Oleh: Fadmin Malau
KETIKA matahari tenggelam ke dalam laut di kaki langit tepi pantai barat Pulau Sumatera, desa-desa yang ada di sekitar tepi pantai itu menjadi gelap gulita. Ahmad Fadila Tanjung baru selesai menyalakan lampu patromak dan digantungnya di ruang tengah rumah panggung itu. Kemudian tiga lampu minyak tanah yang juga dinyalakannya disangkutkannya di tiang dinding rumah papan itu. Lalu Ahmad Fadila Tanjung menyalakan dua pelita yakni lampu berbahan bakar minyak tanah dengan sumbu kain yang dibakar diletakkannya di balai-balai depan rumah panggung itu agar memberikan cahaya menerangi bagian luar rumah panggung itu dan menembus gelapnya malam di tepi pantai yang terus tak henti ombak laut menghempas tepi pantai.
Sudah menjadi kegiatan rutin bagi Ahmad Fadila Tanjung setiap Magrib tiba menyalakan lampu lampu itu guna mengusir gelapnya malam di pantai barat Pulau Sumatera itu, tepatnya di desa Sitiris-tiris Kecamatan Barus Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng) Provinsi Sumatera Utara (Sumut).
Itu kegiatan rutin dahulu, itu cerita dahulu, cerita yang terjadi dua puluh tahun yang lalu ketika rumah kediaman Ahmad Fadila Tanjung (37) belum memiliki aliran listrik dan kala itu Ahmad Fadila Tanjung berusia 17 tahun. “Iya, menyalakan lampu memang sudah menjadi tugas rutin setiap hari ketika menjelang magrib tiba karena belum ada tiang listrik sampai ke depan rumah kami, tiang listrik hanya ada di jalan desa menuju tepi pantai ini sehingga tidak mendapat aliran listrik. Beda dengan hari ini, aliran listrik sudah sampai ke rumah-rumah penduduk yang ada di tepi pantai ini bang,” katanya mengenang masa lalu.
Dijelaskannya, dahulu belum banyak rumah di tepi pantai itu, hanya beberapa rumah saja dengan jarak rumah yang saling berjauhan satu dengan lainnya. Beda dengan saat ini sudah banyak rumah penduduk di tepi pantai itu dengan jarak yang tidak berjauhan dan semua rumah-rumah itu sudah diterangi dengan lampu listrik.
“Kalau dahulu bang, sepi pengunjung pantai ini. Hampir tidak ada orang. Kalau pun ada hanya beberapa orang saja pada siang hari. Kini pantai ini ramai seperti yang abang lihat. Banyak pengunjung yang datang ke pantai ini. Bukan siang hari ini saja banyak yang berkunjung tetapi pada malam hari juga. Kini abang lihat sudah ada beberapa café di tepi pantai ini yang buka dari siang hari sampai malam hari. Itu disebabkan sudah ada penerangan listrik,” kata Ahmad Fadila Tanjung.
Menurutnya dahulu rumah-rumah penduduk di desa-desa di kecamatan Barus Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng) Sumatera Utara (Sumut) belum semuanya menikmati penerangan listrik dari PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN). Masih mudah dijumpai rumah-rumah penduduk tanpa penerangan listrik sehingga rumah-rumah penduduk itu pada malam hari terlihat gelap. Kawasan tepi pantai terlihat remang-remang karena disinari dengan cahaya lampu minyak tanah atau lampu patromak dari rumah-rumah penduduk.
Rumah-rumah penduduk yang diterangi dengan penerangan listrik PLN umumnya rumah-rumah yang berada di tepi jalan besar atau tepi jalan desa atau tepi jalan kecamatan. Namun, kini bukan saja rumah-rumah yang berada di jalan desa atau di tepi jalan kecamatan rumah-rumah penduduk yang terang diterangi aliran listrik dari PLN akan tetapi semua rumah-rumah penduduk di desa itu terang benderang telah dialiri listrik dari PLN.
Hal itu sebagai wujud nyata dari kerja PT. Perusahaan Listrik Negara dalam mewujudkan energi kerkeadilan untuk listrik dimana energi berkeadilan itu merupakan konsep yang memastikan akses energi yang merata bagi seluruh rakyat, dengan harga yang terjangkau dan berkelanjutan. Kemudian mengoptimalkan potensi sumber energi lokal dimana merujuk kepada transisi energi yang adil dengan peluang perubahan sistem energi terbarukan. Secara perlahan akan tetapi pasti dalam mendistribusikan secara setara kepada semua rakyat Indonesia.

Prinsip Utama Energi Berkeadilan
Mewujudkan energi kerkeadilan untuk listrik dimana terwujudnya akses merata. Memberikan akses energi yang sama kepada seluruh rakyat Indonesia melalui pembangunan infrastruktur, termasuk di daerah pedesaan dan terpencil. Energi kerkeadilan untuk listrik menjamin energi tersedia dengan harga yang terjangkau bagi masyarakat dan mengoptimalkan sumber energi lokal yang berkelanjutan, ramah lingkungan, termasuk energi terbarukan.
Energi kerkeadilan untuk listrik melibatkan partisipasi masyarakat secara aktif dalam pengambilan keputusan terkait energi dan memastikan manfaat ekonomi serta sosial dari energi terbarukan dapat dirasakan secara langsung semua masyarakat. Energi kerkeadilan untuk listrik melindungi masyarakat dari dampak negatif transisi energi, seperti kehilangan pekerjaan di sektor energi fosil, melalui program pelatihan dan jaminan sosial.
Mengutip Press Release PT. PLN Nomor 155.PR/STH.01.05/VIII/2025 pada 3 Agustus 2025 menyebutkan PT PLN (Persero) menegaskan komitmennya untuk menjalankan arahan pemerintah dalam mempercepat penyediaan akses listrik bagi seluruh lapisan masyarakat hingga ke pelosok negeri. Komitmen itu sejalan dengan roadmap Program Listrik Desa (Lisdes) 2025–2029 yang menargetkan elektrifikasi menyeluruh, termasuk di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Hal itu disampaikan dalam gelaran Energi dan Mineral Festival 2025 di Jakarta, pada Kamis 31 Juli 2025.
Koordinator Rencana dan Laporan Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Eri Nurcahyanto, mengungkapkan bahwa masih terdapat 10.068 lokasi di seluruh Indonesia yang belum menikmati akses listrik. Kementerian ESDM bersama PLN telah mengidentifikasi dan menyusun langkah strategis untuk mempercepat penyediaan energi di wilayah-wilayah tersebut. “Memang untuk daerah timur menjadi PR kita bersama, karena rasio elektrifikasi atau akses pada listrik harus ditingkatkan. Kita harus bekerja keras untuk itu. Bapak Presiden berkomitmen untuk menyelesaikan (persoalan) masyarakat yang sampai hari ini belum menikmati akses listrik dalam waktu 4 hingga 5 tahun ke depan,” ujar Eri.
Menurutnya, sinergi lintas sektor menjadi kunci dalam mendorong percepatan elektrifikasi nasional. Kementerian ESDM, PLN, pemerintah daerah, serta pelaku usaha dan mitra pembangunan terus memperkuat kolaborasi agar setiap langkah yang diambil dapat berjalan efektif, berkelanjutan, dan sesuai dengan karakteristik serta kebutuhan wilayah masing-masing.
Dari kawasan timur Indonesia, Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Emanuel Melkiades Laka Lena, menyampaikan apresiasi kepada PLN atas komitmen dan langkah nyata memperluas akses listrik berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT). Menurutnya, pengembangan EBT merupakan solusi jangka panjang yang tepat untuk menjawab tantangan geografis serta keterbatasan pasokan energi fosil. “Saat ini kami terus memperbesar penggunaan EBT ataupun penggunaan pembangkit dari energi baru terbarukan, ini menjadi kekuatan di Nusa Tenggara Timur,” ujar Melki.
Melki menambahkan bahwa Provinsi NTT memiliki potensi energi lokal yang melimpah, mulai dari angin, surya, panas bumi (geothermal), biomassa, hingga energi air dan arus laut. Ia berharap optimalisasi potensi EBT di wilayah timur Indonesia terus didorong secara serius dan dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik. “Dari semua yang ada ini, yang baru sempat kita dorong adalah geothermal. Terima kasih buat PLN karena sejak 2012 sudah membuat (Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi) di Ulumbu,” katanya.
Direktur Distribusi PLN, Arsyadany Ghana Akmalaputri, menyatakan kesiapan dan komitmen PLN dalam menghadirkan listrik hingga ke seluruh penjuru Tanah Air sebagai bagian dari amanah Pancasila untuk mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. “PLN akan menjalankan mandat dari pemerintah untuk meningkatkan dan mengalirkan listrik ke seluruh pelosok Indonesia. Dan karena bagi kami terang ini bukan sekedar cahaya, tapi ini tanda hadirnya keadilan, kemajuan dan harapan bagi seluruh anak negeri,” ujar Arsyadany.
Ia menambahkan, sebagian besar wilayah yang belum terlistriki berada di kawasan 3T dengan tantangan geografis yang tidak mudah. Untuk menjawab hal ini, PLN menerapkan pendekatan Lisdes New Way yang menggeser sistem kelistrikan dari model sentralisasi menuju distributed generation dan smart microgrid berbasis local renewable energy. Pendekatan ini diperkuat dengan pemetaan berbasis geospasial, sehingga lebih adaptif dan efisien dalam menjangkau titik-titik terpencil.
Strategi ini dijalankan melalui berbagai upaya, antara lain pemanfaatan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) berbasis baterai yang dinilai efektif menjawab tantangan elektrifikasi di wilayah-wilayah yang sulit dijangkau jaringan konvensional. Selain itu, PLN juga menjalin kolaborasi lintas fungsi yang dikombinasikan dengan program strategis Bantuan Pasang Baru Listrik (BPBL) ESDM dan Light Up The Dream (LUTD) PLN. “Hadirnya akses listrik dapat menciptakan multiplier effect nyata bagi kehidupan masyarakat melalui penguatan sektor pendidikan, layanan kesehatan, ekonomi lokal, dan ketahanan pangan. Sehingga hal ini turut mendukung pencapaian target pertumbuhan ekonomi nasional,” kata Arsyadany.
Terwujudnya akses listrik berkeadilan hingga ke pelosok negeri menjadi fondasi ekonomi, pendukung keberhasilan pendidikan dan menumbuhkan kesehatan bagi rakyat Indonesia. Akses listrik di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) merupakan wujud nyata hadirnya energi yang berkeadilan di Indonesia.
Listrik membuka peluang usaha, sebagaimana yang dikatakan Ahmad Fadila Tanjung kepada penulis. “Kalau dahulu bang, sepi pengunjung pantai ini. Hampir tidak ada orang. Kalau pun ada hanya beberapa orang saja pada siang hari. Kini pantai ini ramai seperti yang abang lihat. Banyak pengunjung yang datang ke pantai ini. Bukan siang hari ini saja banyak yang berkunjung tetapi pada malam hari juga. Kini abang lihat sudah ada beberapa café di tepi pantai ini yang buka dari siang hari sampai malam hari. Itu disebabkan sudah ada penerangan listrik,” kata Ahmad Fadila Tanjung.
Para pengusaha cefe di tepi pantai barat Pulau Sumatera itu tepatnya di desa Sitiris-Tiris dan desa Kade Gadang Kecamatan Barus Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng) Provinsi Sumatera Utara (Sumut) mengakui bahwa pengunjung café lebih banyak pada malam hari dari pada siang hari. Hal itu bisa dilakukan karena di kawasan tepi pantai barat Pulau Sumatera itu telah dialiri aliran listrik. Andai belum dialiri aliran listrik dari PT. PLN dipastikan hal tersebut tidak bisa dilakukan para pengusaha café.
Listrik yang sudah merata di kawasan tepi pantai barat Pulau Sumatera itu juga mendukung anak-anak desa tepi pantai yang indah itu belajar lebih baik pada malam hari karena sudah ada penerangan listrik. Beda dengan sebelum ada aliran listrik, belajar dengan penerangan lampu patromak tidak nyaman.
Apa yang dikatakan Ahmad Fadila Tanjung yang menjadi kegiatan rutin menyalakan lampu patromak dan digantungnya di ruang tengah rumah untuk penerangan belajar atau mengerjakan Pekerjaan Rumah (PR) dari guru di sekolah.
Belajar dengan lampu minyak tanah yang disangkutkan di tiang dinding rumah lebih tidak nyaman lagi kenang Ahmad Fadila Tanjung. Katanya kalau dekat dengan lampu minyak tanah itu ketika belajar, cahayanya kurang terang dan lubang hidung bisa hitam.
“Kalau dulu belajar malam hari, mengerjakan PR dengan memakai lampu minyak tanah hidung kita biasanya hitam bang, karena asapnya. Belum lagi cahayanya temaram, tidak terang benderang dan hidung kita yang hitam itu disebabkan asap dari lampu minyak tanah yang kita hirup. Tentunya tidak baik bagi kesehatan,” kata Ahmad Fadila Tanjung mengenang masa lalu ketika di rumahnya pada malam hari belum dialiri aliran listrik dari PT. Perusahaan Listrik Negara.@
***
Penulis adalah wartawan media online EGINDO.com