Anggota DPR RI: Kemenkes Tunda Pelaksanaan Kebijakan KRIS BPJS Kesehatan

Kebijakan KRIS BPJS Kesehatan
Kebijakan KRIS BPJS Kesehatan

Jakarta | EGINDO.co – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menunda pelaksanaan bebijakan KRIS BPJS Kesehatan. Hal itu disampaikan pada Rapat kerja (Raker) bersama Kemenkes, BPJS Kesehatan dan DJSN di gedung DPR RI, pada Kamis (6/6/2024) kemarin.

Anggota DPR RI itu dari Komisi IX DPR RI yakni Irma Suryani meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menunda penerapan kebijakan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) untuk peserta BPJS Kesehatan.

Penundaan itu katanya karena pemerintah berencana menghapus layanan kelas BPJS Kesehatan dan sebagai gantinya, pemerintah akan menggantinya dengan kebijakan KRIS yang pelaksanaannya mulai 1 Juli 2025 mendatang.

Irma Suryani meminta untuk meminta untuk dipikirkan baik-baik, kembali melakukan evaluasi karena apa yang diomongin satu hal yang wajar agar nantinya tidak terjadi kegaduhan, jangan terus dilakukan, jangan dipaksakan. Menurut Irma, penerapan KRIS akan menghadapi banyak tantangan terutama kaitanya kesiapan rumah sakit di daerah.

Baca Juga :  Kemenkes: 12 Rekomendasi Kebijakan Terkait Telekesehatan di Indonesia

Pasalnya, salah satu kriteria dalam penerapan KRIS adalah menstandarkan jumlah tempat tidur menjadi terbatas 4 tempat tidur saja. Katanya dengan kriteria itu bisa berdampak pada banyaknya pasien yang tidak tertangani dengan dalih minimnya ruang rawat inap. Katanya kenyataannya sekarang ini banyak rumah sakit belum siap.

“Kami ini di daerah kami punya dapil, kami tahu persis dengan 12 per kamar saja tidak tertampung, banyak sekali masyarakat yang tidak bisa masuk RS karena rawat inap, jadi jangan ngegampangin, bagaimana nantinya jika banyak pasien yang mau opname akan tetapi tidak bisa opname karena tidak ada tempat tidur tersedia,” katanya mempertanyakan.

Sementara itu hal senada datang dari anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto yang mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati dalam menerapkan kebijakan KRIS. Hal itu karena Edy melihat kebijakan KRIS akan berdampak signifikan terhadap pengurangan ketersediaan tempat tidur di rumah sakit.

Baca Juga :  Kemenkes: Pengendalian Covid-19 Indonesia Semakin Membaik

“Dampaknya, peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bisa berpotensi kehilangan akses dan fasilitasnya. Hitungan saya potensi kehilangan (tempat tidur rumah sakit) ada 125.000 tempat tidur. Itu yang saya anggap menurunkan akses orang ketika sakit tapi tempat tidur tidak ada,” Kata Edy menjelaskan.

Disamping itu hingga kini, pemerintah juga masih belum menetapkan uuran, dengan dalih masih dilakukan perhitungan aktuaris. Adanya informasi yang beredar pada masyarakat bahwa iuran BPJS akan dirubah menggunakan skema tunggal tanpa kelas. Untuk itu kata Edy pemerintah harus segera untuk menjawab kabar simpang siur soal tarif dan iuran itu agar ada kepastian kepada masyarakat.@

Bs/timEGINDO.co

Bagikan :
Scroll to Top