USM-Indonesia Lewat Camilan Sehat Balita, Latih Kader Posyandu dan TPK Cegah Stunting

Pengabdian kepada masyarakat, dosen dan mahasiswa USM-Indonesia melaksanakan pelatihan “Cegah Stunting dengan Variasi Camilan Sehat Balita”
Pengabdian kepada masyarakat, dosen dan mahasiswa USM-Indonesia melaksanakan pelatihan “Cegah Stunting dengan Variasi Camilan Sehat Balita”

Deli Serdang | EGINDO.com – Upaya pencegahan stunting kembali mendapat perhatian serius dari kalangan akademisi. Melalui kegiatan pengabdian kepada masyarakat, dosen dan mahasiswa Universitas Sari Mutiara (USM) Indonesia melaksanakan pelatihan bertema “Cegah Stunting dengan Variasi Camilan Sehat Balita” di Desa Pasar 6 Kuala Namu, Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara (Sumut).

Program tersebut berlangsung dari Juli hingga Agustus 2025 itu dipimpin oleh Ronni Naudur Siregar, Friska Sitorus, dan Surya Anita dengan tujuan meningkatkan pengetahuan serta keterampilan kader Posyandu dan Tim Pendamping Keluarga (TPK) dalam upaya pencegahan stunting berbasis pangan lokal.

Pelatihan tersebut dilatarbelakangi oleh masih tingginya angka stunting di Indonesia, yakni 21,6 persen berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022, yang berarti satu dari lima balita mengalami gangguan tumbuh kembang. Kondisi ini menunjukkan perlunya edukasi berkelanjutan kepada masyarakat, terutama dalam hal penyediaan makanan tambahan bagi anak. Para pelaksana menilai bahwa kader Posyandu dan TPK memiliki peran strategis sebagai ujung tombak edukasi keluarga, sehingga perlu dibekali dengan pengetahuan gizi dan keterampilan mengolah camilan sehat yang menarik, bergizi, dan mudah diaplikasikan di rumah.

Kegiatan pelatihan dirancang dengan pendekatan partisipatif dan aplikatif. Peserta memperoleh penyuluhan tentang pentingnya 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), deteksi dini stunting melalui penggunaan tikar stunting, serta prinsip gizi seimbang. Setelah sesi teori, para kader diajak mempraktikkan langsung pembuatan camilan sehat berbahan lokal seperti pisang, ubi, tempe, dan jagung. Beragam menu seperti zuppa soup, soft cookies, dan olahan tradisional bergizi menjadi contoh hidangan yang dapat dikreasikan di kegiatan Posyandu. Antusiasme peserta terlihat tinggi; hampir seluruh kader mengikuti kegiatan secara aktif dari awal hingga akhir pelatihan.

Hasil evaluasi menunjukkan peningkatan pengetahuan yang signifikan. Berdasarkan pre-test dan post-test, rata-rata skor pengetahuan kader meningkat dari 54,2 menjadi 82,6. Sebanyak 80 persen peserta kini berada pada kategori “baik” hingga “sangat baik”.

Menurut Surya Anita, pelatihan berbasis praktik seperti ini efektif karena peserta tidak hanya menerima teori, tetapi juga mengalami proses belajar secara langsung. “Dengan mencoba dan mencicipi hasil olahan sendiri, kader lebih mudah memahami serta menerapkan prinsip gizi seimbang dalam kehidupan sehari-hari,” katanya menjelaskan.

Surya Anita mengatakan pendekatan pelatihan berbasis praktik sejalan dengan teori perubahan perilaku yang menekankan pentingnya pemahaman sebagai langkah awal menuju perubahan tindakan. Selain meningkatkan kompetensi kader, kegiatan itu juga memberikan dampak sosial dan ekonomi bagi masyarakat setempat.

Sebanyak 85 persen peserta menyatakan siap menerapkan resep camilan sehat di kegiatan Posyandu berikutnya, sementara 90 persen berkomitmen mengedukasi keluarga di lingkungan mereka.

Sementara itu Ronni Naudur Siregar menambahkan bahwa kreativitas kader dalam mengolah bahan lokal berpotensi membuka peluang usaha kecil berbasis pangan sehat. “Jika dikelola dengan baik, camilan sehat ini tidak hanya menjadi sarana edukasi gizi, tetapi juga dapat dikembangkan menjadi produk rumah tangga bernilai ekonomi,” kata Ronni Naudur Siregar.

Dari pelaksanaan kegiatan tersebut menjadi bukti nyata kontribusi perguruan tinggi dalam mendukung program nasional percepatan penurunan stunting.

Friska Sitorus menjelaskan bahwa keberhasilan kegiatan di Desa Pasar 6 Kuala Namu tidak lepas dari dukungan pemerintah desa, tenaga kesehatan, dan semangat kader sebagai ujung tombak perubahan perilaku masyarakat. Meski tantangan masih ada, seperti keterbatasan alat dan kebiasaan makan keluarga, sinergi antar pihak diyakini mampu memperkuat gerakan pencegahan stunting di tingkat akar rumput.

“Camilan sehat bukan sekadar makanan tambahan, tetapi investasi untuk mencetak generasi yang sehat, cerdas, dan bebas stunting,” kata Friska Sitorus menegaskan.@

Rel/fd/timEGINDO.com

Scroll to Top