Jakarta|EGINDO.co Arah pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada awal pekan ini, Senin (13/10/2025), diperkirakan masih cenderung bervariasi. Sejumlah sekuritas memiliki pandangan berbeda terhadap potensi gerak indeks, dengan sebagian menilai peluang koreksi masih terbuka, sementara lainnya memperkirakan penguatan dapat berlanjut secara terbatas.
Analis PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), Hari Rachmansyah, menuturkan tekanan eksternal menjadi faktor utama yang dapat membebani IHSG. Ia menyoroti keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang memberlakukan tarif impor baru hingga 100% terhadap sejumlah produk asal Tiongkok. Kebijakan tersebut memicu kekhawatiran investor terhadap prospek ekonomi global dan berpotensi mendorong aksi ambil untung di pasar saham domestik.
“Indeks berpeluang terkoreksi menguji level support di 8.150 dengan area resistance di sekitar 8.272. Investor disarankan tetap berhati-hati dengan strategi buy on weakness pada saham-saham berfundamental solid,” jelas Hari dalam laporannya, Senin (13/10/2025).
Hari menambahkan, koreksi jangka pendek ini wajar terjadi setelah IHSG menembus rekor tertinggi sepanjang masa di level 8.272 pada 9 Oktober 2025. Kinerja positif tersebut, menurutnya, mencerminkan optimisme terhadap ekonomi domestik di tengah ketidakpastian global. Ia juga mencatat adanya tekanan jual asing sebesar Rp1,3 triliun pada pekan lalu, yang berhasil diimbangi oleh kuatnya minat beli investor lokal terhadap saham-saham unggulan seperti RAJA, TINS, CUAN, dan CDIA.
Dari pasar global, indeks saham Amerika Serikat menunjukkan pelemahan pekan lalu. S&P 500 turun 2,7%, Nasdaq melemah 3,5%, dan Dow Jones terkoreksi 1,9%, dipicu oleh meningkatnya tensi dagang antara AS dan Tiongkok serta tertundanya rilis data ekonomi karena shutdown pemerintahan AS.
IPOT memperkirakan tekanan eksternal masih akan membayangi pasar pada pekan ini (13–17 Oktober 2025), terutama akibat kebijakan tarif baru AS dan meningkatnya ketegangan geopolitik yang mendorong minat terhadap aset lindung nilai seperti emas. IPOT menilai saham-saham seperti CDIA, ANTM, dan SSIA masih menarik secara teknikal maupun fundamental.
Sejalan dengan itu, Senior Technical Analyst PT Samuel Sekuritas Indonesia, Muhammad Alfatih, mengungkapkan bahwa sentimen dalam negeri sebenarnya cukup positif, namun pelemahan rupiah dapat menahan laju penguatan IHSG. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS diperkirakan bergerak fluktuatif di kisaran Rp16.500–Rp16.700. “Penyempitan yield spread antara SUN dan UST tenor 10 tahun menunjukkan potensi penguatan pasar obligasi domestik, tetapi pelebaran kembali spread dapat memicu aliran dana keluar,” ujarnya.
Berbeda dengan kedua sekuritas tersebut, riset harian MNC Sekuritas memandang IHSG masih berpeluang melanjutkan penguatan dalam fase wave [v] dari wave 5, dengan target di kisaran 8.294–8.365. Mereka merekomendasikan buy untuk BIRD dan MYOR, serta buy on weakness untuk PGEO dan TKIM.
Sementara itu, menurut laporan CNBC Indonesia, mayoritas bursa saham di kawasan Asia juga dibuka melemah pagi ini seiring meningkatnya kekhawatiran investor terhadap kebijakan perdagangan AS yang agresif. Indeks Nikkei 225 turun 0,6%, Hang Seng melemah 0,8%, dan Kospi terkoreksi 0,4%. Tekanan serupa diperkirakan akan berdampak pada sentimen pasar domestik.
Di sisi lain, mengutip data Bursa Efek Indonesia, nilai kapitalisasi pasar per akhir pekan lalu mencapai Rp11.783 triliun, dengan rata-rata nilai transaksi harian sebesar Rp13,6 triliun. Investor asing mencatatkan net sell mingguan Rp1,37 triliun, namun sepanjang tahun berjalan (year to date) masih membukukan net buy senilai Rp42,5 triliun — menandakan minat jangka panjang terhadap pasar saham Indonesia masih relatif kuat.
Sumber: Bisnis.com/Sn