Oleh: Fadmin Malau
Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda tetapi satu. Era Orde Baru kebersamaan terjalin erat kerukunan sesama suku, hidup damai berdampingan. Kini ada Undang Undang (UU) RI Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
UU ini mengingatkan diskriminasi ras dan etnis bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, Undang Undang Dasar (UUD) 1945. Semua warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan berhak atas perlindungan terhadap setiap bentuk diskriminasi ras dan etnis.
UU No. 40/2008, Bab I Pasal 1 ayat 1 menyebutkan; diskriminasi ras dan etnis adalah segala bentuk pembedaan, pengecualian, pembatasan atau pemilihan berdasarkan pada ras dan etnis yang mengakibatkan pencabutan atau pengurangan pengakuan, perolehan atau pelaksanaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam suatu kesetaraan di bidang sipil, politik, ekonomi, sosial dan budaya.
Ayat 3 menyebutkan; etnis adalah penggolongan manusia berdasarkan kepercayaan, nilai, kebiasaan, adat istiadat, norma bahasa, sejarah, geografis dan hubungan kekerabatan.
Keinginan UU No. 40/2008, etnis pesisir Tapanuli Tengah dan Sibolga sangat mendukung. Berbagai suku bangsa hidup bersama, berinteraksi di Kabupaten Tapanuli Tengah dan Sibolga. Tidak ada perbedaan suku, ras dan agama, menyatu dalam adat budaya Sumando Tapanuli Tengah dan Sibolga.
Perbedaan suku dan etnis menjadi relationship dalam etnis masyarakat pesisir Tapanuli Tengah dan Sibolga. Ibarat dua sisi koin mata uang. Satu kesatuan yang sulit dipisahkan antara suku dan etnis pesisir. Keberagaman suku di Tapanuli Tengah dan Sibolga bisa disatukan dengan etnis pesisir Tapanuli Tengah dan Sibolga. Tidak hanya satu suku tetapi banyak suku yang hidup melebur menjadi satu dengan adat budaya pesisir Sumando.
Satu ketika berbicara adat budaya pesisir Sumando tetapi pada ketika lain bicara asal sukunya. Namun, kekuatan primordialisme disatukan adat budaya pesisir Sumando. Hal ini penulis rasakan, bersuku Batak sebab melekat marga Malau. Tidak bisa dihilangkan sebab marga Malau dibawa dari lahir (innate) yang merupakan turunan (silsilah) dari nenek moyang.
Menjadi suku Batak tidak bisa diminta karena sudah kodrat dari Tuhan. Tidak ada orang yang memilih lahir atau dilahirkan dari suku Batak, dari suku Jawa dan dari suku lainnya.
Berbagai suku, Nias, Jawa, Minang, Banjar, Bugis, Aceh, Melayu dan lainnya hidup di Kabupaten Tapanuli Tengah dan Sibolga. Mereka tidak bisa menghilangkan sukunya karena terikat primordial. Namun, kondisi dan situasi hidup bersama dalam satu daerah yang sama, lahir adat budaya pesisir Sumando. Adat ini menjadi instrumen komunitas kehidupan sehari-hari dengan nama etnis pesisir Tapanuli Tengah dan Sibolga. Hidup bersama dengan bahasa dan budaya yang sama.
Bila dianalisa pengertian kata etnis agak sulit didefinisikan. Hal itu karena hampir sama dengan etnik. Pengertian etnik, kelompok orang-orang, sedangkan etnis orang-orang dalam kelompok. Dua hal yang serupa tetapi tidak sama.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata etnis sama artinya dengan etnik. Pengertian dalam KBBI adalah “et·nik /étnik/ a Antr bertalian dengan kelompok sosial dalam sistem sosial atau kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan tertentu karena keturunan, adat, agama, bahasa, dsb; etnis”
Dalam Ensiklopedia Indonesia etnis, kelompok sosial dalam sistem sosial atau kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan tertentu karena keturunan, adat, agama, bahasa dan sebagainya.
Bila demikian pengertian etnis merupakan sekumpulan manusia memiliki kesamaan ras, adat, agama, bahasa, keturunan dan memiliki sejarah yang sama. Mereka memiliki keterikatan sosial dan menciptakan sebuah budaya serta terikat didalamnya.
Dalam kajian antropologi berpedoman kepada asal kata etnis. Berasal dari bahasa Yunani yakni “etnos” yang berarti suatu komunitas yang memiliki bahasa dan kebudayaan yang sama.
Sudah Bhinneka Tunggal Ika.
Masyarakat Tapanuli Tengah dan Sibolga berasal dari berbagai suku. Namun, kondisi dan situasi melahirkan bhinneka tunggal ika yakni berbeda-beda tetapi tetap satu. Mendiami Kabupaten Tapanuli Tengah dan Sibolga berbagai suku yang datang dari berbagai segala penjuru. Lantas bisa bersatu dalam satu adat budaya pesisir Sumando bernama etnis pesisir.
Hidup bersama dari berbagai suku adalah cita-cita para pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Etnis pesisir menyatukan semua suku bangsa yang datang atau pendatang atau penumpang (pesisir) di Kabupaten Tapanuli Tengah dan Sibolga.
Pemerintah kota (Pemko) Sibolga dan Pemerintah kabupaten (Pemkab) Tapanuli Tengah harus membinanya terus menerus. Pemerintah provinsi (Pemprov) Sumatera Utara dan Indonesia harus mendukung. Tujuannya agar tumbuh dan berkembang etnis pesisir dengan instrumen adat budaya pesisir Sumando.
Hal ini penting untuk menjaga keutuhan NKRI dengan konsep bhinneka tunggal ika (berbeda-beda tetapi tetap satu). Adanya diskriminasi ras dan etnis dalam kehidupan bermasyarakat merupakan hambatan bagi pembangunan Indonesia. Adanya hubungan kekeluargaan, persaudaraan, persahabatan, perdamaian, keserasian dan keamanan adalah cita-cita bangsa Indonesia.
Hidup sehari-hari di antara warga negara berbeda suku, ras dan agama pada dasarnya ingin selalu hidup berdampingan. Suku dan etnis yang ada di Kabupaten Tapanuli Tengah dan Sibolga telah mewujudkannya. Perbedaan suku bisa dikesampingkan dengan adanya etnis pesisir adat Sumando Tapanuli Tengah dan Sibolga.
Adat budaya pesisir Sumando tidak menghilangkan suku seperti orang Batak tetap melekat marganya, begitu juga suku Minang dan lainnya. Mencermati UU No. 40/2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis tidak ada masalah di Tapanuli Tengah dan Sibolga.
Perbedaan suku tidak masalah sebab dipersatukan dengan adat budaya pesisir. Etnis pesisir membuat suku tidak dihilangkan tetapi hidup damai berdampingan pada satu daerah yang sama. Hidup di daerah tepian yang indah atau disebut tapian nauli menjadi Tapanuli. Semoga!
***