Rupiah Diproyeksi Menguat, Didukung Kebijakan BI dan The Fed

ilustrasi rupiah
ilustrasi rupiah

Jakarta|EGINDO.co Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) diperkirakan bergerak menguat pada perdagangan Kamis (18/9/2025). Prospek ini didorong oleh kebijakan pemangkasan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI) dan Federal Reserve (The Fed).

Pada penutupan perdagangan Rabu (17/9/2025), data Bloomberg menunjukkan rupiah naik tipis 3 poin atau 0,02% ke posisi Rp16.437 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar AS tercatat menguat 0,19% menjadi 96,82. Analis pasar uang Ibrahim Assuaibi memproyeksikan rupiah pada hari ini bergerak dalam rentang Rp16.390–Rp16.440 per dolar AS.

Dari dalam negeri, BI kembali menurunkan BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 4,75% pada September 2025. Suku bunga Deposit Facility ikut turun 50 bps ke 3,75% dan Lending Facility dipangkas 25 bps menjadi 5,50%. Sejak awal 2025, BI sudah memangkas bunga acuan lima kali, dari 6,00% di Desember 2024 menjadi 5,00%. Langkah ini dilakukan untuk mempercepat penyaluran dana Rp200 triliun dari BI ke perbankan Himbara, yang ditargetkan mendukung pembiayaan proyek produktif.

Sementara itu, dari eksternal, The Fed memangkas suku bunga acuan 25 bps dalam rapat FOMC, Rabu (17/9/2025). Bank sentral AS juga memberi sinyal akan melakukan dua kali pemangkasan tambahan hingga akhir tahun. Dalam pernyataannya, The Fed menilai pasar tenaga kerja melambat, pengangguran meningkat tipis, dan inflasi masih tinggi.

Gubernur BI Perry Warjiyo menekankan nilai tukar rupiah tetap terkendali berkat strategi stabilisasi yang dijalankan BI. Hingga pertengahan September 2025, rupiah tercatat menguat 0,30% dibandingkan posisi akhir Agustus. Perry menambahkan, stabilitas rupiah juga ditopang oleh peningkatan konversi valuta asing dari eksportir melalui kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) serta intervensi BI di pasar valas dan surat berharga negara.

Meski demikian, analis Mirae Asset Sekuritas, Novani Karina Saputri, menilai pemangkasan suku bunga yang terlalu agresif bisa berdampak negatif. Ia menilai hal tersebut berpotensi mengurangi minat investor asing pada obligasi domestik, mendorong arus modal keluar, hingga meningkatkan risiko inflasi impor apabila dana likuiditas tidak tersalurkan ke sektor produktif.

Pada pembukaan perdagangan Kamis pagi, rupiah justru dibuka melemah. Bloomberg mencatat, rupiah terkoreksi 38 poin atau 0,23% ke Rp16.475 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar AS naik tipis 0,18% ke level 97,04 setelah keputusan The Fed.

Mengutip CNBC Indonesia, sejumlah ekonom menilai kebijakan moneter BI perlu dijalankan dengan hati-hati agar tidak memicu pelemahan rupiah lebih dalam. Sementara laporan Kontan menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara dorongan stimulus ekonomi dan stabilitas nilai tukar agar arus modal asing tetap terjaga.

Sumber: Bisnis.com/Sn

 

Scroll to Top