Jakarta | EGINDO.co – Hampir dapat dipastikan bahwa tujuan utama pengurangan penggunaan kendaraan pribadi dengan rencana sebanyak 25 ruas jalan di DKI Jakarta akan segera berbayar dengan menggunakan model electronic road pricing (ERP) tidak akan berhasil dan hanya akan menimbulkan masalah baru yaitu semakin meningkatnya biaya transportasi di Jakarta.
Hal itu dikatakan Ketua Umum (Ketum) Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Alphonzus Widjaja menjawab pertanyaan EGINDO.co Rabu (11/1/2023) kemarin tentang rencana sebanyak 25 ruas jalan di DKI Jakarta akan segera berbayar dengan menggunakan model electronic road pricing (ERP).
Ditegaskan Alphonzus Widjaja tujuan utama pemberlakuan jalan berbayar untuk mengurangi kemacetan di Jakarta tidak akan berhasil. Harusnya kata Alphonzus Widjaja tujuan utama pemberlakuan jalan berbayar adalah untuk mendorong penggunaan transportasi public.
“Oleh karena itu untuk pemberlakuan jalan berbayar di Jakarta harus didahului dengan pembenahan infrastruktur dan penyediaan transportasi publik yang mana sampai dengan saat ini kedua hal tersebut masih berada jauh dari harapan masyarakat, khususnya penduduk DKI Jakarta,” kata Alphonzus Widjaja menjelaskan.
Sangat disayangkannya, pemberlakuan jalan berbayar pada saat infrastruktur masih buruk dan masih tidak memadainya transportasi publik di Jakarta. “Dari kondisi yang ada maka hampir dapat dipastikan bahwa tujuan utama pengurangan penggunaan kendaraan pribadi tidak akan berhasil dan hanya akan menimbulkan masalah baru yaitu semakin meningkatnya biaya transportasi di Jakarta,” katanya menandaskan.
Sementara itu Dr. Anwar Hasibuan, SH, MH pengamat kebijakan public dan dosen Fakultas Hukum salah satu Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Jakarta kepada EGINDO.co Kamis (12/1/2023) mengatakan Undang Undang (UU) lalulintas yakni pada Pasal 133 Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam mengatasi kemacetan lalulintas bukan membuat jalan berbayar di jalan public akan tetapi menghitung perbandingan volume lalu lintas kendaraan bermotor dengan kapasitas jalan, ketersediaan jaringan dan pelayanan angkutan umum, dan kualitas lingkungan.
Ditegaskannya, jalan public itu dibangun dari uang rakyat yakni uang hasil pajak maka tidak tepat dikutip lagi atau berbayar. Lain halnya jika jalan tersebut bukan jalan public maka boleh berbayar, untuk itu ada indikasi korupsi dalam hal jalan public dijadikan jalan berbayar dengan alasan mengurangi kemacetan lalulintas dan jelas melanggar UU Lalulintas.@
Fd/timEGINDO.co