Penanganan Musim Kemarau Panjang dan Krisis Ekologis di Kawasan Danau Toba Tahun 2025 Menanggapi Dampak Deforestasi dan Pembakaran Hutan terhadap Ketahanan Air dan Iklim Lokal

Wilmar Eliaser Simandjorang
Wilmar Eliaser Simandjorang

Oleh: Dr. Wilmar Eliaser Simandjorang, Dipl_Ec., M.Si

KAWASAN Danau Toba saat ini menghadapi musim kemarau panjang dan penurunan drastis ketersediaan air yang terjadi sejak awal Mei 2025. Analisis ilmiah menunjukkan bahwa fenomena ini tidak hanya dipicu oleh anomali iklim global seperti El Niño, tetapi juga diperparah oleh kerusakan ekosistem akibat pembabatan hutan alam dan pembakaran lahan yang meningkat tajam tahun ini.

Penurunan tutupan hutan di daerah tangkapan air (catchment area), terutama di Kabupaten Toba, Samosir, dan Humbang Hasundutan, telah mengganggu siklus hidrologi, menurunkan kelembapan udara, serta meningkatkan suhu dan laju evaporasi. Kebakaran hutan memperparah situasi dengan menurunkan curah hujan lokal dan merusak struktur tanah. Kondisi ini berpotensi menimbulkan krisis ekologi permanen jika tidak segera diintervensi melalui kebijakan perlindungan hutan, pengendalian kebakaran, dan konservasi sumber daya air yang terpadu lintas sektor.

Latar Belakang Permasalahan

  1. Anomali Iklim 2025
    • Data BMKG menunjukkan pengaruh El Niño moderat yang mengurangi curah hujan di sebagian besar Sumatera Utara, termasuk Danau Toba.
    • Suhu udara meningkat rata-rata 0,8°C dibandingkan dekade sebelumnya, mempercepat penguapan air permukaan.
  2. Penurunan Tutupan Hutan dan Perubahan Lahan
    • Penelitian Riyanto et al. (2024) menunjukkan penurunan luas hutan di kawasan tangkapan air Danau Toba dari ±72.000 ha menjadi ±125.000 ha lahan kering dalam dua dekade terakhir.
    • Akibatnya, kemampuan tanah menyerap dan menyimpan air berkurang signifikan, dan debit air masuk ke Danau Toba menurun.
  3. Kebakaran Hutan dan Lahan Tahun 2025
    • Laporan BNPB dan BMKG (Mei–September 2025) mencatat status siaga darurat kekeringan dan karhutla di tujuh kabupaten Sumatera Utara, termasuk Toba dan Samosir.
    • Pembakaran menyebabkan pelepasan aerosol dan karbon hitam yang menghambat pembentukan awan dan menurunkan curah hujan lokal hingga 15–25% (Field et al., Nature Climate Change, 2016).
  4. Dampak Sosial dan Ekologis
    • Muka air Danau Toba turun ±30 cm dari rata-rata tahunan.
    • Risiko kebakaran susulan meningkat, pertanian terganggu, dan kualitas udara menurun akibat kabut asap.
    • Ketahanan air dan ketahanan pangan masyarakat lokal terancam.

Analisis Ilmiah

Kerusakan hutan dan kebakaran lahan memicu umpan balik positif terhadap kekeringan:

  • Hilangnya vegetasi mengurangi transpirasi dan kelembapan udara → berkurangnya pembentukan awan.
  • Tanah terbuka menyerap panas lebih besar → suhu meningkat → penguapan meningkat.
  • Cadangan air tanah menurun karena infiltrasi rendah → sungai dan danau cepat mengering.

Akibatnya, meskipun curah hujan kembali normal, dampak kemarau tetap terasa lebih lama karena sistem alami penahan air sudah rusak. Kawasan Danau Toba kini menunjukkan tanda-tanda penurunan fungsi ekologis sebagai “penyangga iklim dan air” Sumatera Utara. Jika tren deforestasi dan pembakaran terus berlanjut, kawasan ini berisiko mengalami degradasi ekologis permanen dalam 5–10 tahun ke depan.

Dampak yang Telah Terjadi

Aspek Dampak Nyata Tahun 2025
Hidrologi Penurunan debit sungai dan air danau ±30 cm, beberapa mata air kering
Pertanian Gagal panen di sebagian lahan jagung dan padi di Toba dan Samosir
Kualitas Udara Peningkatan ISPU hingga kategori “tidak sehat” di Balige dan Laguboti
Ekosistem Penurunan oksigen terlarut di Danau Toba dan kematian biota air lokal
Sosial Ekonomi Kekurangan air bersih dan peningkatan risiko penyakit ISPA

Rekomendasi Kebijakan

  1. Pengendalian Deforestasi dan Perlindungan Kawasan Hutan
  1. Terapkan moratorium total penebangan hutan alam di seluruh zona tangkapan air Danau Toba.
  2. Rehabilitasi kawasan kritis dengan vegetasi lokal berdaya serap air tinggi (meranti, puspa, ingul, mahoni).
  3. Perkuat penegakan hukum lingkungan terhadap pelaku illegal logging dan pembakaran hutan, dengan koordinasi antara KLHK, Gakkum, dan kepolisian daerah.
  1. Pencegahan dan Penanganan Kebakaran Hutan dan Lahan
  1. Bentuk Satuan Tugas Karhutla Danau Toba lintas kabupaten dengan dukungan data satelit (MODIS, VIIRS) untuk deteksi dini titik api.
  2. Tingkatkan patroli terpadu di musim kemarau dan penegakan larangan pembukaan lahan dengan api.
  3. Libatkan masyarakat adat dan kelompok tani hutan dalam pengawasan partisipatif berbasis kearifan lokal.
  1. Konservasi dan Pengelolaan Sumber Daya Air
  1. Bangun sumur resapan, embung mikro, dan vegetasi penahan air di daerah tangkapan.
  2. Evaluasi penggunaan air untuk PLTA Asahan dan irigasi pertanian agar tidak mempercepat penurunan muka air danau.
  3. Kembangkan sistem peringatan dini kekeringan berbasis indeks SPI/SPEI dan data curah hujan real time.
  1. Riset, Pemantauan, dan Edukasi Publik
  1. Laksanakan program penelitian jangka panjang (long-term monitoring) terhadap curah hujan, debit air, dan tutupan hutan.
  2. Publikasikan data terbuka (open data) untuk transparansi dan partisipasi publik.
  3. Integrasikan pendidikan konservasi lingkungan ke dalam kurikulum sekolah di wilayah sekitar Danau Toba.

Implikasi Kebijakan

Kebijakan yang berorientasi pada perlindungan hutan dan pengendalian kebakaran tidak hanya penting untuk konservasi Danau Toba, tetapi juga strategis bagi:

  • Ketahanan air dan energi nasional, karena Danau Toba menyuplai PLTA Asahan.
  • Keberlanjutan pariwisata super prioritas, yang sangat bergantung pada kualitas lingkungan dan keindahan alam danau.
  • Pemenuhan target NDC (Nationally Determined Contribution) Indonesia dalam menurunkan emisi karbon dari sektor kehutanan. NDC adalah komitmen resmi Indonesia dalam Perjanjian Paris untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan ketahanan terhadap perubahan iklim. Upaya perlindungan hutan, pengendalian kebakaran, dan restorasi ekosistem di kawasan Danau Toba akan berkontribusi langsung pada pencapaian target tersebut, sekaligus menjaga fungsi ekologis dan layanan ekosistem vital bagi masyarakat lokal dan nasional.

Pihak yang Direkomendasikan untuk Tindak Lanjut

  • Kementerian Lingkungan Hidup danKementerian  Kehutanan (KLHK)
  • Pemerintah Provinsi Sumatera Utara
  • Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
  • BMKG dan Balai Wilayah Sungai Sumatera II
  • Pemerintah Kabupaten di sekeliling Danau Toba Toba,
  • Masyarakat adat dan organisasi lingkungan lokal

Kesimpulan
Musim kemarau panjang tahun 2025 di kawasan Danau Toba merupakan akibat gabungan antara perubahan iklim global dan degradasi lingkungan lokal, terutama pembabatan hutan dan pembakaran lahan yang marak terjadi tahun ini.

Tanpa tindakan cepat dan tegas, kawasan ini berpotensi kehilangan fungsi ekologis utamanya sebagai sumber air dan pengatur iklim regional. Oleh karena itu, pemerintah perlu segera menerapkan kebijakan restorasi dan perlindungan hutan terpadu, memperkuat pengawasan pembakaran, serta melibatkan masyarakat lokal dalam menjaga ekosistem Danau Toba sebagai warisan lingkungan dan sumber kehidupan bangsa.@

***

Penulis adalah Ketua Pusat Studi Geopark Indonesia (PS_GI)/Penggiat Lingkungan

Scroll to Top