Medan | EGINDO.com – Pada saat puluhan warga Sidaji, Desa Simarmata, Kecamatan Simanindo, masih terpuruk akibat kehilangan rumah dan harta benda karena kebakaran hebat pada Senin (29/9/2025) lalu, Bupati Samosir Vandiko T. Gultom justru terlihat sibuk menghadiri pesta budaya Horja Bius dan ritual sakral Mangalahat Horbo di Onan Sipulo, Kecamatan Palipi, Jumat (3/10/2025).
Kehadirannya dalam acara penuh seremonial itu menuai kecaman keras dari publik yang menilai pemimpinnya lebih mementingkan panggung budaya ketimbang nasib rakyatnya yang tengah menderita.
Kebakaran yang terjadi sekitar pukul 03.00 WIB tersebut melalap delapan unit rumah warga hanya dalam hitungan menit. Tragisnya, mobil pemadam kebakaran baru tiba satu jam kemudian, sekitar pukul 04.00 WIB, meski jarak dari Pangururan ke lokasi kejadian hanya sekitar 20 menit. Warga menilai, kelambanan respons pemerintah menjadi faktor besar penyebab besarnya kerusakan.
Lebih menyakitkan lagi, hampir sepekan setelah musibah itu, Bupati Vandiko tak pernah turun langsung melihat kondisi warganya yang kehilangan tempat tinggal. Sikap tersebut dinilai mencerminkan kurangnya empati dan tanggung jawab moral seorang pemimpin.
“Seharusnya Bupati hadir dan menyemangati warganya yang sedang berduka. Ini bukan soal seremoni adat, tapi soal hati dan kepedulian. Pemimpin itu bukan hanya hadir saat pesta, tapi terutama ketika rakyatnya menangis,” tegas Marco Sihotang, mantan anggota DPRD Samosir, Sabtu (4/10/2025).
Marco menambahkan, langkah pemerintah yang hanya mengutus perwakilan untuk menyerahkan bantuan dianggap tidak cukup. “Waktu kampanye, beliau rela menembus pelosok demi mencari suara. Tapi ketika rakyatnya kehilangan tempat tinggal, ia seolah tidak punya waktu untuk sekadar hadir,” kritiknya dengan nada kecewa.
Sementara itu, dalam sambutannya saat membuka Horja Bius, Bupati Vandiko menyatakan bahwa acara budaya itu penting untuk melestarikan warisan leluhur. “Budaya yang diwariskan oleh nenek moyang harus kita jaga dan lestarikan agar dapat dinikmati oleh generasi mendatang,” ujarnya, dikutip dari rilis resmi Dinas Kominfo Samosir. Namun pernyataan tersebut justru dianggap kontras dengan realitas di lapangan. “Melestarikan budaya itu penting, tapi peduli pada rakyat jauh lebih penting. Apa arti pesta adat jika rakyatnya menangis di atas puing-puing rumah?” kata Marco.
Acara Horja Bius sendiri berlangsung hingga Sabtu (4/10/2025) dengan puncak Festival Gondang Naposo yang melibatkan peserta dari seluruh kecamatan. Namun, di tengah kemeriahan pesta budaya itu, duka mendalam masih menyelimuti warga Simarmata. Bagi mereka, meriahnya musik gondang dan ritual adat tak mampu menghapus kekecewaan terhadap pemimpin yang tak hadir di saat mereka paling membutuhkan.@
Rel/timEGINDO.com