AS Finalisasi Pembatasan Investasi Di Teknologi China

AS Finalisasi investasi teknologi China
AS Finalisasi investasi teknologi China

Washington | EGINDO.co – Pemerintahan Presiden Joe Biden telah merampungkan pembatasan investasi AS dalam teknologi sensitif seperti semikonduktor di Tiongkok yang menimbulkan ancaman terhadap keamanan nasional, kata Departemen Keuangan pada Senin (28 Oktober).

Peraturan baru, yang mulai berlaku pada 2 Januari tahun depan, akan melarang perusahaan, warga negara, dan penduduk tetap yang berkantor pusat di AS untuk terlibat dalam transaksi yang melibatkan teknologi mutakhir seperti semikonduktor, kecerdasan buatan (AI), dan komputasi kuantum, Departemen Keuangan mengumumkan dalam sebuah pernyataan.

Investor juga akan diminta untuk memberi tahu Departemen Keuangan tentang investasi dalam beberapa teknologi yang kurang maju “yang dapat berkontribusi terhadap ancaman terhadap keamanan nasional Amerika Serikat”, pernyataan itu menambahkan.

Baca Juga :  Pentagon Tarik 1.100 Tentara Dari Misi Perbatasan AS-Meksiko

Ini akan mencakup investasi dalam semikonduktor lama, kata seorang pejabat senior pemerintah kepada wartawan pada Senin.

“Kecerdasan buatan, semikonduktor, dan teknologi kuantum sangat penting bagi pengembangan aplikasi militer, pengawasan, intelijen, dan keamanan siber generasi berikutnya,” kata asisten sekretaris Departemen Keuangan untuk keamanan investasi Paul Rosen dalam sebuah pernyataan.

“Aturan akhir ini mengambil langkah-langkah yang terarah dan konkret untuk memastikan bahwa investasi AS tidak dieksploitasi untuk memajukan pengembangan teknologi utama oleh mereka yang mungkin menggunakannya untuk mengancam keamanan nasional kita,” tambahnya.

Aturan tersebut merupakan hasil dari perintah eksekutif yang ditandatangani Biden Agustus lalu yang ditujukan untuk membatasi investasi AS tertentu di area teknologi tinggi yang sensitif di Tiongkok, termasuk di Hong Kong dan Makau.

Baca Juga :  Elon Musk: Starlink Akan Cari Pengecualian Dari Sanksi Iran

Sebagai tanggapan, Kementerian Luar Negeri Tiongkok menyebut perintah eksekutif tersebut sebagai upaya untuk “terlibat dalam anti-globalisasi dan de-sinisasi”, seraya menambahkan bahwa Beijing “sangat tidak puas” dan berhak untuk melindungi kepentingannya.

Sumber : CNA/SL

Bagikan :
Scroll to Top