perahunya berlabuh di pulau. Ketika berada di pulau yang diasingkan Belanda itu Raja Tidung XIII menamai pulau itu sebagai Pulau Tidung, dengan tujuan agar terus teringat akan Kerajaan Tidung.

Dalam perjalanan hidupnya mempunyai anak bernama Hamidun yang kemudian melahirkan keturunan di pulau yang bernama Pulau Tidung. Raja Pandita mangkat dan dikebumikan di Pulau Tidung Besar pada 1898. Hingga seabad kemudian, tidak ada yang tahu bahwa makam itu adalah makam raja yang pemberani melawan penjajahan.

Setelah cerita Jembatan Cinta dalam menyambut kedatangan para wisatawan ke Pulau Tidung. Lalu tentang masyarakat Pulau Tidung, antara berdagang, menjadi Nelayan dan pelaku Wisata. Ternyata nama pulau Tidung dari asal seorang Raja. Lalu apa lagi yang ada di Pulau Tidung? Mau tahu? Nah, ikuti kelanjutan tulisan ini besok tentang Pulau Tidung. (BERSAMBUNG)

***

Bagikan :
Scroll to Top