Jakarta|EGINDO.co Pemerhati transportasi dan hukum, AKBP (Purn.) Budiyanto, S.H., S.Sos., M.H., menegaskan pentingnya penyelesaian masalah pelanggaran lalu lintas melalui jalur hukum tanpa melibatkan tindakan kekerasan. Hal ini disampaikan beliau dalam menanggapi fenomena pelanggaran penggunaan knalpot bising yang sering memicu keluhan masyarakat.
“Kita adalah negara hukum. Setiap permasalahan yang berkaitan dengan perbuatan hukum wajib diselesaikan sesuai aturan hukum, bukan dengan cara kekerasan,” ujar Budiyanto.
Budiyanto menjelaskan bahwa penggunaan knalpot yang tidak sesuai standar dan sengaja digeber-geber di jalan raya merupakan pelanggaran lalu lintas karena tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan. Pelanggaran ini diatur dalam:
- Pasal 285 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ)
Pelanggar dapat dikenai pidana kurungan paling lama satu bulan atau denda paling banyak Rp250.000. - Pasal 32 ayat (6) Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2012 tentang Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan
Kendaraan bermotor yang melanggar aturan dapat disita hingga ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht).
Budiyanto menambahkan bahwa kendaraan yang telah disita hanya dapat dikembalikan kepada pemilik setelah ada putusan pengadilan, dengan syarat pemilik mengganti knalpot yang tidak standar dengan knalpot sesuai ketentuan. Selain itu, pemilik diminta membuat pernyataan tertulis untuk tidak mengulangi perbuatan tersebut.
Budiyanto mengakui bahwa banyak masyarakat mendukung tindakan tegas terhadap pengguna knalpot bising, mengingat perilaku tersebut sering dianggap mengganggu ketertiban umum. Namun, beliau menekankan bahwa tindakan kekerasan, apalagi yang berpotensi menimbulkan cedera, tidak dibenarkan.
“Tindakan kekerasan tidak seharusnya dilakukan, kecuali dalam konteks edukasi atau pembinaan, seperti memberi hukuman ringan berupa push-up, asalkan tidak berlebihan,” ujarnya.
Beliau juga mengingatkan bahwa tindakan berlebihan yang tidak mendidik justru dapat bertentangan dengan prinsip penegakan hukum yang berkeadilan.
Budiyanto menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa pelanggaran penggunaan knalpot bising harus ditindak tegas sesuai aturan hukum. Namun, pendekatan edukatif dan pembinaan tetap menjadi prioritas utama agar penegakan hukum berjalan secara humanis dan mendidik.
Pernyataan ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi masyarakat dan aparat penegak hukum dalam menangani kasus pelanggaran lalu lintas tanpa menimbulkan polemik yang kontraproduktif. (Sadarudin)